#11 - Altharrazra dan Hipnotis

26 7 6
                                    


Aku berdecak kesal lantaran tongkat tidak mau menunjukkan reaksi apa-apa. Sudah sekian lama aku berusaha membuat kontrak atas paksaan Bille dan Aislin--Aislin jauh lebih berisik mengenai ini--tapi tetap tidak terjadi apa-apa.

Di depan, Aislin dan Bille yang duduk di bahunya sibuk mencari arah sambil sesekali manatap peta yang diberikan Dama. Aku hanya mengawasi dari belakang. Toh, peta yang diberikan Dama terlalu rumit untuk dimengerti.

"Altha! Ayo, cepat ke sini, dasar lambat!"

Aku memutar bola mataku dengan malas. Kupercepat langkahku dan berdiri di samping Aislin. "Apa?"

Aislin kemudian menunjuk ke depan. Eh, jarinya agak ke mengarah ke bawah. Aku tak akan menyangkal bahwa aku nyaris berteriak dengan panik. Di bawah sana ... jurang. Gelap dan berbau anyir.

"Kau salah membaca petanya?" tanyaku mencoba berpikir positif.

Aislin menggeleng. "Enggak, arahnya benar ke sini."

Jurang itu mustahil untuk kami lompati. Sangat mustahil! Kecuali ada pesawat atau helikopter di sini. Namun, kurasa masyarakat dunia ini terlalu  kuno untuk transportasi secanggih itu.

Aku menoleh ke arah Bille. "Hei, kau! Kau pernah bilang kalau kau adalah kucing istimewa 'kan? Buktikan!"

Aislin memukul kepalaku dengan peta yang dia bawa. "Heh, apa-apaan kau?! Seenaknya saja menyuruh Billie!"

"Lho, dia 'kan peliharaan kita."

"Dia temanku! Jangan samakan Billie dengan hewan!"

"Tapi dia memang hewan!"

Hening. Aislin tidak menjawab perkataanku. Wah, jadi ini rasanya menang perdebatan?

"Aku bisa terbang!" ucap Bille tiba-tiba. Dia meloncat dari bahu Aislin, membuat perhatian kami beralih ke arahnya.

Tubuhnya perlahan membesar. Sayap tumbuh di tubuh putihnya. Sayapnya begitu indah, hingga membuatku terpesona. Tubuhnya kini menyerupai harimau putih. Bahkan terdapat corak loreng di sekitar tubuhnya.

"Ayo, naik!" ucapnya dengan bangga.

Aislin memekik dan tanpa basa-basi langsung naik ke punggung Bille. Dengan riang layaknya anak kecil, Aislin memanggilku, "Ayo, cepat Altha!"

Ragu-ragu, aku ikut naik. Aislin duduk di depanku, dan aku duduk di belakangnya. "Hei, kita tidak akan jatuh 'kan?" tanyaku sambil menoleh ke jurang.

Bille terkekeh. "Tidak akan, percaya padaku!"

Aku meneguk salivaku dengam gugup begitu Bille mulai mengambil langkah. Dia berlari kecil ke arah jurang. Aku memejamkan mata saat dia mulai mengeepakkan sayapnya. Tubuhku dan Aislin agak terdorong ke belakang saat Bille mulai terbang. Namun dengan cepat tubuh kami menjadi seimbang.

"Lin, pandu aku," ucap Bille membuat Aislin yang semula sibuk dengan pemandangan di bawah pun tersadar. Dengan cepat, dia membuka petanya dan mengarahkan Bille ke tujuan.

*****

Pendaratan kami cukup mulus. Aku turun terlebih dahulu. Kemudian membantu Aislin turun karena tubuhnya pendek.

"Hutan?" gumamku seraya melihat sekeliling. "Kita tersesat? Bukankah seharusnya ke sungai?"

Aislin mengedikkan bahu dan menatap ke atah Bille. Tubuhnya perlahan mengecil. Kemudian dia melompat ke bahu Aislin.

"Ada dinding pembatas yang membuatku tidak bisa terbang. Jadi kita harus berjalan."

Mengikuti apa yang Bille katakan, kami berjalan menyusuri hutan dengan pepohonan yang cukup lebat ini. Aislin masih sama seperti sebelumnya, berbincang dengan Bille mengenai arah. Dan aku hanya mengikutinya dalam diam.

Ah, dari pada kurang kerjaan, lebih baik aku mencoba membuat kontrak. Kugenggam tongkat pemberian Dama dan memejamkan mata. Persetan dengan arah berjalanku. Aku memegangi ujung pakaian Aisliin supaya tidak terpisah darinya. Aislin pun nampaknya tidak keberatan.

Ada sesuatu yang terang mendekatiku. Rasanya hangat kemudian membawaku ke dalam dekapannya. Ah ... berasaan ini ... Lily?

Pukulan kecil di bahuku membuatku tersadar. Dengan cepat, aku membuka mataku. Aislin di sampingku, memeluk erat tanganku sembari menatap lurus ke depan. Kualihkan padanganku dan terbelalak.

Di tengah kegelapan hutan, cahaya yang dihasilkan dari aliran air itu membuatku terhipnotis. Udara segar membelai wajahku dan suara merdu yang dihasilkan dari air yang mengalir itu membuatku tersentuh. Seakan tersihir, aku melangkah mendekat.

Aislin di sampingku berusaha menarikku menjauh. "Jangan Altha! Itu sihir! Itu palsu!"

Tapi aku tidak peduli. Sampai ....

"Wah, wah, lihat ini! Kita kedatangan tamu tak diundang."

Regalo (Tamat) (PROSES REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang