"They never know and understand about us."
...
SEORANG anak kecil berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan langkah tergesa-gesa, tak ada air mata di pipinya, raut wajahnya datar tak menampakkan kesedihan sedikitpun. Saat sudah sampai di tempat yang dituju, dia membuka pintu ruangan VVIP itu dengan kasar, pandangan semua orang yang berada di ruangan langsung tertuju pada anak kecil itu. Mereka semua terkejut saat melihat kehadiran anak kecil itu, salah satu dari mereka menghampirinya berniat membawanya pergi keluar dari ruangan.
"Lepas!" ujar anak kecil itu kasar sembari pergi ke arah seseorang yang berada di atas brankar.
"B–bunda ...." Anak kecil itu memeluk tubuh ibunya yang lemas.
"BUNDA BANGUN!" teriak anak kecil itu marah.
Seseorang menarik tangannya. "Bilqist keluar, yuk, Bunda lagi tidur, jangan diganggu," ujarnya lembut.
Bilqist menatap kakak pertamanya dengan takut. "B-bunda, Kak, Bunda udah nggak ada ...," ujarnya dengan suara bergetar.
Seseorang yang dipanggil kakak itu terlihat membuang muka seraya menghapus air matanya, dia tersenyum seraya menatap Bilqist. "Enggak, kok, Bunda cuma lagi tidur aja."
"BOHONG!"
Bilqist kembali memeluk tubuh ibunya yang dikira sudah tak bernyawa.
"BUNDA BANGUN! Apa Bunda gak sayang lagi sama Bilqist, Bilqist nakal, ya, sama Bunda sampai-sampai Bunda pergi gitu aja. Bilqist janji Bilqist nggak akan nakal lagi," lirih Bilqist seraya menahan tangis.
"B-bilqist ...," panggilnya lirih.
Bilqist tersenyum saat melihat mata ibunya terbuka. "Bunda nggak akan pergi, 'kan? Bilqist sayang Bunda."
"Iya, B-bunda s-sayang Bilqist ...," ujarnya lemah sembari tersenyum.
"Bunda harus sembuh, ya, biar kita bisa main lagi? Nanti Bilqist ajak Bunda ke tempat yang indah banget," ujar Bilqist senang.
Semua orang yang berada di ruangan menyeka air matanya, mereka tak kuasa untuk tidak menangis.
Bilqist menggenggam erat tangan ibunya yang dingin, seolah genggaman itu bisa membuat dia tidak kehilangan sang malaikatnya. "B-bilqist kalau B-bunda pergi, Bilqist jangan nakal, ya, harus patuh sama ayah dan kakek-nenek," katanya dengan lirih.
Mendengar itu Bilqist terkejut bukan main, apakah ini akhir dari hidupnya. Karena bagi Bilqist seorang ibu adalah dunianya dan jika seseorang yang paling mengerti pribadinya pergi apakah dunainya akan ikut pergi dan hancur? "B-bunda ...."
"E-enggak, S-sayang, Bunda nggak pergi," ujarnya seolah tahu kekhawatiran anaknya.
"B-bunda s-sayang Bilqist ...." Suaranya semakin lemah dan lirih namun masih terdengar, diikuti matanya yang terpejam.
"BUNDA!"
Bilqist bangun dari tidurnya saat kejadian itu lagi-lagi menghampiri mimpinya, ia segera mengambil air putih yang berada di samping tempat tidur untuk menetralkan napasnya yang memburu.
"Sial! Kenapa mimpi itu datang lagi." Bilqist mengacak-acak rambutnya kesal. Dia paling benci saat dirinya dihantui oleh kejadian dimasa lalu.
"Bilqist kamu nggak pa-pa?" Seorang pria berusia berkisar empat puluh tahunan dengan pakaian khas seorang pilot masuk ke kamar Bilqist dengan raut wajah khawatir.
Bilqist segera bangkit dari duduknya dan pergi menuju kamar mandi tanpa menjawab pertanyaan sang ayah.
"Mau sampai kapan kamu seperti ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ACATALEPSY
Teen Fiction(Revision) ACATALEPSY, "You never know the truth before you fucking suffer!" Tahun ini menjadi tahun penuh teka-teki bagi Bilqist-yang juga ternyata tahun terjawabnya semua pertanyaan yang selama ini bersarang di kepalanya. Tidak hanya bagi Bilqist...