[Ekstra Part] Pulang untuk Kembali

222 55 9
                                    

Jiwa gue masih terperangkap di dunia, sedangkan raga gue udah ditimbun dalam tanah. Ini bener-bener gila, gue yang mengalami aja rasanya masih nggak percaya.

***

"Permisi!"

Meong!

"Sebentar ya Winter, sebentar lagi kamu dirawat sama orang yang tepat kok," tutur Fiki sambil mengusap Winter yang berada di gendongannya. Gue yang di sebelah Fiki cuma senyum tipis, gue cukup tercengang ketika Fiki bisa terima ini dan mau membantu gue dengan tulus.

Tok tok tok

"Eh, Ra! Ini—" Ucapan Fiki terhenti setelah gue melotot ke arahnya. Setelahnya Fiki ketawa lebar dan menyadari sesuatu kalau dia nggak boleh ngomong dengan suara lantang karena ... ya tau sendiri, ngobrol sama gue sama dengan ngobrol dengan angin, hehe.

'Iyaa maaf, galak banget sih lo, bikin gue makin ... aja.'

Kenapa sekarang Fiki hobi ngebatin setengah-setengah sih? Dia mau ngerjain hantu tersesat macam gue apa ya? Sadar, Fiki ketawa lagi waktu lihat wajah gue yang cemberut.

Kriet

Pintu terbuka. Fiki yang tadinya ketawa langsung kicep dan menatap seorang laki-laki di hadapannya.

"Lo ... siapa?"

Ah iya sampai lupa, gue dan Fiki lagi di rumahnya Arhan. Kenapa ke sini? Niatnya, gue mau menitipkan Winter ke dia karena gue tau Arhan penyayang binatang terutama kucing. Udah puluhan kucing dia rawat di sini, waktu itu juga selama masih pacaran sama gue, kita selalu rawat bareng-bareng kucing jalanan yang kita temui sepulang sekolah.

Fiki menatap Arhan kikuk. "Eh, gue Fiki. Umm, anu ... ini, Kak. Mau kasih kucing."

Ya Allah, Fiki! Polos banget, gue mau mati dua kali rasanya ngadepin keluguan lo! Bilang kek mau apa gitu, jujur banget.

"Atas dasar apa ya lo mau kasih kucingnya ke gue?" Arhan sedikit curiga. Tuhkan, Arhan kok diajak beradu logika! Bakalan kalah telak lo, Fik!

Fiki diem dan ngekode ke arah gue. 'Ra, gue kudu bilang apa kalo gini?'

"Jujur aja nggak apa-apa, ini kucingnya Mora, mantan yang pernah lo sakiti. Ahahaha, canda. Ya pokoknya gitu, ini kucingnya Mora."

Dehaman Arhan membuat Fiki buru-buru menoleh, alis Arhan terangkat satu minta penjelasan yang logis. "Hei! Lo ngelamun?"

"Eh-eh! Hehe, enggak, Kak. I-ini sebenernya ... kucingnya Mora."

Ketebak, wajahnya Arhan otomatis kaget ketika denger nama gue disebut. Dia melirik kucing di gendongan Fiki dan menatap matanya. "Mora?"

Fiki cuma angguk-angguk dan mengangkat Winter lebih tinggi biar lebih jelas dilihat sama Arhan. Setelah meneliti kalung, mata, dan wajah Winter, Arhan langsung ambil alih gendongannya dari Fiki.

"Sejak kapan Mora punya kucing? Bukannya tante Ameera alergi bulu hewan?" gumam Arhan pelan kemudian tersadar kalau dia masih punya tamu yang polos di hadapannya. "Eh, maksud gue ... iya gitu. Ibunya Mora alergi bulu hewan, jadi, kucing ini ... dia dapet dari mana?"

"Ceritanya panjang, Kak. Winter, nama kucing ini, gue temuin di lokasi syuting bareng 2 temen yang lain. Setelah itu, kucing ini cuma mau nempel sama Mora. Begitu."

Arhan kaget. Dia bener-bener nggak percaya dan sedikit tersentak denger ini. Auranya dia kelihatan abu-abu bercampur putih setelah kembali mengusap bulu Winter. "Jadi ... Wi-Winter ini lo serahin ke gue agar bisa dirawat di sini?"

Fix! UN1TY Nyebelin! 2 [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang