Seseorang mengatakan bahwa bayang masa lalu dapat muncul karena alasan tertentu. Levi tidak tahu tepatnya siapa pelaku utama yang berani memberikan pernyataan tersebut. Namun, kini, isi kepalanya memang sedang dipenuhi oleh masa lalu yang sebenarnya ingin ia simpan di dalam kotak kecil bernama hati. Masa di mana semua hasrat, harapan, cinta, dan gundah bercampur menjadi satu keputusan telak untuk menyerah.
Ya.
Dahulu, Levi pernah menyerah menggapai angan. Lalu, sekarang, angan itu kembali di hadapannya melalui perantara seseorang.
Di masa lalu, Levi Ackerman pernah menaruh hati. Sesuatu yang sangat jarang terjadi. Usai mengetahui preferensi seksualnya sebagai lelaki homoseksual, ia tidak lagi gegabah mencari kekasih hanya untuk memuaskan pendapat orang lain. Ia menjadi hati-hati mencari pasangan dan lebih memilih melampiaskan semua hasrat seksual kepada pekerjaan.
Orang beruntung yang telah mendapatkan hati Levi—tentu saja tanpa diketahui oleh korban—adalah anak dari tetangganya semasa tinggal di Shiganshina.
Eren Jeager.
Sosok manis pemilik mata paling indah yang mengingatkan Levi akan lautan dalam. Warna mata perpaduan hijau dan biru yang sesekali akan sedikit kekuningan seperti lautan terkena bias sinar mentari. Penampilan fisiknya pun juga tidak kalah mengagumkan. Kaki jenjang, surai cokelat yang—seingatnya—sangat lembut, bibir merah muda yang sering menampilan senyum riang, dan suara renyah yang selalu membuat jantung berdebar saat memanggil namanya.
Bagi Levi, memiliki rasa kepada Eren adalah dosa besar. Perbedaan usia mereka cukup jauh. Hampir sepuluh tahun. Pun, Eren baru saja lulus sekolah ketika Levi sadar mengenai perasaannya. Maka, dahulu, ia memilih untuk menyerah. Berusaha melupakan harapan di masa depan dengan bayang pemuda manis yang menggenggam tangannya, menyambut semua perasaan dan hasrat di dalam dada.
Lalu, kini, delapan tahun kemudian, usaha tersebut menjadi sia-sia ketika takdir mempertemukannya lagi dengan seseorang yang ia yakini sebagai Eren.
Minggu pagi, bel rumah berbunyi dua kali. Levi hanya bisa menghela napas panjang. Dalam hati merasa tidak yakin dengan rencana yang Hanji—sahabatnya—siapkan. Namun, kata-kata Hanji kembali terngiang di dalam kepala. "Beri aku waktu dua minggu. Bila kondisimu tidak menunjukkan perubahan, maka aku akan membawanya pulang lagi," katanya.
Dengkusan terdengar lirih. Levi merasa menyesal menceritakan masalah tidur yang telah mengganggu fisiknya selama dua bulan terakhir. Seharusnya ia tetap tutup mulut, menikmati kepala pening dan perut sakit karena kurang tidur serta terlalu banyak mengkonsumsi kafein.
Denting bel rumah kembali terdengar, berhasil menarik Levi dari dalam pikirannya sendiri. Ia singkirkan beberapa berkas dari pangkuan dan mulai berdiri. Tubuh sedikit limbung. Kepala pening. Mata juga berkunang-kunang selama beberapa detik. Usai yakin efek kafein dan kurang tidur itu mereda, ia mulai melangkah menuju pintu depan.
Satu minggu yang lalu, Hanji mengatakan bahwa Levi hanya butuh teman di rumah. Teman yang mampu membantunya mengurus dan membesihkan rumah. Teman yang mungkin juga bisa mengingatkannya untuk makan. Teman yang—meski Levi enggan—dapat dengan tegas memberitahunya untuk istirahat cukup. Sebuah ide paling konyol karena Levi jelas tidak memiliki kualifikasi teman seperti itu. Pun, ia enggan tinggal satu atap dengan orang asing.
Sayang, Hanji adalah tipe sahabat paling bawel dan merasa semua idenya sangat brilian.
Dua hari yang lalu, wanita itu memberitahu kabar mengejutkan melalui pesan suara yang sangat panjang dari aplikasi Line.
"Aku sudah menemukan orang yang tepat untuk menjadi teman sekamarmu, Levi. Well, lebih tepatnya teman serumah karena kalian tidak akan tinggal di dalam kamar yang sama—hahahaha! Anyway, dia adalah salah satu karyawanku di salon, jadi... tidak seratus persen menjadi orang asing untukmu karena dia kenal denganku. Jika kau ingin dengar pendapatku, dia bukanlah orang yang buruk. Dia bisa memasak, jam kerjanya sangat fleksibel dan bisa membantumu mengurus rumah sebagai bayaran, sangat supel dan mudah bergaul. Kabar baiknya, dia juga seorang homoseksual. Tidak perlu khawatir cinta lokasi karena dia sudah memiliki kekasih. Siapkan kamar tamumu dalam dua hari, oke? Bye, Boncel!"
Lalu, sekarang, dua hari setelah pesan suara laknat tersebut, Levi harus mengambil napas dua kali untuk menenangkan diri ketika hendak membuka pintu. Dalam satu tarikan pelan, pintu depan berhasil terbuka dan detik itu juga Levi Ackerman lupa caranya bernapas dengan benar.
Sosok yang bekerja menjadi karyawan Hanji itu memiliki penampilan yang... mengagumkan. Tingginya hampir menyamai Levi. Memiliki rambut cokelat panjang melebihi bahu yang tergerai begitu indah. Celana jin pendek di atas paha semakin membuat kaki jenjang itu mencolok, memamerkan permukaan kulit eksotis. Ia memakai tanktop hitam ketat dipadukan blus lengan pendek warna merah muda dengan renda di bagian kerah yang seluruh kancingnya terbuka. Blus tersebut sengaja sedikit diangkat dan bagian ujungnya diikat sebatas perut. Terakhir, Levi menunduk untuk melihat sepatu hak—Hanji menyebutnya sebagai wedges—senada dengan warna blus, tapi sedikit lebih muda. Ah, bila sepatu tersebut dilepas, mungkin tinggi sosok tersebut hanya sebatas pundak Levi saja.
Secara keseluruhan, Levi Ackerman terkesima.
Namun, usai memandang paras dari tamu yang kelak akan menjadi teman serumahnya, kening Levi segera mengerut.
Wajah yang sangat... familier.
Mata hijau dan biru seperti lautan terlihat lebih tajam berkat eyeliner dan riasan lainnya yang Levi tidak ketahui namanya. Bibir mungil terlihat berkilat oleh lipstik dengan warna lembut. Hingga senyum khas itu muncul dan membuat wajah bingung Levi runtuh seketika.
"Aku masih tidak percaya kalau kau adalah sahabat baiknya Hanji," kekeh sosok tersebut. Bahkan suaranya pun tetap renyah, seperti dahulu. "Um. Hai, Levi. Senang bisa bertemu denganmu lagi. Aku tahu penampilanku sangat berbeda, tapi... aku harap kau masih ingat bila dahulu kita pernah menjadi tetangga di Shiganshina dan—
"... Eren?"
Sejenak, sosok itu terdiam. Hanya hitungan detik sebelum akhirnya menyunggingkan senyum paling manis. Levi sampai harus menahan napas lagi.
Tanpa sadar, kotak kecil bernama hati yang menyimpan kenangan manis dan semua perasaan di masa lalu itu perlahan terbuka.
Dan Levi tidak tahu apakah ia sudah siap untuk tinggal satu atap selama dua minggu bersama seseorang yang selalu ia simpan dengan hati-hati di dalam kalbu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEAL [RIVAERE]
Fanfiction[BL] [BOY X BOY] Pekerjaan dan insomnia membuat kehidupan Levi semakin buruk. Ia sering lupa makan, tidur tidak nyenyak, dan ketergantungan kafein serta nikotin. Hanji bilang Levi hanya perlu mencari teman serumah. Ide konyol karena Levi Ackerman t...