.
.
.
.
.
.
.
Happy reading.
.
.
.
"Luka yang kau tinggalkan, tidak sebanding dengan bahagia yang pernah kami rasakan."
..
.
.
.
.
.
.
gadis dengan cardigan berwarna merah muda tersebut memasuki motor miliknya ke dalam bagasi rumahnya. Suara bising dari dalam rumahnya membuat ia terheran-heran, jarang sekali rumahnya bising karena dirumah itu hanya berisikan ia dan ibunya.
Felicia yang merasa ada yang tidak beres dengan cepat berlari ke dalam rumah, ia membanting pintu masuk rumahnya dengan kencang, di sana ia melihat dua orang terkasihnya sedang saling tunjuk.
Suara hentakan pintu membuat dua orang yang sedang beradu pandang tersebut tersentak.
"Felicia..." ujar mereka serempak.
"Mau apa anda kemarih?!" teriak Felicia kencang sambil berjalan perlahan ke ibunya yang terduduk di kursi roda. Ia menarik kursi roda tersebut, memberi jarak antara ia, ibunya, dan pria tersebut.
Ia memberikan tatapan bengisnya melihat wajah frustasi sang ayah, ia yakin setelah apa yang ayahnya tahu membuat dirinya merasa menjadi orang paling brengsek.
"Felicia..." Lirih sang ayah sambil menatap wajah anaknya yang memiliki garis wajah yang sama dengan dirinya.
"Apa?! Setelah anda tahu bahwa saya anak anda, anda mau apa?!" Teriak Felicia kencang sambil menangis. Membuat ibunya yang terduduk di kursi roda terisak.
"Buat apa anda kemarih? Anda pikir saya tidak tahu bahwa saya lahir karena kesalahan, hah?" lirih Felicia sambil menjatuhkan tubuhnya terduduk di samping ibundanya.
"Anda perkosa ibu saya, anda tinggalkan dia. Anda datang kembali dengan seribu janji manis yang anda ucapkan. Lalu dengan kejamnya setelah keluarga kita bahagia anda hancurkan lagi!!" Teriak Felicia sambil menutup wajahnya di dalam lututnya.
"Tidak cukup dari itu penderitaan yang anda buat, kamu membuat saya berlebel anak haram sepanjang masa tubuh kembang saya. Anda membuat saya benar-benar benci dengan pernikahan dan seorang pria." Lirih Felicia sambil menggenggam tangan ibunya.
"Lalu sekarang anda mau apa?" Lirih Felicia sambil menatap wajah ayahnya yang telah di banjiri air mata.
"Zahra, Felicia. Saya tah-hu saya tidak pantas mendapatkan maaf kalian. Saya tidak pantas anda panggil ayah, saya tidak pantas menjadi sosok contoh laki-laki bagi kalian. Saya tidak pantas atas apapun pada kalian." Lirih ayahanda Felicia sambil bersimpuh di depan anak dan mantan istrinya.
"Saya menyesal atas semua yang pernah kalian rasakan selama ini. Saya ingin meminta maaf pada kalian, terutama kamu Felicia anak perempuan saya satu-satunya. Gadis kecil saya."
"Felicia anak ku, maaf membuat mu terlahir dengan sebuah kesalahan, tapi percayalah kamu adalah karunia Tuhan yang sangat kami syukuri. Kamu tidak salah, perbuatan saya yang salah. Kamu lahir di dunia ini sangat amat memberikan kebahagiaan buat orang di sekitar mu, terutama saya dan ibumu. Kamu adalah harapan semua orang di sekitar mu."
"Felicia gadis kecilku, maaf membuat menjadi takut akan sebuah pernikahan, akan sebuah komitmen, akan sebuah hubungan. Percayalah nak, kamu akan menemukan seseorang yang membuat yakin dan percaya bahwa tidak semua pernikahan akan berakhir tragis."
"Felicia putriku tercinta, maaf atas malam-malam panjang mu yang di penuhi tangis, maaf atas air mata mu yang selalu luruh saat mengingat saya. Saya benar-benar minta maaf untuk semua yang pernah saya lakukan padamu."
"Yang perlu kamu tahu, saya sangat amat menyayangi mu. Dengan seluruh raga dan jiwa saya."
Perkataan dari orang yang bener-benar Felicia tunggu kepulangan nya setiap malam membuat mereka semua tergugu di tempat, menangis takdir yang membuat mereka seperti sekarang.
Laki-laki tersebut berusaha dengan kuat menahan tangisnya, untuk melanjutkan ucapannya pada sang mantan istri yang sekarang terduduk lemah di kursi roda.
"Zahra, wanita terbaik yang pernah saya kenal. Terimakasih atas segala maaf dan kesempatan yang pernah kamu berikan pada saya. Rasanya kata maaf tidak dapat mewakili rasa yang sakit yang kamu rasakan.
Zahra, perlu kamu tahu, rasa cinta dan sayang saya padamu dari kita awal masuk SMA sampai sekarang tidak pernah berkurang sedikit pun.""Saya titip Felicia gadis kecil kita, jaga dia sebagai mana kamu menjaga hubungan kami dulu, Felicia jaga ibu sebagaimana kamu menjaga dirimu sendiri."
"Saya pamit, selamat tinggal." Ucapnya sambil memberikan senyuman teduhnya, senyuman teduh yang selalu di rindukan mereka setiap detiknya.
Laki-laki yang memberikan seribu luka dan bahagia, tawa dan tangis tersebut meninggalkan kediaman tersebut. Meninggalkan keheningan panjang di dalam ruangan tersebut.
"Ayahhhhh!!" teriak Felicia kencang sambil berlari mengejar ayahnya.
Felicia sampai di depan teras rumahnya ia melihat ayahnya yang telah menaiki motornya. Laki-laki tersebut meninggalkan kediaman tersebut dengan senyuman dan tangis yang menyesakan dada. Ia membawa motor tersebut dengan kencang, karena ia tahu semakin lama ia di situ, semakin susah untuk dia pergi, karena ia tidak bisa berjanji jika tetap tinggal ia tidak akan memberikan luka kembali pada anak dan mantan istrinya.
"Ayahhh, jangan tinggalin Cia lagi ayahhhhh..."
"Ayahhh, Felicia mohon ayah..."
"Felicia sayang ayahh,"
"Felicia kangen ayahhh."
"Jangan tinggalin cia ayah..."
Tangis Felicia semakin kencang melihat ayahnya yang semakin tidak terlihat, matanya berkunang-kunang, kegelapan menariknya, dekapan hangat terasa merengkuhnya.
"Athar..."
***
Hai apa kabar? sorry aku Uda terlalu lama menghilang.
Aku lagi di fase benar-benar butuh waktu untuk diriku, tanpa memikirkan apapun.
Maaf jika aku terkesan menggantungkan cerita ini.
Minggu, 25 April 2021
Embunsenja6
KAMU SEDANG MEMBACA
Atharcia
Teen Fiction18+ Athar Atmaja Laki-laki dengan sikap sedingin salju dan sifat selembut sutra. Felicia putri perempuan manis dengan segala tingkahnya. ----------------------------------------------------------------- "Athar, kata bunda Nai, Athar harus jagain Cia...