Parasit

74 53 10
                                    

(science fiction)

[Selamat Membaca]

°°°

Sebuah rumah kayu sederhana bertengger gagah tidak jauh dari sungai berair jernih. Dari balik jendela kusam rumah itu, ada sesuatu yang teramat misterius, dan berbahaya. Seorang ilmuan muda yang tengah bereksperimen. Cairan-cairan aneh berwarna-warni  ditempatkan dalam tabung transparan. Tabung itu mengkilap ditimpa cahaya matahari yang menyelinap masuk melalui kisi-kisi jendela. Buku-buku tebal berserakan di atas meja. Kursi kayu tua mengeluarkan bunyi derit seriap kali hendak diduduki. Keadaan salah satu ruangan di dalam rumah kayu sederhana itu tampak kacau. Terlihat sudah lama tidak bersentuhan dengan alat kebersihan.

Suara gemerincing selalu terdengar setiap kali Aram berjalan. Sudah tiga tahun Aram bergelut dengan penelitiannya yang belum juga membuahkan hasil. Sebenarnya, bagi Aram sendiri, entah sudah berapa lama dia berada di kamar ini, dia tidak tahu . Tidak memikirkan hal lain selain eksperimennya. Jika semua usaha ini berhasil, maka Aram bisa menyelamatkan Una secepatnya. Adik kecilnya yang malang. Di samping eksperimennya, dia juga punya berbagai tugas yang harus diselesaikan. Sepasang suami istri memberinya beban itu.

Makhluk kecil itu menggeliat. Menggerakkan seluruh badan. Mata Aram terus awas memperhatikan objek penelitiannya menggunakan mikroskop. Dengan mata telanjang, mustahil bisa melihat makhluk mikro, super kecil itu. Aram kemudian mengambil sedikit cairan berwarna hijau menggunakan pipet. Dia menaruh cairan itu pada tabung mini yang sudah terisi dengan cairan lainnya. Dari tabung kecil itu, Aram mengoleskan cairannya pada permukaan lempeng tembaga tempat objek penelitiannya berada. Aram menempatkan lempeng tembaga tersebut pada meja kerja mikroskopnya. Menempelkan mata pada lensa okuler, dan mulai melihat reaksi perubahan yang terjadi.

Tidak berapa lama, makhluk mikro itu mulai menampakkan perubahan. Ia berubah dengan cepat. Perubahan yang sejak tadi Aram tunggu. Badannya mulai membengkak, bertambah besar sedikit demi sedikit. Aram menyunggingkan senyum puas. Objek penelitiannya menampakkan reaksi positif, ia mengembang, lalu perlahan mengapung di udara bagai sebuah balon, yang otomatis memudarkan kembali senyum Aram. Karena Aram tahu  yang akan terjadi selanjutnya, makhluk itu meledak di udara. Persis sebuah balon besar yang tiba-tiba tertusuk benda tajam. Bedanya, objek penelitian itu tidak mengeluarkan bunyi karena saking kecilnya.

“Huh ... Gagal lagi,” gumam Aram kecewa.

Laki-laki berusia dua puluh delapan tahun itu pun, melangkah gontai ke mejanya. Suara gemerincing terdengar nyaring. Dia duduk di kursi kayu, lalu menyambar beberapa buku di atas meja. Aram akan mulai larut dalam bacaan. Mencari tahu letak kesalahan, senyawa apa yang paling efektif untuk penelitian selanjutnya, memindai bahan, alat-alat, dan sebagainya. Seperti inilah keseharian Aram selama tiga tahun terakhir.

Gemercik air sungai masih menjadi nada khas kesejukan suasana. Sepasang suami istri sedang berdiri menatap aliran air jernih di depannya. Sungai itu menampakkan bebatuan berlumut  yang akan membuat tergelincir siapa saja yang menginjak.

“Waktunya makan.” Si istri berceletuk.

“Sungguh merepotkan. Tapi, jika tidak diberi makan akan lebih merepotkan lagi. Mereka mati dan kita harus mencari orang baru.” Suaminya menjawab santai.

Mereka berdua terdiam sesaat, lalu tersenyum. Pasangan suami istri itu, lantas menoleh ke arah rumah kayu. Tepatnya, pandangan mereka dijatuhkan pada dua bingkai kecil jendela yang bagian luarnya dilapisi kerangkeng besi. Dua jendela dari dua ruangan berbeda.

Aram adalah seorang ilmuan yang dulunya bekerja di salah satu institusi resmi lembaga pemerintah. Sementara Una, adiknya yang empat tahun lebih muda adalah seorang penjahit terkemuka di kotanya. Mereka hidup berdua tanpa orang tua yang sudah meninggal sejak lama.
Ketika Aram sedang tenggelam bersama buku-bukunya, sebuah suara datang dari dinding di sebelah Aram.

KISAHAN (kumpulan cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang