Welcome to ....

279 69 9
                                    

THE JUNGLE!

Di sinilah kita semua sekarang. Di hutan belantara. Hutan hujan tropis. Pelosok.

Kenapa? Kalian pikir gue bercanda, ya?

Kalo bercanda ya gue mending di panggung stand up comedy ae lah. Serius. Gila. Takjub. Takut. Semua kata-kata itu berputar-putar di pikiran gue setelah menginjakkan kaki di tanah berstruktur sedikit kasar dengan dominasi tanah lembab.

Mendadak banget? Enggak kok. Gue beserta tim udah menyiapkan ini semingguan. Selama itulah Axel ngerengek ke gue kalo dia mau batalin acara ikutnya ke lokasi syuting. Gue langsung tempeleng kepalanya sambil bisikin sesuatu. "Lo bakal kena marah bokap lo lagi kalo nolak."

Sekarang, anak-anak UN1TY juga pasang wajah nggak bersemangat bercampur takut. Ya gimana enggak? Di sini masih asri banget kelewat serem! Pohon-pohonnya tinggi dan hijau, persis kayak di film-film itu loh. Oiya maap, ini kan juga mau dibikin film.

Soal naskah, gue membuat sekuel ini sangat spesial. Karena ... Rafa, Rafi, Rafka, dan Rafga—alias Kak Farhan, Aji, Fiki, dan Bang Gilang—itu ditugaskan untuk liputan di hutan—mereka bekerja di National Geographic—sekaligus mencari keberadaan Ray dan Tarra—Zweitson dan Fenly—yang tiba-tiba menghilang dan cuma meninggalkan pesan di kertas, sebagai petunjuk bahwa mereka berdua ada di sini—ya diasingkan di hutan.

Sementara Pak Yasha—alias Kak Shandy—berniat menyusul murid-muridnya semasa SMA untuk memastikan keadaan. Tidak sendiri, Pak Yasha datang bersama bapak dari murid-muridnya yaitu Pak Johan—alias Kak Ricky. Bingung gak? Ya gitu, seiring berjalannya waktu nanti kalian akan tahu jalan ceritanya kayak apa.

Oh iya, kenapa gue butuhin Geo? Ya karena dia anak geografi yang otomatis tahu soal seluk beluk—setidaknya dia ahli di bidang alam dan sains—hutan dan sejenisnya. Jadi, gue minta saran sama Geo untuk bantu dialog-dialog yang cocok ditulis di naskah.

Gue langsung mendudukkan diri di karpet yang udah disediain tim properti bareng anak-anak UN1TY dan kru lainnya. Asli, gue masih takjub. Ternyata di Indonesia masih ada hutan sebersih dan seasri ini? Keren banget!

"Cobain deh, seger!"

Gue menoleh dan udah lihat Fiki menyerahkan segelas air putih dan berembun. Air? Gue yang agak dungu gini ya langsung cengo' lah ya. Asli, gak paham.

"Ini dari mata air, masih bersih dan murni," jelas Fiki sambil melirik ke arah aliran air mirip air terjun kecil di dekat semak-semak. Dengan ragu, gue terima air itu dan masih kicep. Duh, Fiki ngingetin gue soal kejadian waktu itu ....

Sebelum gue minum, Geo udah menahan tangan gue yang pegang erat gelas plastik itu. "Jangan dulu!"

Gue mengernyit dan menatap Geo sekilas. "Kenapa?"

"pH-nya asam," kata Geo singkat. Makin bikin bingung aja, kenapa sih?"

"Hah? Nggak ngerti gue."

Geo mengeluarkan alat yang gue nggak tahu itu apa terus celupin ke air yang dikasih Fiki tadi. Ya udah deh, muka Fiki langsung ditekuk gitu. Kann, ngambek.

Beberapa detik kemudian Geo mengangkat alat berwarna kuning itu—duh nggak tahu gue nama alatnya—dan mengarahkan layar kecil di alat itu ke gue. Tertulis 6,12. Hah? Gak ngerti sumpah!

Geo kontan ketawa renyah, mungkin lihat ekspresi bodoh gue yang nggak tahu apa-apa soal ini kali ya? Fiki cuma diem sambil ikut kepo sama hasil di alat itu. Nyimak juga dia ternyata.

"Ini namanya pH meter. Alat buat ukur keasaman air. Di sini tertera 6,12. Ini udah termasuk asam kalo untuk air minum. Dan ... air minum yang netral itu nilainya 7." Geo bersihin alat itu lalu beralih menatap gue dan Fiki.

Fix! UN1TY Nyebelin! 2 [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang