Kejutan Manis

26 3 4
                                        

Keputusan yang mutlak telah memenuhi isi kepala Sarah saat ini. Demi kelangsungan nasibnya dan demi kelangsungan nasib dari koleksi poster sunrisenya ia terpaksa menuruti permintaan Tristan. Ia hanya bingung akan kemana dirinya ketika telah berhasil lepas dari pelukan hangat kasur tercintanya.

Namun sebelum itu biarlah Sarah merasakan nikmatnya pagi hari ini dengan bersetubuh manja di atas permukaan singgasana terlembutnya. Ia juga tak akan langsung meluncur menghilangkan dirinya dari kasur mengingat bahwa Tristan baru akan pulang saat senja menurunkan tirai kemuningnya.

Saat itu lah baru Sarah akan melakukan eksekusi akan kemampuan teleportasinya.

Menginjak waktu yang semakin lama semakin menenggelamkan mentari pujaannya, Sarah telah bersiap-siap. Bersiap akan menjejaki kembali kakinya yang beralaskan sandal pada kecaman dunia luar. Bersiap akan kemungkinan terburuk yang dapat terjadi pada dirinya. Hanya dengan sebuah celana jogging dan hoodie abu-abunya serta topi hitam yang menutupi surai terkuncirnya ia berjalan menuruni anak tangga rusunnya.

Sarah hanya fokus terhadap setiap bidak keramik dari lantai tangga yang ia turuni. Namun ekor matanya seakan masih bisa menangkap tatapan dari banyaknya pasang netra yang mengintimidasi. Seperti apa yang dikatakan sebelumnya bahwa Sarah telah siap.

Apa pun yang akan dilakukan dari setiap pasang netra itu terhadap dirinya, Sarah telah siap.

Siap bukan berarti akan membalas tatapan intimidasi itu. Sarah hanya menyiapkan mental agar kuat untuk menahan dan secepat mungkin ia harus menghindar dari seramnya netra-netra itu.

Akhirnya Sarah berhasil mencapai dasar rusun dan segera berlari ke arah parkiran untuk mengambil sepeda lamanya. Memastikan adanya gas yang cukup pada ruang lingkaran karet hitam. Menaikkan jangkar pengunci dan meluncur bebas keluar dari kawasan pembuat pening kepala.

Sore itu masih menampakkan secercah cahaya mentari serta banyaknya angin yang berlalu-lalang menerpa setiap pengendara. Rasanya sudah cukup lama Sarah tidak merasakan segarnya dunia luar. Terlebih ia tidak berjalan kaki melainkan mengendarai sepeda yang sudah sangat jelas akan terkena terpaan semilir angin.

Awalnya Sarah hanya berniat untuk berkeliling kawasan rusun saja sampai Tristan pulang kerja. Namun entah angin apa yang menerpanya tadi ia kini telah sampai di kawasan Pasar Tanah Abang. Mungkin karena rusunnya itu sangat dekat dengan pasar jadi ia merasa seperti kebablasan.

Karena nasi sudah menjadi bubur, Sarah meneruskan perjalanan sorenya untuk mengeksplorasi penghuni dari pasar yang baru saja ia masuki.

Mindset Sarah terkait pasar sangatlah umum. Ia hanya mengira bahwa pasar merupakan tempat di mana seseorang dapat melakukan transaksi jual beli barang. Seperti pakaian, perabotan rumah tangga hingga makanan. Namun kenyataannya sangat berbeda dari apa yang dipikirkan Sarah.

Jalanan yang saat ini Sarah lalui dengan sepedanya lebih banyak menjajakan sebuah challenge tradisional berbuah hadiah. Semacam lotre namun permainannya tidak hanya berupa cabutan melainkan jenis permainan lainnya—tergantung kreativitas dari sang penjual.

Dari sekian banyaknnya jenis permainan, mata Sarah kini mulai tertuju pada satu lapak. Bukan karena jenis permainannya yang menarik perhatian Sarah, tapi dari sekian banyak lapak hanya lapak ini yang menghadirkan hadiah misterius. Hadiah dengan tertutup rapatnya oleh kotak cokelat yang diberikan simbol 'tanda tanya' pada bagian depan kotaknya.

Sarah menghentikan sepedanya, menariknya menuju lapak lesehan tersebut dan memarkirkan tepat di depannya.

Lapak itu tidak banyak dikelilingi oleh orang-orang. Hanya ada beberapa yang sedang bermain dan beberapa lainnya cuma melihat saja karena penasaran. Ternyata hadiahnya bukan hanya kotak misterius itu saja. Lapak ini juga memberikan hadiah berupa jejeran ponsel dengan merek yang berbeda-beda. Mulai dari ponsel android hingga iphone menjadi taruhannya bagi setiap pemenang.

Arunika KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang