Bagian IV - Memulai

11 0 0
                                    


Kami sudah sampai di rumah Ica, Ica membuka pintu nya dan kami mengucapkan salam, lalu menghampiri Ibu Ica.

"Assalamualaikum" ucap kami dan mencium tangan Ibu Ica.

"Walaikumsallam, eh ada Asha, Asha mau belajar buat gelang lagi?" tanya Ibu Ica.

"Iya Bu, apa boleh Asha belajar lagi?" tanya ku.

"Tentu boleh dong" jawab nya.

"Bu, Sha, aku mau ganti baju dulu ya" ucap Ica.

"Jangan lama - lama ya ganti baju nya, habis ini kita makan bersama"kata Ibu Ica.

Ica pun hanya mengangguk dan aku diajak Ibu Ica ke ruang tengah sambil menunggu Ica datang untuk makan bersama. Ica pun datang dengan pakaian santainya, kita mulai makan bersama.

Setelah selasai makan. Kami berbincang sebentar, lalu membereskan meja makan. Kami pun mulai belajar membuat gelang. Tentu nya diajari Ibu Ica.

Tiga jam berlalu, kami sudah selesai membuat gelang. Buatan ku lebih baik dari kemarin dan aku pun mulai terbiasa dengan cara menyimpul gelang yang menurut ku tahap paling rumit.

Semua kegiatan di rumah Ica telah selesai, aku pun berpamitan pulang.

Sesampainya di rumah aku melihat Abang  sedang ada di teras rumah. Sepertinya menungguku lagi.

"Assalamualaikum".

" walaikumsallam, kenapa Adek baru pulang?" tanya Abang.

"Iya Bang tadi aku ke asikan main sampai lupa kalo sudah sore" jawab ku.

"Lain kali jangan seperti itu ya dek, Abang takut kamu kenapa - kenapa" jelas Abang ku.

"Bukannya Abang takut kalo aku kerja? ".

"Abang minta, kalo dirumah kita gak usah bahas - bahas soal kerja lagi! " kata Abang dengan tegas.

"Maaf, Bang" jawab ku sambil menunduk.

"Yaudah, kamu sekarang masuk bersih - bersih dan ganti baju".

Selesai aku ganti baju, aku seperti tidak melihat Ibu dari tadi. Aku pun pergi ke kamar Abang untuk menanyakan Ibu.

" Abang, Ibu gak ada dirumah ya?" tanya ku kepada Abang yang tengah berbaring di atas tikar sambil membaca buku.

Oh iya, rumah kami yang sederhana itu mempunyai tiga ruang kamar, ruang tengah, dapur, dan kamar mandi. Alas yang di kamar semuanya memakai tikar. Karena, harga kasur cukup mahal bagi kami saat itu.

"Iya" jawab Abang singkat.

"Kemana?"

"Ke rumah Bu Ina antar uang hasil jualan dan sisa sayuran nya" jawab Abang yang tetap fokus membaca bukunya.

Biasanya sisa sayuran yang tidak terjual, diberi ke Ibu untuk kami makan malam atau untuk besok makan siang. Kalo sarapan, kami memang selalu makan singkong rebus, sisa jualan Abah.

Aku pun mengangguk dan menghampiri lalu duduk di sebelah Abang. Abang tetap membaca bukunya.

"Bang, upah Ibu dari berjualan sayur dapat berapa ya?" tanya ku.

Abang hanya terdiam sambil membaca bukunya.

"Kalo hasil Abah jualan singkong, kira - kira dapat uang berapa ya Bang?"

"Biaya sekolah aku sama Abang berapa ya?" tanya ku terus sambil coba memikirkan semuanya.

Abang duduk dan menutup buku yang sedang ia baca.

"Adek kenapa nanya gitu?" ucap Abang.

"Kayanya semua hasil upah Ibu dan jualan Abah gak cukup untuk biaya hidup kita, ya Bang?" tanya ku ke Abang.

Abang seperti sudah pasrah. Adek kecil yang perlahan - lahan sudah tau segala hal termasuk kondisi keluarga ini yang tidak bisa ditutup - tutupi lagi.

"Adek, kamu sepertinya sudah mengerti banyak hal" ucap Abang sambil mengusap kepalaku.

"Sekarang kamu tau kan, apa alasan Abang kerja" ucap Abang yang terlihat sedih.

"Iya Bang, ehmm kalo aku ikut bantu Ibu dan Abah boleh gak?" tanya ku hati - hati.

"Kamu mau bantu apa? kamu fokus sekolah aja, belajar yang benar" kata Abang sambil mengelus kepala ku.

"Aku mau bantu jualan, Bang".

"Adek mau jualan apa?" kata Abang lembut.

"Adek mau jualan gelang yang Adek buat sendiri".

"Memang nya Adek bisa buat gelang?" tanya Abang

"Bisa dong Bang, Adek tadi belajar sama Ibu nya Ica" jawab ku antusias.

"Abang mau liat gelang buatan aku?"

Abang mengangguk dan tersenyum.

"Tunggu sebentar ya, Bang" jawab ku sambil berdiri dan menuju ke kamar ku untuk mengambil gelang yang ku buat di rumah Ica tadi. Aku kembali lagi ke kamar Abang.

"Ini Bang, gelang buatan Adek" ucap ku sambil menunjukan gelangnya.

"Ini Bang, gelang buatan Adek" ucap ku sambil menunjukan gelangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bagus kan, Bang?"

"Iya, bagus. Pintar sekali Adek Abang ini" ucap Abang sambil sedikit mencubit pipiku.

Aku tersenyum sumringah.

"Adek mau jual gelang ini dimana?" tanya Abang.

"Adek mau jual nya di sekolah dan..." aku menghentikan ucapan.

Abang pun mengangkat alisnya dan menungguku melanjutkan ucapanku.

"Adek boleh ikut Abang ke pasar gak? Soalnya Adek mau jual gelangnya di pasar juga" tanyaku.

"Adek di pasar itu terlalu ramai orang, Abang takut kamu kenapa - kenapa" jawab Abang.

"Enggak, Bang. Adek janji selama di pasar Adek akan nurut sama Abang" ucapku membujuk Abang.

"Janji?"

"Iya Adek janji" jawab ku bersemangat.

"Tapi, Adek harus janji juga sama Abang kalo sekolah Adek gak akan berantakan gara - gara ini!".

"Iya Abang sayang, Adek janji" jelasku.

"Besok setelah pulang sekolah, anterin aku ke pasar ya Bang. Mau beli bahan - bahan untuk buat gelang" pintaku ke Abang.

"Iya, Adek cantik" ucap Abang sambil tersenyum.

________________________________

Hai selamat datang di cerita pertama kami. Terimakasih telah berkunjung.

Bagaimana kesan dan pesan part yang ini?
Abang idaman banget ya? Hehe

Nantikan terus part selanjutnya yaa. Karena part selanjutnya akan lebih seru dan haru.

Jangan lupa beri dukungan untuk kami.
Kritik, Saran dan apresiasi kami nantikan.

Terimakasih.

Salam hangat,
tulisanyman.

Humane For HumanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang