Galan,
Melihatmu dari sini yang bukan seorang kekasih atau pujaan hati. Bukan juga sebagai kawan dekat yang terbiasa berbagi. Hanya seorang lelaki berkerah yang sederhana dengan senyum manis menyeluruh sanubari.
Galan,
Begitulah aku menamai dirimu.
Maaf jika aku tetiba saja menyematkan nama lancung itu. Padahal kau memiliki nama yang indah untuk diseru. Hanya saja, aku tidak ingin orang tahu tentang sebuah rasa yang muncul begitu saja dalam benak dan emosi ku.
Seperti bunga bakung yang tumbuh saat musim semi datang, setelah musim dingin yang teramat panjang.
Menebar rasa nyaman dan memberi ruang selesa pada setiap sosok yang mencari harmoni selepas kekang.
Juga setiap frasa berirama yang terucap dari bibirmu seakan menaburkan lebu nirmala bermakna tenang.
Seperti tercipta rasa syukur bahwa dahulu, aku bisa mengenalmu, Galan.
Tak apa ya? Jika setiap pertemuan kita, aku selalu ingin menatap wajah teduh mu itu. Daya pikatmu yang sungguh memesona seakan menyadarkan ku, kini kau sudah bersama sang kekasih hati. Dimana aku tetap pada titik mengagumi sosok mu.
Iya, memang sejak pertemuan pertama kita, kau sudah membuat ku terpikat. Tapi kau tak perlu khawatir... ini bukan soal rasa yang ingin mengikat. Hanya saja, setiap kita bertemu, kau seakan bertuah dengan segala tenangnya dirimu, merangkum suasana yang kian hangat.
"Tuhan, terima kasih karena salah satu hamba-Mu ini sedang berbahagia dengan hanya mengagumi ciptaan-Mu lewat hadirnya di sini, bukan di sampingku."
Dan untuk sang kekasih hati Galan, tolong jaga Galan sampai akhir. Temani dan biarkan Galan melenyapkan diri di pelukanmu karena peras keringat yang telah dilalui Galan.
Teruntukmu Galan, akan selalu terselip doa untukmu agar bahagia dan sehat selalu..
Dariku, di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelesah Sebuah Perjalanan
PoetryTentang rasa, resah, dan kelesah yang akan dijumpai dalam setiap perjalanan. Melaluinya memang tidak mudah. Segala luka dan ragu berpadu menjadi satu. Dan segala harap yang selalu tumbuh akan daya, do'a, dan percaya.