Wajah Altha adalah pemandangan pertama yang kulihat. Sekujur tubuh terasa sangat sakit dan pegal. Altha tiba-tiba memelukku, dan membuatku mengerang pelan karena tekanannya.
"Sudah kubilang jangan gegabah!" kata Altha setelah melepaskan pelukannya. "Akhirnya kau sendiri, kan, yang rugi!"
Aku langsung memasang wajah masam.
"Jangan pernah gegabah lagi!" ujar Altha dengan wajah dinginnya.
"Iya! Aku salah! Kau menang!" balasku beriringan dengan memutar bola mata.
Kami terdiam cukup lama. Entah apa yang di pikirkan Altha, ia hanya diam menatap.
"Billie di mana?" Aku memecah hening.
"Billie ... dia aneh. Saat aku melihatmu, Billie ada di sampingmu, dan hanya diam melihatmu terluka."
"Kau serius?" tanyaku penuh selidik.
"Kapan aku bercanda?"
"Tidak pernah," gumamku.
Billie bukan hewan seperti itu, dia setia—seingatku .... Maksudku, Billie sudah banyak melakukan hal baik untuk kami. Jadi harusnya dia baik.
"Ke mana kita selanjutnya?" Aku menatap manik Altha mantap.
___________
Altha tiba-tiba mengeluarkan buku usang yang tipis, ia memelukku, dan dalam sekejap cahaya meliputi kami. Sangat terang, silau, sampai mataku tidak kuat untuk tetap terbuka.
Dan ketika aku membuka mata, kami ada di ruangan remang-remang, hanya ada satu cahaya lampu redup di tengah ruangan. Satu meja kayu besar mempunggungiku. Ada jendela kecil di sudut tembok. Aku dan Altha saling menatap dan memberi kode untuk membalikkan kursi besar di sana.
Langkah pelan kami menggema, setiap deru napas terasa sangat berpengaruh. Tangan Altha memegang kursi itu, lalu dengan pelan, dia mencoba membalikkannya.
Aku dan Altha terlonjak begitu mendapati sesosok yang terkulai di kursi itu. Di sekitar matanya berwarna hitam, entah itu alami atau sengaja. Fisiknya seperti manusia, tetapi berkulit hijau.
Tiba-tiba matanya membuka, membuat kami terlonjak lagi. Dia langsung meraung dan menunjuk-nunjuk kami histeris.
"Manusia! Manusia! PENGHANCUR! MANUSIA!" Dia berteriak sangat kencang.
Pintu yang bertengger di sudut langsung terbuka oleh makhluk berkulit hijau. Dia langsung berlari menghampiri temannya yang terus berteriak kepada kami. Ia menyuntikkan sesuatu, dan lalu makhluk yang berteriak pada kami tak sadarkan diri.
"Kalian ... manusia?" tanya makhluk yang memegang suntikan itu.
"Iya," jawabku bergumam.
"Ternyata benar," gumam dia. "Aku Nak," lanjutnya memperkenalkan diri.
"Aislin," balasku, "dan Altha." Aku menunjuk saudaraku.
"Kalian ... ada perlu apa ke sini?" Nak bertanya.
"Kami mencari sumber kekuatan yang menyebabkan manusia di bumi hilang. Lalu, kami tiba-tiba ada di sini," jelas Altha.
Nak tiba-tiba menunduk. Tubuhnya seketika menggetar. Lalu Nak langsung bersujud dan bergumam terus, "maafkan kami, maafkan kami."
KAMU SEDANG MEMBACA
Regalo (Tamat) (PROSES REVISI)
FantasyBerawal dari paket berisi lampu dan surat yang menjanjikan pesta kembang api tepat pada tengah malam, membawa dunia dalam mala petaka. Lampu tersebut mengeluarkan cahaya dan melahap siapa pun yang menatapnya. Kesedihan di mana-mana. Aislin kehilanga...