Mana Tahu

31 1 0
                                    

Pernah di suatu malam, aku bertanya-tanya pada angan yang semu. Tentang seorang insan manusia di seberang sana, kau yang memunggungi ku dari kejauhan.

"Apa kabarmu? Bagaimana kehidupanmu sekarang?"

Aku sangat ingin bahwa kau mendengar segala tanya imajiner ku.

Dan lagi, biar ku tebak dalam harap, bahwa kini, kau sangat baik-baik saja. Tidak, jangankan untuk berjumpa, jemari ku saja rasanya terlalu ragu untuk mengetukmu melalui pesan singkat di ponsel. Rasanya seperti aku tidak akan piawai mengendalikan diriku nanti, walau aku sendiri tidak tahu akan seperti apa. Kendati seperti itu, aku tidak bisa membodohi diriku bahwa aku rindu akan pesona dirimu.

---

Sekarang, tolong biarkan aku untuk kali ini, barang sebentar saja, memenungkan diri dengan ingatan tentang mu yang lalu. Tentang kita yang sempat menatap ombak biru menghempas daratan kala senja bertamu. Dengan kedua mata yang saling menujum masa depan dalam doa dan harap seminau.

Melalui perkenalan singkat yang tidak dibubuhi dengan kisah romansa seperti dalam buku atau skeneario film, masih teringat dengan jelas sosok hangatmu seakan mematri dalam setiap langkah ini.

Hadirmu yang meski sementara, mampu menumbuhkan benih filantropi di samping berjuta ego yang tertanam di hati.

Tak ayal jika diriku semakin terbawa ke dalam duniamu dalam berbagai variabel rasa dan ambisi.

Menjadi jawab dikala diri sedang dihadapkan dengan selit belitnya hidup yang penuh dengan teka-teki.

Dan kau pernah hadir sebagai penyulut senyum dan tawa melalui pesan singkat yang selalu kau bagi di malam hari.

Tingkah laku dan tutur katamu yang kemudian menyihir ku untuk selalu menari dalam alunan lagu sukacita.

Yang merangkai gemerlap cahaya menyuar ke setiap sisi awan kelabu yang dipenuhi lara.

Mencipta sebuah teduh bagi mereka yang berada dalam lingkaran arsenik dan kecewa.

---

Kini aku memang sudah tidak bisa menggamit dirimu kembali. Sungguh paham bagaimana aku harus memosisikan diri sebagai yang bukan sesiapa.

Dengan segala asa yang membawa ku sampai pada tempat ini, dan semesta yang mempersilahkan diri untuk sebentar saja menilik kembali beberapa lembaran suci tentang mu. Meski saat itu, aku dan kau sempat untuk saling melayangkan kepalsuan yang ditanggalkan di atas perapian renjana.

Harus kau ketahui, bahwa kini hatiku telah membisu dengan akar yang membeku. Membawa segala gelagat untuk ku beritahukan padamu, bahwa mungkin ini bukan hasrat untuk melihat kembali ombak biru kala itu saat senja sedang bertamu. Hanya berjuta rasa lamat-lamat yang tetiba saja terlintas.

Terima kasih untuk hadirmu yang sempat,

dan akan selalu ada rasa serta dunia tersendiri atas dirimu.

Kelesah Sebuah PerjalananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang