13. The Path

1 0 0
                                    

"Layla ... tarik napas dalam-dalam. Tenanglah," ucap Nick tanpa membuahkan hasil apa pun. Napas anak itu masih terpenggal-penggal tanpa aturan. Tangannya mencengkeram sofanya dengan erat, kuku-kukunya berusaha menusuk ke bawah permukaan bantal yang digenggamnya.

"Tidak ... tidak. Jangan ... jangan bakar aku."

Nick mematikan televisi itu.

"Layla! Lihat aku, lihat aku." Dia memegang wajah anak itu, dan berdiri di hadapannya. "Lihat aku, Layla ... kamu aman sekarang. Orang itu sudah tidak ada di sini. Dia sudah mati," ucap Nick sambil menatap mata Layla dalam-dalam.

Kesadaran anak itu perlahan mulai meresap kembali ke dalam dirinya.

"Kamu aman di sini ... kamu aman di sini. Aku akan menjagamu, dan kamu juga akan belajar untuk menjaga dirimu sendiri. Kemarilah," ucapnya sambil merangkul anak itu.

"Kamu aman, Layla ... tenanglah. Aku akan menjagamu di sini. Sekarang, bisakah kamu menceritakan apa yang terjadi kemarin malam di kantor itu?"

Layla menceritakan semuanya; tentang makhluk mengerikan yang mengenakan wajah Tobias Kane dan membakar seisi kantor dan berusaha membunuhnya. Di tengah pekatnya api yang menyelimuti mereka, Tobias benar-benar nampak seperti iblis berkulit merah yang berlari menggapainya. Dengan cakarnya yang tajam dan matanya yang penuh amarah, dia berusaha meraihnya. Dia berusaha mencakar dan menyakitinya. Jika bukan karena rasa takutnya yang menggebu-gebu dan memaksanya berlari demi nyawanya, iblis itu pasti sudah menangkapnya dan menyiksanya di neraka sekarang.

Empat jam telah berlalu. Matahari mulai tergantikan dengan bulan, seraya cahaya-cahaya dari kota itu makin terlihat, tiap lampunya bagaikan serangga yang menyala-nyala membentuk kerumunan kunang-kunang di dalam langit malam. Sementara mobil-mobil di jalanan membuat ilusi seolah-olah mereka bukanlah puluhan mobil yang melesat dengan kencang, melainkan satu buah garis lurus tanpa jeda.

Dari jendela apartemen itu, Layla dapat melihat semuanya dengan jelas. Dari rumah lamanya, kota ini terlihat seperti kumpulan menara tinggi yang tidak bisa didaki oleh siapa pun kecuali mereka yang memiliki uang dan kekuasaan. Hanya orang-orang berambisi dan cerdik yang mampu mencapai lantai tertinggi dari tiap bangunan, dan mendeklarasikan kekuasaannya terhadap dunia itu. Dia selalu merasa kecil dibandingkan dengan orang-orang itu.

Sementara itu, dari balik jendela ini, kota ini terlihat seperti sebuah ekosistem sendiri. Orang-orang memedulikan urusan mereka masing-masing, berusaha untuk hidup di tengah peradaban yang dipenuhi oleh para penyusup di antara mereka. Peradaban tempat kaumnya telah dibabat habis oleh orang-orang yang sama yang kini sedang melindunginya.

Di ambang pintu apartemen, July dan Nick sedang berbicara setelah menyelesaikan makanan mereka dan menenangkan Layla.

"July, um ... aku mohon, jangan beritahu kepada siapapun, terutama pada orang di televisi tentang keberadaan hybrid ini. Itu bisa sangat menghancurkan semangat publik," ucap Nick.

"Baik," ujar July, "aku paham, Nick. Aku akan menjaga rahasia ini."

"Terimakasih." Nick tersenyum bahagia.

"Baiklah, Nick, Layla, aku harus pergi bekerja dulu ... terimakasih makanannya ya," ucap July sambil menyalaminy, "oh ya. Layla ... tenang saja, kamu tidak perlu kuatir. Di sini, Nick pasti akan selalu menjagamu dari hybrid itu!" July tersenyum lebar menuju anak kecil itu.

"July, terimakasih banyak sudah berkunjung ya. Kami sangat menghargainya, dan kami akan sangat senang kalau kamu mau makan lagi bersama kami," ucap Nick.

"Oh, dengan senang hati, Nick. Cukup beritahu saja, dan nanti aku akan datang kok! Jaga Layla dengan benar ya Nick," ucap July sambil melambaikan tangannya dan berjalan keluar dari ruang apartemen itu.

Namun, setelah beberapa langkah berjalan, dia kembali lagi mendekatinya, dan berbuat sesuatu yang mengejutkannya—dia mendekatkan wajahnya ke wajah Nick, lalu memberi kecupan yang manis di pipinya.

"Um ... itu sebagai tanda terimakasihku. Sampai jumpa, Nick!" ucapnya seraya meninggalkan tempat itu dengan cepat, seolah dia amat malu dengan apa yang dia perbuat.

Kalau July yang seperti itu saja malu, bayangkan bagaimana reaksi Nick. Dia hanya berdiri di sana, mematung dan memikirkan apa yang baru saja terjadi.

Itu bukan ilusi kan?

Itu bukan halusinasi kan?

Itu bukan cuma terjadi di pikirannya kan?

Dia memegang pipinya, ya, itu benar-benar terjadi. Pipinya memerah hanya dengan mengingat kejadian singkat itu.

Dengan senyuman yang lebar di wajahnya, dia menutup pintu itu dan kembali duduk di sofanya yang nyaman.

Haruskah dia memberitahu Layla apa yang baru saja terjadi?

Emosi yang bahagia itu sungguh menggebu-gebu, dia ingin berteriak, tapi di titik yang sama dia juga tidak ingin membuat suara apa pun.

Tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Seseorang mengirim pesan padanya, dan seperti biasa, itu adalah Jerry. Dia mengajak Nick untuk pergi menemui seseorang yang bisa membantu mengenai kasus hybrid yang sedang mereka hadapi.

Sial, apa lagi sekarang? Baru saja Nick mendapat momen bahagia, sekarang dia harus bertemu lagi dengan Jerry? Tidak bisakah dia menghabiskan semalaman sambil menunggu July pulang, hanya untuk mengucapkan 'Halo' sekali lagi?

Ah, sudahlah.

Nick mengambil jaket dan definitor-nya, lalu bersiap pergi menuju koordinat yang diberikan Jerry.

"Mau pergi ke mana, Nick?" ucap Layla.

"Oh, ada panggilan dari Jerry ... aku harus menemui seseorang dengannya," Nick memasukkan definitor ke dalam saku jaketnya.

"Oh ... begitu."

Nick melirik ke arah Layla, tapi dia tidak melirik balik ke arahnya. Matanya kembali terpaku ke arah pemandangan di luar jendela.

"Pemandangannya semakin indah di malam hari, kan?"

Layla menganggukkan kepalanya. Nick berjalan ke arahnya, lalu duduk sebentar di sampingnya sambil menikmati pemandangan itu.

"Hey, aku akan menangkap si peniru itu. Aku akan mendapat semua informasi yang kubisa dapat dari ghost itu, lalu kita akan mencari ayahmu. Setuju?"

Sebuah senyuman yang manis kembali terbentuk di bibir Layla, menampilkan rasa senangnya atas perhatian Nick.

"Setuju," ucapnya dengan pelan.

Nick membalas senyumannya, lalu berdiri dan berjalan ke arah pintu apartemennya.

"Nick ... apakah kamu akan membunuh hybrid itu?"

Untuk beberapa detik, keadaan menjadi hening. Itu pertanyaan yang mudah, dengan jawaban yang seharusnya sama mudahnya. Ya, tentu saja dia akan membunuhnya. Tapi, mengatakannya di depan anak kecil yang juga seorang hybrid membuat segalanya menjadi lebih rumit.

"Tentu," ucap Nick dengan suara yang tidak yakin. Dia sendiri bahkan tidak tahu lagi apa itu jawaban yang benar untuk pertanyaannya.

"Oh ...." Layla melihat lagi ke arah pemandangan itu, seolah dia tidak suka dengan jawaban yang didengarnya.

"Dia sudah membunuh dua orang, Layla. Ghost atau bukan, dia harus dihukum," ucapnya masih dengan ketidakyakinan yang tadi dirasakannya.

"Oh ... baiklah. Sampai nanti, Nick" ucap Layla.

Nick melangkahkan kakinya lagi menuju pintu apartemen.

"Sampai nanti, Layla."

The Ghost of TomorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang