04. About Alan

74 8 17
                                    

"Penampilan memang bisa diubah, tapi perilaku enggak ada yang tahu."

♥️♥️♥️


Seminggu sebelumnya.

Sampai di bandara, Alan, Mama dan Papanya segera pergi dari sana setelah seorang sopir menjemput mereka.

Memasuki sebuah komplek perumahan, Alan tersenyum tipis melihat lingkungan perumahan yang terlihat asri dengan warna dominan hijau. Memasuki gerbang, ia sudah disuguhkan dengan rumah-rumah yang cukup mewah berjejer rapi di sepanjang jalan.

Berada cukup jauh dari gerbang utama, mereka–Alan, Ibu dan Ayahnya akhirnya sampai di rumah yang akan ditempati.

Alan cukup terkesima dengan rumah barunya. Orang tuanya memang tahu apa yang ia sukai.

Rumah dua lantai berwarna dominan coklat dan putih terlihat menawan meski minimalis, rumah ini terlihat elegan dan nyaman. Jangan lupakan taman kecil di depan rumahnya. Sebenarnya Alan terlalu membesar-besarkan. Itu hanya halaman dengan banyak tumbuhan yang menghiasi. Rasa-rasanya sama dengan yang ada di Indonesia.

"Alan! Kamarmu di lantai atas. Sampe kamar langsung mandi baru boleh istirahat, ok!" tutur sang ibu, Alesha.

"Ok, Madam!"

"Heh!" Alesha memukul Alan pelan. Enak saja memanggilnya madam. Yang dipukul hanya tertawa kecil dan buru-buru pergi ke atas.

Setelah mandi, Alan merebahkan dirinya di kasur. Membuka ponsel sebentar dan memilih menatap pemandangan luar dari balik jendela besar. Meski tak rela, Alan mencoba untuk mengikhlaskan.

Alan setuju ikut orang tuanya ke Amerika dan tinggal di sana setidaknya sampai Alan lulus kuliah. Perkara setelah lulus mau kembali ke Indonesia atau menetap di Amerika itu urusannya.

Sebenarnya orang tuanya agak memaksa karena tak tega meninggalkan anak semata wayangnya tinggal sendirian di Indonesia. Mereka punya keperluan yang lama di Amerika, oleh karena itu mereka memutuskan untuk tinggal dan mengajak anak mereka ikut.

Meski agak berat, Alan akhirnya mau juga. Toh, tak ada salahnya juga, 'kan. Alan akan mendapatkan pengalaman baru di sini. Lagipula ia bisa kapan saja pergi ke Indonesia. Ya, sebenarnya tidak kapan saja juga. Jarak Amerika dan Indonesia jauh sekali. Jangankan dipisahkan oleh pulau, tak tanggung-tanggung mereka dipisahkan oleh benua. Tapi Alan bisa pergi ke sana saat liburan tiba. Urusan pergi mah gampang. Tinggal bagaimana cara dirinya untuk bertahan saja.

Matahari perlahan-lahan naik. Alan tiba saat tengah hari. Sebelum memutuskan untuk tidur siang, ia mengirim pesan kepada orang yang menjadi alasan keberatannya meninggalkan Indonesia.

Siapa lagi kalau bukan sahabatnya, Kailee, gadis yang pernah singgah di hatinya, tapi tak pernah bisa ia miliki.

Jangan berprasangka buruk dulu. Alan sembilan puluh sembilan persen sudah move on dan mungkin pergi ke Amerika akan membuat status move on-nya menambah jadi seratus persen.

Selain itu, Alan juga berharap bisa bertemu dengan Melanie. Gadis barbar itu belum mengucapkan salam perpisahan kepadanya saat ia pergi ke Amerika. Alan benar-benar ingin ada keajaiban yang membuat dirinya bisa bertemu dengan Melanie.

"Setidaknya gue harus pastiin kalo dia baik-baik aja sekarang. Meski kelakuannya bener-bener kayak setan, dia sebenarnya cewek yang rapuh," monolognya sambil melihat langit-langit.

Sesekali ia menghela napas. Memikirkan tentang Melanie malah membuatnya tidak jadi tidur.

Melanie memang tidak pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya. Alan benci Melanie, itu pasti. Namun, dibalik tingkahnya yang mirip psikopat, Alan berkali-kali melihat sisi lain dari Melanie. Sosok Melanie yang rapuh.

Tentang kejadian yang terakhir kali itu, semoga aja dia nggak ngelakuin hal itu lagi.

💖💖💖

Hari pertamanya sekolah, ia sudah memiliki beberapa teman. Memang kalau masalah itu, Alan tidak perlu khawatir. Ia mudah akrab dengan orang lain dan teman-temannya di sini tidak buruk juga, malah sangat asyik.

Jam istirahat, Alan diajak oleh teman-temannya bermain basket di lapangan. Tentu Alan tidak akan menolak, bermain basket adalah keahliannya. Jangan lupakan bahwa dia dulu adalah kapten basket. Kalau masalah bola basket itu, jangan ditanya, Alan jagonya.

Asyik bermain bola basket, Alan sempat terusik akan teriakan seorang gadis yang jika ia tidak salah dengar menggunakan bahasa Indonesia.

Tak fokus, Alan tidak sadar jika ia melempar bola terlalu kencang hingga kepala seseorang menjadi korban akan kecerobohannya.

Seorang gadis yang sebenarnya sedikit tampak familier, tetapi Alan tidak tahu mirip siapa.

Setelah siuman dari pingsannya, Alan sempat berbincang sebentar dengan gadis itu yang sedari ia siuman bertingkah aneh di depannya hingga gadis itu memutuskan untuk pergi.

"Hei! Kau tak ingin berkenalan denganku?"

"Enggak!"

Alan terkekeh kecil mendengar jawaban gadis itu. Sampai detik berikutnya ia menyadari, suara gadis itu sangat familier di telinganya. Ok, mungkin masalah wajah Alan bisa lupa, tapi kalau suara jelas tidak.

"Suaranya mirip ... Melanie. Gue udah ngerasa familier banget sama tuh cewek, tapi masa iya dia Melanie." Alan menertawakan pikirannya sendiri.

"Haha, yakali dia Melanie. Suaranya doang yang mirip pasti. Masa dia Melanie. Impossible, Melanie yang gue kenal nggak kayak gitu penampilannya. Melanie 'kan biasanya pake make up tebel, bibirnya merah kayak makan cabe satu kilo, terus pakaiannya lumayan ketat. Lah ini cewek penampilannya sederhana banget perasaan."

Tak ingin ambil pusing, Alan memutuskan untuk beranjak dari kursinya dan memilih untuk melupakan pikiran aneh itu.

Keluar dari UKS, saat Alan menutup pintu, terlihat gadis Asia yang tadi bersama dengan gadis yang mirip Melanie tadi tengah menuju ke arahnya.

"He! Hei! Kau mau ke mana?" tanya gadis itu yang ternyata adalah Lilian.

"Pulang," jawab Alan singkat.

"Oh. Lalu apakah temanku masih di dalam? Kenapa kau meninggalkannya!"

"Eits, maksudmu apa bicara begitu? Di UKS tidak ada siapapun."

"Lalu di mana Melanie?"

"Apa Melanie yang kau maksud gadis yang pingsan tadi?" Lilian mengangguk.

"Oh, dia sudah pergi."

"Aah, begitu. Terima kasih infonya. Aku pergi dulu." Setelah mengucapkan itu, Lilian akhirnya pergi meninggalkan Alan.

"Cih, tuh cewek bukannya minta maaf dulu tadi gara-gara asal nuduh. Main pergi aja," gerutu Alan seraya menatap punggung Lilian yang perlahan mulai menjauh.

Baru tiga langkah menjauh dari pintu UKS, Alan berhenti karena menyadari sesuatu.

"Bentar deh, cewek tadi namanya Melanie, 'kan?" Membulatkan mata, Alan dengan cepat berbalik menatap punggung Lilian yang mulai mengecil.

"Apa cewek yang tadi beneran Melanie?!"

+×+×+×+×+×+×+×+×+×+×+×+×+×+×+×+×+

TBC

So gimana? Udah dapet jawabannya belom?

Untuk memperjelas lagi, penampilan Melanie pas di Indo beda sama pas di Amrik. Itu alasan kenapa Eveline sempet heran pas liat foto lama Melanie dan yang ngebuat Alan juga nggak percaya kalo itu beneran Melanie. Karena emang sebeda itu.

Sekian terima gaji.

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan komen.

Love you guys❣️

×+Geyscarey+×

MELANIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang