"ah, tanganku sakit!"
"Kau baru membawa satu kaleng cat setelah mengemil banyak makanan dan kau berani mengeluh sakit, Lee Haechan?"
"Hihi, terima kasih Haechan-ah."
Renjun terkekeh geli melihat Haechan dan Jaemin sedang berdebat karena masalah sepele. Pemuda bertubuh mungil itu kembali mengecat dinding dengan warna putih gading sebagai warna dasar. Dibantu oleh teman-temannya yang sibuk menyusun kursi dan meja. Di luar sana terdapat Jeno dan Jisung yang juga mengecat bagian luar kafe. Setelah membeli toko minimalis ini, Jeno dan Renjun meminta bantuan teman-teman untuk merombak ulang toko tersebut hingga menjadi suasana yang baru atas ide dari Renjun.
Setelah dua minggu berlalu akhirnya kafe sudah siap digunakan. Di dalam buku catatan milik Renjun, terdapat banyak sekali menu-menu baru atas usulan teman-temannya. Selain itu, Renjun juga sibuk mendesain tema untuk kafe baru mereka. Untuk itu Jeno dan Renjun memutuskan untuk menginap di kafe saja.
"Jeno-ya, bagaimana dengan ini?" Tanya Renjun menunjukkan desain baru di layar tab-nya.
Jeno menoleh kemudian memandangi layar lebar tersebut, "terlihat lebih bagus dari sebelumnya."
"Desainnya tampak sederhana tapi bukankah ini unik? Kita bisa menggunakannya untuk stempel atau stiker."
Jeno tersenyum memandangi Renjun yang sibuk mengoceh. Di dalam lubuk hatinya, Jeno merasa bersalah kepada Renjun karena Renjunlah yang berperan penting dalam usaha baru mereka. Dengan begitu Renjun tidak memiliki waktu istirahat yang cukup. Di pagi hari ia akan membantu kakaknya di restoran sampai siang, lalu siang hari hingga sore ia akan bekerja di penitipan anak, lalu dari sore hingga tengah malam ia akan menghabiskan waktu untuk menuntaskan pekerjaan di kafe. Seperti melukis mural di dinding, membuat desain unik, juga menata barang-barang.
Meskipun tubuhnya bisa terbilang sangat lelah, tetapi Renjun bisa menyamankan diri dengan pekerjaan tersebut. Ia bisa membagi waktu walaupun jam istirahatnya terpaksa berkurang.
Setelah selesai mengoceh, Renjun mengusap kedua matanya perlahan lalu menguap. Ia benar-benar mengantuk dan ingin segera tidur sekarang juga. Alhasil Jeno berjalan keluar menuju mobilnya untuk mengambil kasur lipat, bantal, dan selimut yang ia bawa dari rumah. Ia meletakkan semua barang tersebut di lantai dua.
"Besok pagi semua bahan makanan dan minuman akan tiba. Kurir pengantar barangnya telah menghubungiku tadi sore." Ujar Renjun setelah mengunci pintu kafe dan juga menutup jendela dengan tirai yang sudah dipasang sebelumnya. Ia berjalan menyusul Jeno menuju lantai atas.
"Baiklah terima kasih atas infonya, Tuan Muda Huang."
"Sudah kukatakan berapa kali untuk tidak menyebutku dengan panggilan seperti itu!" Ujar Renjun tidak terima. Kedua tangannya membereskan meja berisi banyak kertas serta buku catatan itu dengan sengit.
Kekasihnya tertawa puas sambil menyiapkan tempat tidur untuk mereka berdua. Tidak lupa mematikan lampu utama dan menggantinya dengan lampu gantung yang agak remang. Akhirnya mereka pun berbaring di atas kasur lipat tersebut guna mengistirahatkan tubuh lelah mereka sebelum kembali bekerja besok.
Renjun mendekat kemudian memeluk tubuh Jeno dari samping dibalas pelukan juga olehnya. Mereka saling menyalurkan kehangatan sesekali terkekeh geli karena salah satu dari mereka sengaja mencubit area sensitif di tubuh satu sama lain. Seperti pinggang atau dada misalnya.
Tak lama kemudian keduanya mulai terlelap. Besok akan menjadi hari yang melelahkan bagi keduanya.
.
.
.
.
.- 4 bulan kemudian
"Terima kasih! Sampai jumpa!"
Haechan melambaikan tangannya kepada sepasang kekasih yang menjadi pelanggan terakhir malam ini sebelum memutar papan yang tergantung di pintu kaca tersebut menjadi 'TUTUP'. Ia menghela nafas panjang kemudian berbalik untuk menghampiri teman-temannya yang sibuk membersihkan toko. Entah itu membenahi kursi dan meja, menyapu, membersihkan kasir, membersihkan kaca, dan lain-lain.
"Jaemin-ah berhenti minum kopi atau lambungmu akan sakit." Sosok bersuara lembut itu menegur Jaemin yang sedang membersihkan mesin kopi sambil menyedot kopi hitamnya.
"Baiklah ini yang terakhir." Ujar Jaemin, Renjun mendengus sebal lalu berkacak pinggang bersiap memarahi temannya yang maniak dengan kopi tanpa gula ini.
"Kamu berkata seperti itu setiap hari dan kamu selalu bilang ini yang terakhir. Jangan membohongiku lagi, Na Jaemin!"
Jaemin terkekeh kecil, "hehe."
Setelah selesai membereskan seisi kafe entah itu lantai bawah atau lantai atas, Jaemin, Haechan, Jisung, dan satu pekerja baru bernama Minhyung memutuskan untuk pulang karena jadwal bekerja mereka telah selesai. Menyisakan Renjun dan Jeno yang melambaikan tangan kepada mereka di pintu kafe.
Jeno tersenyum simpul lalu menoleh ke arah kekasih hatinya. Begitu juga dengan Renjun yang tersenyum karena Jeno menatapnya dengan tatapan sayang. Keduanya berpelukan satu sama lain seolah menyalurkan kehangatan serta energi lebih kepada pasangannya. Jeno mengistirahatkan wajahnya di leher Renjun sesekali memberikan kecupan kecil di permukaan halus tersebut.
"Terima kasih untuk hari ini, kamu telah bekerja keras." Bisik Jeno sambil mengusap punggung kecil Renjun.
"Kamu juga, Jeno."
"Besok mau ambil cuti? Aku rasa kamu benar-benar butuh istirahat."
"Baiklah."
"Renjun...."
Renjun yang masih mengusap punggung lebar Jeno dengan kedua tangannya berdehem pelan menanggapi panggilan dari kekasihnya. Ia merasakan Jeno tersenyum di dekat lehernya, kemudian ia merasakan sebuah kecupan singkat lagi.
"Kurasa aku butuh vitamin C." Lanjut Jeno pelan, terdengar seperti berbisik.
"Kamu butuh jeruk?"
"Bukan." Jeno mendorong bahu Renjun lalu menatap kedua mata berbinar itu dalam-dalam, senyuman masih terpatri di wajah tampannya, "maksudku vitamin cium...." Ujarnya sambil memajukan bibir seperti bebek diiringi kedua mata yang terpejam. Sontak Renjun tertawa terbahak-bahak kemudian menepuk bibir Jeno supaya bergerak menjauh.
"Kamu benar-benar menggelikan! Sudahlah ayo cepat berbenah, kamu bilang kamu ingin makan malam bersamaku di luar 'kan?"
"Bagaimana jika makan malam di restoranmu?"
"Hm?" Renjun tampak menimbang untuk sesaat karena biasanya jam segini restorannya penuh pengunjung dalam artian kesempatan mereka untuk mengambil satu meja begitu minim. Selain itu Renjun juga belum menghubungi kakaknya untuk memesan satu meja terlebih dahulu.
Tapi pada akhirnya mereka pun pergi ke restoran tersebut. Jeno tampak terlihat senang, ia terus tersenyum sepanjang perjalanan membuat Renjun menaikkan satu alisnya bingung. Ada apa dengan kekasihnya yang satu ini?
.
.
.
.
.To be continue
.
.
.
.
.
- navypearl -
KAMU SEDANG MEMBACA
Daycare Love | JenoRenjun✔️
FanfictionDengan malas-malasan Jeno menjemput adiknya di tempat penitipan anak. Jeno pikir hari itu akan selalu dirinya ingat sampai kapanpun karena dia melihat sesosok mirip malaikat baik hati yang nyata yaitu pengasuh dari adiknya sendiri. Malaikat itu berh...