Apakah ini mimpi? Atau aku hanya halusinasi akibat kepalaku terkena benturan bola basket?
Ternyata aku tidak mimpi. Ini semua kenyataan. Leo duduk tepat dihadapannku. Dia berusaha untuk membangunkanku.
"Lo gapapa kan? Sorry ya tadi gue ga sengaja." Tanya nya kepadaku.
"Eh, gapapa kok. Gue gapapa. "Aku menjawab pertanyaan Leo.
Aku berusaha untuk bangun. Namun, kepala ku terasa berat.
"Awh..."
"Eh, lo jangan banyak gerak dulu. Lo masih sakit." Leo memegang bahuku.
Entah kenapa saat jeno memegang bahuku, jantungku berdegup kencang.
"I iya. Makasih ya udah nolongin gue. Ini udah sore, lo pulang aja. Gue bisa kok sendiri." Aku berusaha untuk membuat Leo pergi dari sini.
"Gue anter pulang ya. Kalo lo pulang sendiri, takut kenapa napa. "Ucapnya kepadaku.
"Eh, ga usah. Tar gue ngerepotin lagi." Aku berusaha untuk menolak tawaran Leo.
"Ga ngerepotin sama sekali. Gue anter pulang ya."
Leo merapikan tas kami berdua yang tergeletak begitu saja. Kemudian setelah semuanya beres, dia kembali menghampiriku.
"Lo udah mendingan belum? Kita bisa pulang sekarang? Ini udah sore."
Aku terlalu fokus memandangi wajah tampannya sehingga aku kesulitan untuk menjawab pertanyaannya.
"E.... Udah kok." Aku menjawab pertanyaan Leo.
"Yaudah, kita pulang sekarang."
Tanpa disangka, sepanjang jalan dia merangkul tubuhku dan berusaha supaya aku tidak terjatuh. Jantungku berdetak semakin cepat seperti ingin copot. Begitu pun dengan orang orang yang melihat kami berdua. Semua menatap kami dengan tatapan aneh dan heran. Aku hanya bisa menundukkan pandangan. Malu juga harus menunjukka muka ku.
Kami sudah sampai tepat di depan mobil Leo. Dia membukakkan pintu untukku. Kemudian aku duduk tepat di samping Leo.
"Rumah lo di mana?" Tanya Leo.
"Rumah gue di Jalan Mawar. "
"Ok kita berangkat sekarang."
Sepanjang jalan, kami hanya diam. Hanya suara musik yang terdengar dari mobil Leo.
Beberapa saat kemudian, mobil yang kami tumpangi sudah berada di sekitaran rumahku.
"Rumah lo yang mana?" Tanya Leo memecahkan keheningan.
"Yang diujung sana. Yang warna putih." Aku menunjuk rumahku.
"Ok."
Mobil Leo berhenti tepat di depan rumahku. Aku membuka pintu hendak keluar dari mobil.
"Makasih ya udah nganter. Lo mau mampir?"
"Iya sama sama. Sory ya gue tadi ga sengaja. Kayanya lain kali deh. Udah sore. Gue mau pulang."
"Oh yauda. Gue masuk ya."
"Lo bisa jalan sendiri kan?"
"Bisa kok."
Aku keluar dari mobil Leo dan memperhatikan mobilnya sampai benar benar hilang dari pandanganku.
Tiba tiba handphone ku berbunyi. Sepertinya ada yang menelfon. Kuliahat handphone ku. Ternyata Bintan yang menelfon. Pasti anak itu sudah mendengar berita ini. Akh, kepalaku masih pusing. Aku tak kuat mendengar ocehan Bintan.
Aku mengabaikan suara nada dering dari Handphone ku. Aku masuk ke rumah dan merebahkan badanku di atas kasur kesayanganku. Tanpa kusadari, aku tertidur pulas samapi malam hari.
"Lis, bangun!" Seseorang membangunkanku.
Ternyata yang membangunkanku adalah mamah. Sepertinya mamah sudah pulang.
"Mamah udah pulang?" Tanyaku masih setengah sadar.
"Kamu tuh kebiasaan. Kalo pulang sekolah itu ganti baju. Jangan langsung tidur. " Ujar mamahku.
"Maaf mah, tadi aku pusing banget."
"Alasan." Mamah keluar dari kamar dan membanting pintu.
Aku mulai membuka baju, dan mengganti nya dengan baju baru. Malas sekali rasanya jika harus mandi malam malam.
Aku membuka tas ku untuk melihat tugas hari ini. Namun, sepertinya ada barangku yang hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacarku Ketua OSIS
Ficção AdolescenteHidupku berubah drastis ketika aku harus mendekati ketua OSIS yang terkenal dingin bagaikan kutub. Ini semua kulakukan karena aku memenangi sebuah taruhan dengan teman temanku.