Bab 2

3 0 0
                                    

Sudah satu minggu Kota Kembang ini terus diguyur hujan deras. Bahkan yang terparah, hujan es turun dua hari yang lalu. Padahal sudah lama sekali tidak ada fenomena tersebut.

Kalau cuaca sedang tidak bersahabat sepert ini, sudah pasti banjir dan longsor terjadi dimana-mana. Hal ini juga yang membuat Sasa ‘berkemah’ di posko banjir yang terletak di bagian barat Bandung.

Sebenarnya daerah ini dari tahun ke tahun selalu menjadi langganan banjir. Tetapi agak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, tahun ini dampaknya sangat parah. Akibat dari siklon yang dibawa dari selatan Laut Jawa dan menghasilkan badai yang hampir tidak berhenti selama empat hari terakhir.

Operasi kali ini, Sasa mengurusi bagian logistik di posko utama. Ia dan beberapa rekannya sejak tadi tak berhenti menghitung dan mengkoordinir kebutuhan di lapangan seperti bahan makanan, obat-obatan, dan pakaian.

Sudah puluhan dus rasanya yang sedari tadi Sasa angkut hingga tangan dan punggungnya mulai terasa mati rasa. Belum lagi semua logistik tersebut harus di data. So, kalau ada yang bilang tugas di posko lebih ringan dari di lapangan, kiss my ass

Selesai mendata dus terakhir, Sasa meregangkan tubuhnya yang sudah sekaku kanebo kering. Tak berapa lama, Kale datang sambil membawa dua mug yang berisi kopi. Satu untuk dirinya dan satu untuk Sasa.

Kale sendiri mengurusi masalah komunikasi. Tugasnya tak jauh-jauh dari pesawat telepon dan radio komunikasi. Ia akan menerima laporan yang disampaikan SRU di lapangan setiap interval waktu tertentu, mencatatnya, dan kemudian meneruskannya lagi pada SMC (SAR Mission Coordinator).

“Lumayan banyak juga donasinya ya.” Ucap kale merujuk pada berdus-dus logistik dihadapannya.

“Iya nih bang, malah tadi katanya Genta mau ada yang ngedrop barang lagi.” Sasa meringis sambil membayangkan kalau tugasnya hari itu masih jauh dari kata selesai.

“Semangat ya Sa.” Kale tersenyum manis sambil mengacak rambut berpotongan pendek milik Sasa.

Cowok jangkung itu kemudian beranjak pergi. Balik ke mejanya siap kembali berkutat dengan segala alat komunikasi.

Kale ini bisa dibilang pangerannya satu kantor. Tampangnya sebelas dua belas sama Jefri Nichol versi lebih tan dan berisi. Berisi otot maksudnya. Seakan dianugerahi ketampanan di atas rata-rata saja tidak cukup, ia juga terkenal sebagai laki-laki paling sopan dan ramah. Sehingga jangan heran kalau si Jefri KW ini berstatus cowok milik bersama. Boleh dilirik, tapi jangan dipegang. Apalagi dicium!

---

Sudah hampir dua minggu Sasa di lapangan. Menginap di posko ditemani nyamuk, celotehan anggota berbagai komunitas yang turun ke lapangan, dan kalau tidak capek genjrengan gitar dari para seniornya. Banjir sendiri sudah sepenuhnya surut. Tinggal menyisakan lumpur di jalan dan rumah-rumah warga. Rencananya setelah membantu warga membersihkan lumpur, besok operasi akan di akhiri.

“Sa, gue ada kabar baik dan kabar buruk. Lo mau denger yang mana duluan?” Damar yang baru kembali dari sesi menelepon segera duduk di samping Sasa.

Sasa tidak langsung menjawab. Ia mengangsurkan Djarum Super sekaligus lighternya pada Damar.

“Tau aja lo, hehe.” Ujar Damar cengengesan sambil mengambil sebatang.

“Kabar baik dulu bang.” Sasa juga mengambil sebatang dan langsung ikutan fogging seperti Damar.

“Besok kita langsung balik. Pagi-pagi. Gak pake bantu bersihin lumpur.” Damar menghisap rokok dijarinya.

“Serius bang? Wah ini sih bener-bener kabar gembira, untuk kita semua..” Kata Sasa dengan nada mengikuti iklan kulit manggis.

“Kabar buruknya, kita pindah lokasi. Barusan longsor di Pangalengan, dua desa kena.” Kali ini Damar menghisap rokoknya dengan berat, mengasihani dirinya sendiri.

UP STREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang