11. Investigation

1 0 0
                                    

Suara geramnya mobil listrik menyatu dengan guntur di langit Neo Batavia, hampir seperti keduanya adalah suara yang sama. Mobil listrik melesat dengan kencang di jalan raya yang sepi. Nick duduk di dalamnya, mengamati dan mempelajari profil seorang pria dewasa usia empat puluh tahunan.

"Roger Dunn," ucap Nick.

"Itu nama target kita?" tanya Jerry yang duduk di sampingnya.

Nick menganggukkan kepalanya.

"Oh," ucap Jerry sambil memandang jendela mobil, tampak tidak begitu peduli dengan topik perbincangan mereka.

Nick dapat melihat matanya menunjukkan kebosanan, hanya dihibur oleh rintikan hujan yang jatuh ke jendela mobil itu. Selama ini, saat dia berbicara dengannya, selalu ekspresi itu yang muncul. Seakan memang dia tidak mempedulikan apa pun.

"Apa kamu tidak peduli soal kasus ini?"

"Kenapa memang?"

"Entahlah ... aku merasa seperti yang kamu pedulikan hanyalah eksekusi ghost yang nanti bisa kamu lakukan."

"Memangnya ada hal apa lagi yang harus dipedulikan? Aku akan membunuh sebanyak mungkin ghost yang bisa kutemukan ... apa kamu punya pendapat yang berbeda, Nick? Adakah ghost yang tidak ingin kamu bunuh?"

Nick terdiam sejenak, berusaha mengatur napasnya dan tiap gerakan di otot wajahnya. Dia mengumpulkan rasa percaya dirinya, dia tidak bisa menjawab pertanyaan Jerry dengan 'Tentu tidak' sementara di hatinya dia masih memikirkan tentang Layla. Perlahan, dia membiarkan anak perempuan itu hilang dari pikirannya untuk sejenak.

"Tentu tidak," ucap Nick, "aku akan mengeksekusi semua ghost yang bisa kutemui juga, Jerry."

Kedua pria itu bertukar tatapan.

"Bagus."

Mobil itu melambat di tengah hujan. Mereka telah meninggalkan jalan raya yang luas, dan sekarang mereka melalui tikungan-tikungan sempit yang gelap dan berkabut di tengah hujan. Awan gelap itu begitu tebalnya, sampai-sampai hari yang seharusnya masih siang berubah menjadi malam hari.

Daerah yang mereka lalui sekarang berbeda dari kompleks perkotaan yang mereka tinggali. Desain rumahnya kuno, dan sebagian malah masih berfondasikan kayu saja. Di pinggir-pinggir jalan, pengemis-pengemis berusaha melindungi badan mereka dari dinginnya air hujan. Orang-orang seperti ini, tidak ada yang tahu apa mereka benar-benar manusia atau bukan. Mungkin bahkan, tidak ada yang peduli.

Mobil itu berhenti.

Di luar jendela mobil, sebuah rumah gudang berbentuk persegi berdiri dengan rapuh di samping mereka. Suara derasnya tetesan hujan menggerojok atap besi dari gudang tua tersebut, dan langit yang gelap tidak memperbolehkan mereka melihat bangunan itu dengan jelas. Satu-satunya pencahayaan yang ada di sana hanyalah sebuah lentera kuning yang digantung di depan gudang, tepat di samping pintu masuk.

"Kamu yakin ini tempatnya?" tanya Jerry.

"Yep," ucap Nick, "semoga saja koordinatnya tidak salah."

Mereka keluar dari mobil, lalu segera berlari menuju ke pintu bangunan itu untuk menghindari hujan.

"Roger Dunn!" teriak Jerry sambil menggedor pintu kayu itu.

Pintu itu dibuka oleh seorang pria berbadan besar, dengan perut yang membuncit dan garis rambut yang mulai menunjukkan proses pembotakan. Rambutnya yang keriting tampak basah entah karena keringat atau air hujan.

"Kau Roger Dunn?" tanya Nick

"Iya, betul ... ada apa ya?"

Jerry segera mengeluarkan definitor dari saku seragamnya, lalu mengarahkannya ke tangan Roger. Pria itu lansung mundur akibat terkejut.

The Ghost of TomorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang