7

2.7K 331 36
                                    

Selamat Membaca...
.
.
.

Hari ini ada yang Hinata lihat berbeda dari Shion. Teman barunya itu terlihat lebih diam dari biasanya. Hinata ingin bertanya namun ia masih takut jika menganggu privasi dari Shion. Mereka sedang duduk di belakang sekolah, tempat biasa Hinata makan siang. Kursi yang berada dibawah pohon nan rindang itu menyajikan kesejukan yang diberikan sang angin dengan tulus. Rambut indigo panjang yang terurai itu melambai layaknya menggapai sang angin agar kembali menerpanya. Menatap Shion dengan pandangan khawatirnya, wajah cemas langsung terukir disana saat pikirannya seakan menerka mungkin saja Shion mengalami kesulitan.

"Maaf, Shion... Kau ada masalah?" Akhirnya Hinata memberanikan diri bertanya pada Shion. Gadis dengan surai pirang pucat itu menoleh kepada Hinata yang duduk disebelahnya, tatapannya fokus pada wanita yang dicintai Naruto. Tentu saja Shion tau, Minato menceritakan semuanya sebelum ia meminta bantuan pada Shion. Awalnya mendekati Hinata adalah misi dari Minato akan tetapi setelah dekat, ia jadi nyaman dengan Hinata. Wanita ini baik, baik sekali bagi Shion. Tidak seperti kawan-kawannya di Ame dulu yang hanya berteman dengannya karena ia adalah anak bangsawan.

Hinata, aku takut jika paman Minato melakukan hal buruk padamu. Aku juga tidak bisa memberitahu hal ini pada Naruto.

"Ah... Aku hanya rindu kedua orang tuaku." Ujar Shion berbohong pada Hinata. Shion dengan jelas melihat wajah Hinata yang berubah dari cemas ke sendu.

"Pasti kau merasa sangat bersedih sekarang." Ucap Hinata lembut. Jika Shion seorang pria, ia juga pasti akan jatuh cinta pada Hinata. Wanita lembut, baik hati dan tentunya pekerja keras.

"Hemm, aku sangat sedih." Balas Shion. Hinata menggenggam tangan Shion bermaksud menguatkan Shion.

"Bagaimana kalau akhir pekan ini kita ke Ame. Aku dan Hanabi akan menemanimu ke makam orang tuamu. Aku dan Hanabi biasanya melakukan hal itu jika rindu dengan Ayah dan Ibu kami." Ujar Hinata panjang, menimbulkan senyum indah dibibir Shion. Gadis itu memutar tubuhnya agar menghadap Hinata.

"Pelukkk..." Pinta Shion dengan manja pada Hinata. Tentu saja Hinata mengabulkan permintaan Shion dengan senang hati sembari terkekeh. Mereka berpelukkan. Shion memeluk Hinata erat, sungguh ia takut sesuatu yang buruk menimpa pada Hinata.

Hinata, aku harus bagaimana agar bisa menjauhkanmu dari Naruto. Semoga saja, kau tidak mempunyai perasaan terhadapnya. Aku hanya takut kau terluka.

Shion mendongak keatas saat air matanya menerobos ingin keluar. Tidak, Hinata tidak boleh tau ia menangis. Shion yakin, Hinata akan ikut bersedih jika ia bersedih.

🌾🌾🌾

Naruto menemui Kakashi, asisten atau bisa juga disebut dengan orang kepercayaan Minato. Selain menjadi kepala sekolah, Kakashi juga bekerja di Namikaze crop. Berfikir jalan keluar yang harus ia tempuh untuk bisa bersama dengan Hinata belum ia tentukan. Menemui asisten Ayahnya itu dan menceritakan semuanya pada Beliau agar bisa menemui jalan keluar yang tepat. Kakashi orang yang tepat untuk berkeluh kesah. Pria bermasker itu sangat bisa dipercaya.

"Paman... Jadi apa yang harus aku lakukan?" Tanya Naruto pada Kakashi sesaat setelah menceritakan semuanya pada Kakashi.

"Hanya ada satu cara." Jawab Kakashi

"..."

"Kau harus keluar dari keluarga Namikaze." Naruto terdiam, ia juga berfikiran seperti itu sebenarnya, "lalu memakai marga Nenek dari pihak Ibu."

Alis Naruto menyatu, "Uzumaki?" Kakashi mengangguk.

"Lalu?"

"Kuliah dan membangun perusahaanmu sendiri. Aku tau kau sangat berbakat dibidang bisnis Naruto. Minato-sama, tidak akan melepaskanmu dengan mudah, karena ia tau, kau lebih mumpuni untuk memimpin perusahaan Namikaze crop dari pada Menma." Jelas Kakashi dengan serius. Kakashi sangat tau bagaimana ambisi Minato agar Naruto yang mengambil alih kepemimpinan Namikaze crop setelah dirinya.

"Paman, setelah aku keluar dari keluarga Namikaze, aku berniat untuk bekerja. Dan untuk kuliah, aku rasa sulit, tidak ada biaya."

"Kau bodoh. Kau bisa cari beasiswa kuliah diluar negeri. Otakmu pandai bahkan jenius Naruto. Sembari kuliah, kau bisa memulai membangun bisnismu disana. Setelah sukses nanti kau kembali dan menikah dengan Hinata. Buktikan dulu pada Minato-sama jika kau mampu tanpa harta dari Namikaze." Mendengar ucapan Kakashi membuat harapan baru bagi Naruto. Namun, juga menimbulkan sesak dihatinya saat ia harus berjauhan dengan Hinata.

"Kau bisa ajak Hinata juga." Ucapan Kakashi itu membuat Naruto menatap Kakashi dengan pandangan bertanya.

"Hinata siswiku yang berprestasi, kurasa mudah saja untuk dirinya mendapatkan beasiswa kuliah full diluar negeri."

"Tidak bisa."

"Hemmm?"

"Hinata pasti tidak akan mengambil beasiswa diluar Negeri, ia pasti akan memilih disini karena adiknya akan sendirian jika ia kuliah keluar negeri."

"Oh... Hinata mempunyai adik?" Naruto mengangguk. Kakashi menatap Naruto dengan senyum yang tersembunyi dibalik maskernya. "Naruto, aku suka kau yang seperti ini. Tidak seperti kau yang selalu menjawab singkat. Apa ini karena menyangkut Hinata? Wajahmu juga tidak sedatar biasanya. Wahhh, cinta memang hebat." Goda Kakashi pada Naruto. Namun ia jujur berkata senang saat Naruto banyak bicara. Aura dingin Naruto sedikit menghilang.

Naruto terkekeh mendengar godaan Kakashi. Pria kuning itu berdiri, "Paman benar, ini semua karena cinta. Aku, telah jatuh terlalu dalam pada pesona Hinata." Jawaban Naruto membuat Kakashi takjub, bukan...bukan jawaban Naruto lebih tepatnya kekehan yang keluar dari Naruto yang bahkan baru pertama kali Kakashi melihatnya. Kakashi kira, Naruto akan marah jika ia menggodanya ternyata ia salah besar.

"Aku permisi dulu paman." Melihat Kakashi yang masih membeku, Naruto kembali terkekeh seraya berlalu meninggalkan ruang kepala sekolah.

"Wajahmu jelek sekali Paman." Sambung Naruto sebelum memutar knop pintu.

"Dasar rubah...!" Pekik Kakashi tidak terima dikatai jelek oleh siswanya.

Berjalan sembari memikirkan masukan dari Kakashi tadi, apa dirinya harus melakukan sesuai saran dari Kakashi? Sebenarnya tidak ada efek yang buruk jika dirinya melakukan semua seperti yang disarankan tadi hanya saja, berjauhan dengan Hinata itulah yang menjadi beban tersendiri baginya.

"Hah, merepotkan." Gerutu Naruto pada dirinya sendiri.

🌾🌾🌾

"Tidak... Ini pasti salah...!" Tubuh wanita itu merusut kebawah, bahunya bergetar tanda ia menangis. Jari telunjuk serta ibu jari kanannya masih setia saling mengapit sebuah benda pipih. Garis dua itu, meluruhkan tubuh Hinata ke lantai dingin kamar mandinya. Getar badannya serta tangis pilu yang tertahan membuktikan betapa kenyataan ini begitu memukul telak dirinya.

"Hiks..." Suaranya seakan menghilang, yang ada hanya tangis tertahan yang pilu.

"Mengapa aku ceroboh sekali." Wanita itu memukuli kepalanya dengan tangan, mengabaikan rasa sakit serta pening yang mulai menerpanya.

"Hiks...aku harus bagaimana?" Ujar Hinata putus asa, suaranya hampir tak terdengar saat mengatakan itu.

Hinata memegangi perutnya, tidak meremat atau mengelusnya. Wanita dengan kulit seputih susu itu hanya menempelkan saja telapak tangannya. "Aku harus apa?" Lagi, Hinata bertanya entah pada siapa. Tangis itu semakin terdengar memilukan, menenggelamkan surainya pada lipatan tangannya.

"Kau bukan kesalahan, tapi ini semua salah hiks... Jika dia tau, semua pasti akan bertambah rumit." Ucap Hinata lirih dengan mengelus permukaan perutnnya.

"Dia pasti membunuhmu."

.
.
.

Ayo segera baca, nanti jam 10 malam story ini aku tarik...

Kek ada yang merasa kehilangan aja🤣🤣🤣

Bersambung...
.
.
.
Arigatou Gozaimasu...

LOVE DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang