END

196 37 39
                                    

Langit semakin gelap bersamaan dengan hujan yang kian menderas. Zweitson dengan sekuat tenaga berlari menghampiri gadis yang kini terbaring lemah di jalanan aspal dengan darah segar yang mengalir keluar dari bagian tubuhnya.

Beberapa saat yang lalu mereka baru saja saling berbincang, meski bukan pembicaraan yang baik. Zweitson tahu hati Anya sakit namun gadis itu berusaha menerimanya sebagai tebusan atas apa yang telah ia lakukan selama ini.  

Ketiganya sama sekali tidak menyangka mereka akan menyaksikan kecelakaan fatal yang menimpa orang yang mereka kenal bahkan mereka anggap sahabat, dulu.

Terlebih untuk Zweitson, tentunya sangat sakit melihat orang yang ia sukai kecelakaan di depan matanya sendiri. Zweitson tidak bohong rasa itu selalu ada persetan dengan amarahnya. Zweitson khawatir, ia takut sangat takut.

"ANYAAA!" Teriak Zweitson, cowok itu berlari menghampiri Anya dengan tangis yang tersamarkan rintik hujan.

Fiki dan Fajri ikut berlari mengikuti Zweitson dari belakang. Jujur mereka juga sangat terkejut atas apa yang mereka lihat, tepat di depan mereka Anya tertabrak sebuah mobil yang sedang melaju dengan cepat hingga membuat gadis itu terpental jauh dan berakhir dengan keadaan yang jauh dari kata baik.

Orang-orang yang sedang meneduh dengan cepat mengerubungi mereka berempat, melihat Anya yang terluka dengan seruan panik atau ketakutan, satu dua mencoba untuk menelpon ambulans agar korban dapat segera di selamatkan. 

Tubuh Zweitson melemas tepat di depan Anya, cowok itu ikut terduduk lalu perlahan mengangkat kepala Anya membawanya kedalam pangkuanya dengan lembut. Zweitson menangis dengan keras, ia tahu Anya masih sadarkan diri "Anya.. hiks!"

Anya tidak menjawab sama sekali, untuk bergerak pun rasanya sangat mustahil, tubuhnya tidak kuat untuk mengeluarkan reaksi apapun. Anya masih berada dalam kesadarannya, gadis itu merasa tubuhnya remuk dan sangat lemah, rasa yang begitu sakit menjalar menjamah setiap inci dari tubuhnya.

"Nya maafin gue..

Fiki menunduk dalam rasa bersalahnya, ia tahu perkataannya tadi sangat amat melukai Anya, ya mungkin apa yang ia katakan tidak setimpal dengan apa yang telah gadis itu lakukan selama ini, namun tetap saja Fiki masih memiliki hati kecil yang tergerak untuk menolong Anya.

Fajri yang berada di sebelah Fiki hanya bisa mengusap punggung temannya itu, berusaha menenangkan. Fajri tadi sudah menelpon ambulans mungkin sekarang sedang dalam perjalanan. Dalam hatinya, Fajri merapalkan do'a agar tidak terjadi sesuatu yang buruk kepada Anya.

"gue udah telpon ambulans, lo tenang Son!" tegas Fajri melihat Zweitson yang menangis seperti orang kesetanan.

"Anya.. hiks! gue mohon lo bertahan kita maafin lo kok Nya.. hiks!"

Pakaian Zweitson kini berlumuran darah, pendarahan yang di alami Anya tidak kunjung berhenti, lukanya besar dan dalam membuat akiran darah yang keluar susah untuk di hentikan.

Tak lama dari itu ambulans akhirnya tiba, dengan cepat beberapa suster memindahkan tubuh Anya keatas brangkar membawanya masuk ke dalam ambulans, Zweitson ikut menemani Anya sedangkan Fiki dan Fajri mereka berdua menunggu Fenly yang sedang menuju ketempat mereka berada sekarang.

Tuhan, semoga hal baik yang terjadi.

.

.

Dirumah sakit dengan waktu yang sama, Gilang berlari dengan cepat mengikuti dokter dan beberapa suster yang berlari di depannya, menuju kamar rawat Alana.

Gilang masih terbayang wajah kesakitan Alana, cowok itu sangat takut sekarang. Tak banyak yang bisa ia lakukan, Gilang hanya bisa berdo'a, membiarkan dokter menangani kondisi adiknya, sisanya ia serahkan semuanya pada Tuhan.

ALANA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang