Bisa di katakan hidup Anya kini jauh dari kata baik-baik saja. Kebohongan serta sandiwara yang selama ini ia mainkan akhirnya terbongkar, Anya sama sekali tidak memperkirakan ini semua akan terjadi, ia merasa sudah mengamankan rekaman cctv itu jadi tidak mungkin ada orang lain lagi yang mengatahuinya, namun dugaannya selama ini salah. Fajri dan Bara memiliki rekaman cctv itu, entah sejak kapan dan darimana mereka berdua mendapatkannya.
Sekarang hidupnya bisa di pastikan akan hancur, hanya tinggal menunggu saatnya tiba satu persatu kebahagiaan itu akan di renggut dari hidupnya. Sekarang saja orang-orang yang selalu bersikap baik padanya secara terang-terangan menunjukan kebencian pada dirinya, meninggalkannya sendiri, terlebih tadi malam Ayahnya semakin menggila menyiksanya dan menghabiskan semua uang simpanannya, membuat Anya semakin tertekan.
Anya tidak kuat menahan semua ini, ia tahu ia salah, ia kecewa pada dirinya sendiri atas perbuatan buruknya selama ini. Anya sadar ia sangat jahat karena telah memecahkan sebuah persahabatan Alana padahal selama ini gadis itu selalu baik padanya, Anya melakukan hal itu karena terpengaruh dendam ayahnya sendiri.
Sejak dulu gadis itu selalu menyimpan dendamnya untuk keluarga Alana, ia selalu berjanji pada Ayahnya jika suatu saat Anya akan membalaskan dendam itu dan membawa keluarga mereka kembali dalam kekayaan, dan sekarang ia tahu itu semua adalah kesalahan yang begitu besar.
Anya menatap pantulan dirinya di cermin. Matanya sembab, rambutnya berantakan, seragamnya juga di penuhi noda sampah yang siswa-sisiwi tadi lemparkan kepadanya, Anya masih mengingat jelas raut wajah penuh amarah serta kecewa orang-orang yang dulu selalu mendukungnya. Terlebih saat melihat Fiki, Fajri dan Zweitson yang menolongnya meski setelahnya ketiga temannya itu langsung pergi mengacuhkannya.
Anya tahu, kesalahannya begitu besar dan ia akan menerima itu mulai sekarang.
"lo jahat Nya!" tekan Anya, ia kembali menangis bukan karena apa yang ia alami sekarang tapi kekecewaan yang ia rasakan untuk dirinya sendiri.
Anya menghentikan tangisnya, tangan kanannya menghapus jejak air mata yang berada di pipinya.
"minta maaf dan pergi Nya, lo gak pantas bahkan hanya untuk sekedar berada di antara mereka."
.
.
Sesuai janji Farhan tadi pagi, cowok dengan surai ikal itu benar-benar mengabari Fenly agar membawa teman-teman Alana kerumah sakit, tidak peduli jika nanti Gilang akan emosi atau tidak. Toh ini keinginan langsung dari Alana, katanya orang sakit itu permintaannya harus di turuti agar cepat sembuh.
"Alana kapan bisa pulang?" tanya Alana ia meringis pelan, sekarang setiap ia mengeluarkan suara perutnya akan terasa perih mungkin itu karena penyakitnya. Tatapan matanya mulai redup dengan wajah pucatnya yang tak secerah dulu, namun masih terlihat cantik.
"sebentar lagi" jawab Gilang dengan lembut, kakaknya itu terfokus pada layar laptop di hadapannya mengurusi pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya selama beberapa minggu ini.
"lo pasti sembuh Lan" kata Ricky dengan lembut ia mengusap rambut Alana pelan namun detik berikutnya ia dikejutkan dengan rambut Alana yang rontok, banyak sekali.
"L-lan rambut lo rontok!" pekik Ricky dengan panik. Gilang langsung menghampiri Alana.
Alana memegangi rambutnya dan benar saja beberapa helai rambutnya langsung rontok. "ini udah sejak beberapa minggu yang lalu rambut Alana rontok terus, mungkin mengaruh dari pengobatan Alana" jawab Alana dengan tenang, seolah ujarannya itu adalah hal yang biasa. Ricky jelas-jelas dapat merasakan kesedihan dalam ujaran adik dari sahabatnya itu.
"lo pasti bisa sembuh Al, abang yakin!" kata Gilang dengan senyum di wajahnya, Alana ikut tersenyum.
"gue cuman mau pulang bang"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA
Teen FictionJika mendengar kata sahabat, pasti kalian akan berfikir mereka adalah orang orang yang selalu ada, setia dan tak pernah menyakiti bahkan menorehkan luka yang akan sulit untuk sembuh nantinya. Ya, Definisi sahabat memang seperti itu. Miris sekali, da...