Epilog

24 7 0
                                    

"Di mana para manusia sekarang?" tanya Altha sigap berusaha bersikap normal atas pernyataan Billie.

Zink memejamkan mata dan tiba-tiba muncul portal bulat di tembok. "Di sana. Cepat. Atau tidur ... selamanya."

"Maksudmu?" Altha beralih mendekat.

"Ada dua tumbal. Cepat ... atau tidak selamanya."

"Aku pernah mendengar di sana ada dua orang sebagai tumbal. Jika ingin menyelamatkan semuanya, dua orang itu harus mati," jelas Nak tiba-tiba.

"Oke ...."

"Dan teruslah berlari sebelum terlambat. Waktumu hanya lima belas menit sebelum lubang ini tidak pernah bisa di buka, dan artinya ... semua manusia tidur selamanya," jelas Nak lagi. Ia lalu memberikan Aislin sebuah arloji sebagai penanda waktu. "Juga, jika kalian berhasil menyelamatkan satu tumbal saja, kalian dan manusia lain sudah selamat."

"Kita pasti menyelamatkan semuanya!" seru Aislin, ia sudah berdebar karena akan bertemu kekasihnya.

Si kembar itu sebelum lompat menatap Billie yang menunduk, lalu mereka langsung melompat ke lubang di tembok itu. Mereka langsung berada di ruangan hitam dan sepi. Ini sangatlah panjang, sampai-sampai mereka tidak bisa melihat ujungnya. Ada pilihan kanan atau kiri, menggunakan insting, dan secara serempak memilih jalur kanan.

Langkah kaki mereka terus bergerak cepat, angin menggerakkan rambut. Sampai akhirnya mereka diam sejenak menetralkan napas, belum kunjung pula menemukan seorang pun.

"Halo!" teriak Altha menggema.

Beberapa saat setelah itu tiba-tiba ada suara dari kejauhan. Lalu berhenti, dan langsung terdengar suara seperti barang jatuh.

"Tolong kami!" teriak suara di seberang sana.

Aislin dan Altha langsung berlari lagi menuju suara itu. Setelah banyak langkah di lalui, di depan mereka tersaji banyak sekali manusia yang di bekap. Semua orang di sana terluka di bagian kaki, dan menyebabkan tidak ada yang bisa berjalan.

Altha membebaskan salah satu orang.

"Tolong! Tolong kami! T-tolong me-mereka berdua. Ji-jika ta-talinya putus, ki-kita semua akan tertidur selamanya," kata orang itu dengan air mata yang membanjiri wajah.

Mata mereka beralih menatap dua orang yang diikat di kursi, posisi mereka ada di paling ujung. Tali yang mengikat mereka tertambat di sebuah tiang, dan tali antara kursi juga tiang kian lama kian hampir putus.

Altha sudah berlari melewati jejeran manusia menuju dua orang itu. Aislin melirik arloji pemberian Nak, empat menit tersisa. Aislin ikut berlari menuju dua orang itu.

"JAKE!" teriak Aislin begitu mendapati salah satu dari dua orang itu adalah kekasihnya. Hatinya seketika perih mendapati Jake yang terkulai lemah dengan darah di ujung mulutnya.

Altha langsung memeluk orang satunya lagi—Lili—kekasihnya.

"Altha ... waktunya tak banyak," kata Lili lemah.

Aislin sibuk menepuk pipi Jake agar ia bangun. "Jake, Jake, bangun. Bangun ... Jake! Bangun!"

Perlahan mata Jake terbuka, ia tersenyum manis seperti biasanya, lalu menyentuh pipi Aislin lembut. "Tenanglah ... aku baik-baik saja."

"Jangan bodoh! Kau terluka begini!" kata Aislin dengan air mata membasahi wajahnya.

"Selamatkan kami ... agar yang lain selamat," ujar Jake pelan masih dengan senyumnya.

Aislin dan Altha saling berpandang dan buru-buru mencari cara. Mereka berdua mendapat ide untuk membuka tali yang mengikat Jake dan Lili. Namun saat tangan Aislin menyentuh tali yang mengikat Jake, Jake langsung menghentikannya.

Regalo (Tamat) (PROSES REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang