Arabella 32

7.3K 737 107
                                    

Maaf banget telat update. Aku lagi sibuk banget soalnya. Yaudah ... Happy reading 🖤
.
.
.
.
.
.

Rafael terus mengikuti langkah Via. Hingga keduanya berada tepat di depan ruangan di mana tubuh Ara kini berbaring tanpa nyawa di atas brankar. Rafael menatap nyalang ke depan, tak terasa tangan kekarnya memukul tembok yang ada di hadapannya itu. Via berbalik lalu tersenyum getir, mata keduanya bertemu mencoba melihat lebih jauh luka yang mereka rasakan saat ini.

Via kembali terisak lalu menunduk dalam. "Dia pergi, Raf! Kalian salah duga. Satu-satunya hal terbodoh yang kalian lakukan adalah dengan menolong orang yang salah. Naya itu munafik! Kebenarannya Ara yang menjadi korban dan Naya pelakunya," teriak Via lalu kembali menatap Ara. Tangannya terulur menunjuk ke arah Ara, lalu netra Rafael 'pun mengikutinya. "Lo liat Ara di sana? Sekarang apa, Raf? Semuanya udah telat. Gue benci lo! Gue benci kalian, pergi Raf! Pergi!" teriak Via sembari mendorong-dorong tubuh Rafael.

Tidak ada sedikitpun perlawanan yang dilakukan Rafael, pandangannya masih terfokus ke arah brankar di mana tubuh Ara yang sudah tak bernyawa tengah terbaring kaku. Sorot mata pria itu menyiratkan kekecewaan yang teramat dalam, tangannya terus terkepal erat. Di dalam hatinya ia terus saja meruntuki kebodohannya, namun itu semua sudah terjadi, kepergian Ara hanya bisa menyisakan penyesalan.

Rafael mengacak rambutnya frustasi. 'Gue emang nggak berguna, menjalankan tugas sekecil itu aja gue gagal! Dan sekarang ... dia udah pergi untuk selamanya!' batinnya berkata.

Sejak tadi tangisan Via tak kunjung berakhir, keadaan gadis itu sangat kacau. Seragam sekolah yang tidak lagi bisa dikatakan rapi, dengan mata yang sembab dan hidung yang memerah. Sangat-sangat berbeda dari penampilan seorang Via seperti biasanya.

"Please, Raf. Pergi! Gue nggak mau liat muka lo, dan teman-teman pembunuh lo itu lagi! Apa sebelumnya lo udah pernah dengar kata-kata ini, 'iblis bisa saja berpura-pura menjadi seorang malaikat' mungkin itu sangat cocok untuk Naya. Dan bodohnya kalian selalu memberikan simpati sama dia, tanpa mencari tau apa yang sebenarnya terjadi. Mungkin untuk lo semua, Ara bukan siapa-siapa dan nggak ada hubungannya sama kalian, tapi ... gue, gue udah anggep dia kayak saudara kandung gue. Tapi lagi-lagi kalian rebut itu dari gue, jahat!"

Rafael masih terdiam, bibirnya tak sanggup berucap walaupun hanya sepatah kata.

"Pergi, Raf! Pergi!" teriak Via sekeras mungkin. Tersirat luka yang mendalam di dalam teriakannya.

                  _|| AREBELLA ||_

"Ara, Ara, lo nggak boleh pergi! Lo harus hidup! Jangan gini, please buka mata lo!" teriak Rafael masih dengan mata terpejam. "Via gue mohon, gue mau liat Ara!" sambungnya.

"Ara ...."

Keringat dingin mulai membasahi wajah Rafael, cepat-cepat ia membuka matanya dan menelisik sekeliling untuk memastikan kejadian barusan hanyalah mimpinya saja. Jantungnya bergerak tidak karuan menandakan ia benar-benar merasa takut. Dengan napas tersengal-sengal, pria itu merubah posisinya yang tadi tertidur di kursi rumah sakit dalam ruangan Naya kini menjadi duduk.

Nathan menghentikan aktivitasnya yang sedang asik bermain handphone, netranya menatap Rafael bingung. "Ngapa lo? Kayak habis ngeliat setan aja! Ternyata kalau lo tidur nyeremin, ya, Raf. Pakai acara keringatan gitu lagi, kayaknya AC di ruangan ini masih berfungsi, deh."

Rafael tidak mengindahkan ucapan Nathan, hembusan napas lega terdengar dari mulut pria itu. Untung saja kejadian buruk tadi hanyalah mimpinya, tidak dapat ia bayangkan jika itu benar-benar terjadi. Di mana Ara telah pergi dan gagal menjalankan misinya selama ini. Rafael sangat bersyukur semuanya tidak nyata. Jika itu terjadi ... bisa dipastikan, Rey dan juga Reno pasti akan membuat semuanya menjadi lebih runyam dan lebih memperbesar apa yang menjadi tujuan mereka selama ini. "Rey mana?!" tanyanya.

The Mission  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang