Hari mulai berganti sore menjelang malam. Tugas matahari untuk menyinari kota sudah selesai dan akan dilanjutkan besok hari. Langit berubah menjadi warna jingga menunjukkan petang. Di dalam rumah yang nyaman itu terdapat dua orang laki-laki dan satu bayi laki-laki. Mereka sedang berada di ruang tengah.
Si pemilik rumah menunduk dalam sambil meremas kedua tangannya gusar. Pikirannya sudah kusut sedari tadi. Sepasang matanya memerah begitu juga dengan telinganya. Pemuda itu menghembuskan nafas panjang seolah pasrah dengan apa yang telah terjadi.
Di sebelahnya, Renjun juga ikut menunduk sambil mengusap lembut punggung Jeno. Sesekali ia akan mendongak guna melihat raut wajah Jeno yang sendu. Ia tidak pernah melihat Jeno semurung ini sebelumnya.
Sejak kembali dari rumah sakit untuk memeriksa keadaan teman-temannya, Jeno tidak membuka mulutnya bahkan tidak mengeluarkan sepatah katapun. Renjun yang mengerti keadaan Jeno hanya bisa duduk di sampingnya. Bersama Sungchan yang sesekali berdiri menghadap Jeno dengan kedua tangan bertumpu pada lutut sang kakak.
"Jeno, lihat aku." Ujar Renjun menarik wajah Jeno untuk menghadapnya. Pemuda bersurai keabuan itu menghela nafas panjang kemudian menyingkirkan poni Jeno yang menghalangi pandangan. Jeno ingin menunduk kembali tapi Renjun segera menahannya, "tidak. Jangan menunduk lagi, lehermu bisa sakit."
Kedua tangan lentik itu melepas kacamata Jeno dan meletakkannya atas sofa. Ia mengusap kedua kelopak mata Jeno yang terlihat lelah sebelum memasang senyum kecil. Melihat itu mau tidak mau Jeno mengulas senyum kecil juga.
"Kau harus membersihkan diri dan makan malam sebelum beristirahat. Jangan pikirkan apa yang sudsh terjadi." Ujar Renjun pelan.
"Renjun," suara Jeno terdengar sangat serak. "Aku tidak mengerti harus melakukan apa. Semuanya sudah terbakar hangus, teman-temanku menjadi korban dalam kecelakaan ini."
"Menunduk dan diam tidak berkutik tidak akan membuat semuanya kembali. Semuanya sudah terlanjur terjadi karena garis takdir. Yang harus kau lakukan adalah kembali bangkit lalu mencari solusi untuk mengatasi semuanya maka dari itu semua yang hilang pasti akan kembali lagi."
Jeno terdiam mendengarnya. Ia menatap sendu sepasang mata berbinar milik Renjun yang sialnya ikut menyendu juga. Tiba-tiba Renjun memeluk kepalanya lalu mengusap rambut bagian belakangnya. Menyalurkan kehangatan lebih ke diri Jeno.
"Aku akan selalu berada di sampingmu untuk memulai semuanya. Kita bisa menggabungkan uang tabungan dan uang investasi kita untuk membangun kafe yang baru."
"Tidak semudah itu Renjun... Kau tidak ada sangkut pautnya dengan hal ini. Aku tidak ingin mengambil sepeserpun uang tabunganmu."
"Aku mencintaimu Jeno-ya, aku sangat mencintaimu. Kau membuat hari-hariku lebih berwarna, kau juga memperlakukan diriku sebagai orang yang spesial."
Jeno tersenyum mendengarnya. Ia mendorong tubuh Renjun menjauh kemudian membingkai wajah tirus tersebut. Memberikan kecupan singkat di kening lalu ujung hidung mancung milik Renjun.
"Kita akan membangun kafe baru, Renjun. Dengan tanah atas namaku dan namamu." Jawab Jeno membuat Renjun tersenyum lebar.
"Aku yang akan menghias kafenya dengan kedua tanganku sendiri. Boleh 'kan?"
"Apapun untukmu."
"Njun....?"
Renjun dan Jeno terdiam. Mereka segera menoleh ke arah Sungchan yang berdiri sambil menatap bingung ke arah mereka. Kedua tangan anak itu tampak memegang sebuah biskuit pisang kesukaannya. Renjun terkekeh canggung, mereka sibuk membicarakan masa depan tanpa mempedulikan Sungchan. Alhasil pemuda itu meraih tubuh Sungchan untuk dipangku, disambut oleh pelukan hangat dari Jeno.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daycare Love | JenoRenjun✔️
FanficDengan malas-malasan Jeno menjemput adiknya di tempat penitipan anak. Jeno pikir hari itu akan selalu dirinya ingat sampai kapanpun karena dia melihat sesosok mirip malaikat baik hati yang nyata yaitu pengasuh dari adiknya sendiri. Malaikat itu berh...