Pagi itu, selepas Sasa jogging keliling kompleks ia mampir di tukang bubur dekat taman kompleks langganannya. Entah kenapa hari ini Sasa sangat malas memasak sendiri. Mungkin akibat lebih dari sebulan kemarin ia memasak dalam porsi banyak untuk seluruh posko.
"Neng, kamana wae kamari? Lagi ada operasinya?" kata Mang Maman, penjual bubur langganan Sasa.
Sasa yang ditanya, dengan semangat mulai menceritakan kegiatannya kemarin, sampai lebih dari sebulan menghilang dari peradaban. "Gitu mang, jadi kemarin saya tuh dari operasi banjir itu langsung lanjut ikut operasi longsor. Gak pake cuti mang! Makanya sekarang atasan kasih cuti tiga hari mang. Lumayan lah buat mewaraskan otak. Hehehe."
"Oh gitu neng. Pantesan si eneng teh jadi iteman sekarang."
"Yah gimana enggak item mang kalo tiap hari papanasan?" Sasa menanggapi sambil mulutnya asik mengemili kerupuk di toples.
"Oh ya neng, si Ibu Diana yang tinggal di sebelah rumah Neng Sasa sudah pindah loh. Tau kan?" Mang Maman bertanya sambil menyerahkan mangkuk bubur pesanan Sasa.
Sasa yang hendak menyendok buburnya lantas cemberut, "Ih si emang mah jangan diingetin atuh. Kan Saya jadi sedih ini mang! Mana kemarin enggak sempet pamitan langsung gara-gara masih operasi lagi."
"Ngomong-ngomong Mang Maman udah pernah ketemu orang baru yang tinggal di rumah Bu Diana belom?" Tanya Sasa yang kini menambahkan sambal pada buburnya.
Mang Maman menatap Sasa, "Lah memangnya sudah ada yang menempati neng? Orang rumahnya sepi terus kok. Gak kelihatan ada penghuninya."
Sasa mengerutkan kening, "Masa gak ada yang nempatin sih mang? Kemarin Bu Diana bilang sama saya katanya keponakannya mau langsung nempatin."
"Waduh kalau gitu mamang mah gak tahu menahu atuh neng. Sok weh dicobian langsung ke rumahnya." Mang Maman menampilkan raut bingung.
Memang sih rencananya Sasa mau mengunjungi rumah Bu Diana sepulang ia jogging. Menyapa tetangga barunya itu, sambil mengambil kucing yang ia titipkan. Tapi kini setelah Mang Maman bilang kalau ia tak pernah melihat seonggok manusia yang menempati rumah Bu Dinan, Sasa jadi ragu. Apa memang keponakannya belum datang ya? Kalau begitu, bagaimana nasib kucingnya?
---
Pada akhrinya, disinilah Sasa berada. Berdiri mematung mengagumi keindahan makhluk cantik di depannya yang kali itu memakai kaos hitam kontras dengan kulit pucatnya. Rambut panjangnya yang pirang sedikit menutupi mata birunya. Sungguh cantik sekali pria di depannya. Iya, dia pria. Atau mungkin kalau wanitapun ia akan menjadi wanita dengan dada paling datar di seantero negeri. Bahkan lebih datar dari milik Sasa yang tidak seberapa.
Setelah beberapa detik berlalu, keduanya masih belum saling berbicara. Leo tidak tahu harus berbicara apa, sebelumnya dia sama sekali tidak pernah berbiara dengan wanita selain keluarganya. Tunggu, manusia di depannya ini wanita kan? Walau penampilannya sedikit manly, tapi Leo masih bisa melihat sedikit gurat halus khas wanita pada wajahnya. Ah, juga sedikit tonjolan pada dadanya. Itupun kalau ia tidak salah melihat.
Sasa sendiri bingung bagaimana harus berbicara dengan bule di depannya ini. Masalahnya ia tidak pandai berbahasa Inggris! Ia sedari tadi sedang sibuk mengingat-ingat pelajaran Pak Joko, guru Bahasa Inggrisnya sewaktu SMA.
Sasa mencoba tersenyum, "Ah.. Eem.. How are you? Hehe"
Leo yang ditanya tidak menjawab. Ia hanya mengerutkan kening heran. Dan memasang wajah datarnya.
Tak mendapatkan tanggapan, Sasa tidak putus asa. Ia kembali mengajak bule ini berbicara. "Anu, My name is Sasa. Emm.. your.. anu." Sasa menunjuk-nunjuk rumah sebelah. Berharap bule ini mengerti kalau dia adalah tetangga sebelah rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
UP STREAM
ChickLitMasayu gadis yang punya profesi sebagai anggota SAR alias search and rescue, lebih sering berada di lapangan dari pada di rumah. Padahal ia mempunyai seekor kucing oren nakal yang perlu diurus dan diberi makan setiap hari. Untungnya, ia memiliki tet...