18. Empty Houses

1 0 0
                                    

Warna abu yang begitu pekat kembali menutupi pandangan kedua bola mata Nick

Ia telah menjauh dari bagian Neo Batavia yang selalu mendapatkan sinar matahari konstan, dan kini beralih menuju daerah yang gelap. Daerah tempat orang-orang bersembunyi di dalam bayangan, untuk menerkam atau justru untuk menghindari terkaman.

Masih di dalam mobil, jari-jemarinya membalikkan halaman kasar dari dokumen penelitian Professor Lydia. Matanya yang teliti menyerapi deretan huruf yang mengandung sebuah cerita, mengenai sebuah keluarga yang tak seharusnya ada. Sebuah keluarga yang dengan keberadaannya saja, telah menjadi sebuah dosa besar.

Nite Mist, seorang manusia yang mencintai seorang ghost, dan bahkan berkeluarga dengan mereka— sudah berapa lama informasi ini ada? Dan kenapa sampai sekarang publik tidak tahu tentang kasus ini?

Nick terus membaca, sambil menggenggam erat artikel ilmiah itu, seolah-olah hidup atau matinya akan ditentukan oleh jilidan kertas itu.

Seiring mobil listrik itu melesat dengan aumannya yang bergemuruh, cahaya matahari semakin tertutupi oleh awan yang gelap. Sepertinya, hari ini akan terjadi sebuah badai lagi.

Nick berhenti di depan sebuah rumah dalam barisan puluhan rumah-rumah yang identik. Rumah-rumah itu tidak dipagari, dan setiap rumah memiliki pekarangan yang terisi oleh rumput-rumput hijau dan bunga-bunga berwarna-warni.

Hanya saja, tidak ada yang tinggal di satupun rumah itu. Rumput-rumputnya tinggi menjulang, dan hampir menutupi semua pekarangan yang ada di situ. Kotak-kotak pos dan jalan setapak tidak lagi bisa menonjol dengan tenang akibat vegetasi yang bertumbuh dengan liar. Tidak ada siapa pun yang tinggal di sini, dan tidak ada yang merawat perumahan ini.

Suara-suara dari masa kecilnya mulai kembali datang menghantuinya.

"Bagaimana kabarmu, Nick?"

"Yuk main di taman, Mia!"

"Aku benci kamu, Nick!"

"Ayo masuk ke dalam rumah! Sarapan sudah siap!"

"Ayo ikutlah dengan kami, Nick!"

"Ikutlah dingin bersama kami!"

Kesadaran kembali menyentuh pikirannya. Suara-suara itu menghilang, dan dia kembali berada di depan rumah kosong itu.

Itu adalah rumah masa kecilnya. Di sinilah, dia melihat kejadian itu pertama kali terjadi, 16 tahun yang lalu. Cincin raksasa dan sayap-sayap bercahaya di langit malam yang amat gelap, dan selanjutnya; kemunculan para ghost untuk pertama kali. Sekilas, sebuah pertanyaan mengambang di pikirannya; bagaimana keadaan bisa berubah sangat cepat?

Tirai di jendela kamarnya masih tertutup, tidak berubah dari posisi terakhir dia meninggalkannya. Garis-garis polisi masih menutupi halaman depan rumah itu, membawanya kembali ke dalam kejadian masa lalunya. Kematian orang tuanya, dan adiknya sendiri— sebuah tragedi yang mengubah hidupnya selamanya. Sudah berapa tahun dia menghindari tempat ini, hanya karena ketakutan akan ingatan-ingatan itu untuk muncul kembali di benaknya, menghantuinya dan menghakimi tiap tindakannya?

Sekali lagi, suara-suara dari masa kecilnya itu kembali mengganggunyaick berusaha mengusir suara-suara itu dari pikirannya. Hentikan. Ini bukan waktunya untuk bernostalgia.

Perlahan, suara-suara itu pudar dari pikirannya, dan dia kembali menemukan dirinya sendirian di tengah pemukiman yang telah ditinggalkan. Bayang-bayang dari tiap rumah menatap dengan tajam kepada dirinya, menyatakan bahwa dia sudah tidak diterima di sini. Tidak ada siapa pun yang diterima di sini. Tempat ini sudah seharusnya dibiarkan membusuk, direklamasi kembali oleh alam liar.

The Ghost of TomorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang