Ra!

212 61 10
                                    

"Huaaaa daraaaah!"

Ya Allah, kaget banget dong ini! Kenapa harus kejadian sekarang sih? Panik, mau pingsan! Bukan, bukan. Kalian pikir gue lagi haid dan tembus begitu? Bukan sama sekali, tapi yang nggak gue sangka adalah cairan merah mengalir dari hidungnya Fenly.

Gue pikir ini tadinya cuma sisa darah-properti keperluan syuting, eh ternyata Fenly beneran mimisan. Sialnya lagi, kejadian ini cuma gue yang tau. Gimana bisa? Kalian pasti bertanya-tanya soal ini, 'kan?

Jadi gini, Mas Angga minta seluruh pemain, kru, dan yang lainnya untuk berpencar. Anting-anting punya Bu Mala ilang sebelah dan bikin semuanya harus menghentikan take syuting. Ada-ada aja 'kan rintangannya?

Mau nggak mau kita berpencar demi keberlangsungan syuting. Biar Bu Mala nggak ngambek juga. Soalnya Bu Mala kalo marah otomatis seisi dunia dia musuhin dan ancam bakal berhentiin produksi film di tengah jalan. Kan serem.

Dan gimana bisa gue dan Fenly barengan? Kebetulan tadi gue emang lagi duduk deket sama Fenly—yang sibuk bersihin darah di hidungnya setelah selesai take scene bagiannya dia—sambil makan, eh tiba-tiba Mas Angga teriak pake toaknya buat nyuruh kita cari anting-antingnya Bu Mala yang ilang.

Sekarang gue dan Fenly udah lumayan jauh dari lokasi set syuting, sekitar 500 meter. Anjir, jauh banget kayak ancang-ancang plang indodesember.

Eh! Sampe lupa kalo Fenly masih mimisan! Ini gimana, ya Allah? Mora nggak bisa tangani orang yang lagi darurat gini!

"F-Fen, i-itu hidung lo—"

Matanya Fenly kelihatan sayu dan wajahnya pucat. "Ra, lo ... lo punya tisu?"

Gimana ceritanya lo tanya beginian, Fenly? Dikira gue toko serba ada yang sedia segalanya? Hadeh, apaan sih. Gue meraba kantong celana dan cardigan, kali aja ada tisu nyelip. "Duh, ngga ada, Fen. Mending kita balik aja ya, itu ... makin banyak gitu loh darahnya—"

"JANGAN!" cegah Fenly lantang. "Maksud gue, jangan balik dulu. Feeling gue antingnya Bu Mala jatoh di sekitar sini, Ra—"

"Tapi itu darah lo—"

"Gapapa, lanjut aja dulu. Nanti kalo gue nggak kuat baru kita balik ke sana." Duh, gemes banget sama orang yang sok kuat gini. Kesel, bikin pengen gelayutan manja di ginjalnya deh, hh.

"Lo yakin?" tanya gue memastikan lagi. Fenly mengangguk singkat dan mengedarkan pandangan ke pasir yang dia pijak. Pasalnya gue bener-bener sangsi Fenly kuat, mana ini panasnya lagi terik banget. Beberapa kali gue lihat Fenly bersihin darah pake punggung tangannya dia. Eh, kasian banget tau lihatnya ....

Satu lagi, yang bikin tambah menyulitkan pencarian ini adalah kita harus cari barang itu di padang pasir. Bisa aja ketimbun dalem banget, 'kan?

"Biar cepet, gue dan lo cari beda arah ya, Ra?"

Gue mikir sebentar kemudian setuju sama usulan Fenly, bener juga biar lebih cepet ketemu barangnya. "Oke. Gue ke kanan dan lo ke kiri, 15 menit lagi ketemuan di sini."

Fenly setuju dan usap bahu gue singkat. "Jangan jauh-jauh nyarinya."

"Iya iya, ya udah ayo mulai. Gue ke sana ya!"

"Take care! Jangan jauh-jauh!"

Teriakan Fenly semakin mengecil seiring langkah gue yang juga bertolakan dengan arah yang dituju Fenly. Karena gue anaknya suka hal pencarian kayak gini, gue jadi lupa banyak hal termasuk tujuan utama ke sini yaitu cari barang yang hilang.

Habisnya barusan gue lihat hewan kecil lucu di pasir dan gue ikutin. Dia giring gue ke tempat dengan ujung yang ... aneh. Winter juga ngikutin gue terus dari tadi selama pencarian. Sepanjang perjalanan, Winter juga selalu mengeong tanpa henti. Dia lagi ngomong apa sebenernya sama gue? Karena gue bukan expert perhewanan, ya gue nggak tau Winter ngomong apa. Gue rasa Winter kasih suatu tanda deh. Soalnya setelah gue melangkahkan kaki untuk yang terakhir kalinya di tempat yang digiring hewan kecil tadi, suara mengeongnya Winter semakin kenceng.

Fix! UN1TY Nyebelin! 2 [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang