Semua tentang Sarah dan kecintaannya pada Sunrise sampai-sampai ia membuat kutipannya sendiri yaitu,
❝Let's make an our sunrise together❞
-
Karena kecintaannya dengan sunrise ia sangat ingin menikmati matahari terbit di salah satu tempat pencipta su...
Pemandangan sunrise di tanah kelahirannya pagi ini merupakan yang terakhir bagi sarah. Ya, dirinya akan berkelana ke negeri orang dalam kurun waktu sepuluh hari dan mulai menggantikan sunrise ini dengan sunrise yang ada di sana. Walau ia akan melihat sebuah pemandangan sunrise yang luar biasa, namun sunrise di balkon rusunnya takkan pernah terganti dan pindah dari tempat istimewa di hatinya.
Tidak berlangsung lama dirinya bermanja-manja dengan sunrise di kursi rotan karena ia harus segera check-in ke bandara pada pukul 10.00 nanti. Ia benar-benar harus bergegas dari sekarang.
Oh iya, selepas pemberian izin dari sang ibunda, Sarah tidak membuang-buang waktunya untuk mempersiapkan apa saja yang belum dipersiapkan. Ini merupakan perjalanan internasional pertama Sarah dan ia tidak ingin ada salah satu kesiapannya yang miss. Oleh karena itu ia membawa serta Tristan untuk membantunya mengurangi keruwetan yang terjadi.
Seperti menemaninya membuat passport, melalukan pengawalan dalam pembentukan visa—Sarah memilih visa reguler—, semua Tristan lakukan dengan berlapang hati walau jantung, nadi dan aliran darah masih belum bisa sejalan. Keduanya tidak memakan waktu lama untuk mengurusi hal-hal kecil namun sangat penting itu. Mereka hanya butuh beberapa hari saja dan tidak sampai seminggu.
Masalah keuangan yang menjadi titik utama perdebatan tempo hari lalu kini hanya bayangan semu belaka. Ucapan Sarah yang tak membutuhkan uang Tristan dan ibunya seakan hanya sebuah obat penenang dikala demam memuncak. Realitanya mereka berdua menggabungkan sebagian besar dari penghasilan mereka demi untuk menjaga lambung Sarah tetap bersinar di sana. Semua sudah diubah menjadi dollar Amerika bersamaan dengan kedua hal sebelumnya.
Tidak banyak perlengkapan yang Sarah bawa untuk bertahan hidup di sana. Hanya beberapa pakaian ganti, ponsel, alat mandi, make up dan kamera kodak yang ia kalungkan di lehernya. Semua perlengkapan itu—selain kamera dan ponsel—telah tersimpan di dalam tas. Iya, ia tidak menggunakan koper melainkan tas ransel gunung milik Tristan.
Bersama dengan balutan style favoritnya—topi hitam, celana jeans hitam, kaus logo dengan luaran kemeja kotak-kotak serta sepatu kets putihnya—ia kini telah menginjakkan kakinya pada stasiun dekat dengan rusunnya.
Stasiun BNI City.
Satu-satunya kereta yang mengantar langsung para wisatawan menuju salah satu bandara internasional di Jakarta—bandara Soekarno-Hatta.
Rasanya akan menjadi perjalanan yang sangat membosankan jika harus menggunakan kendaraan sewaan dan ia lebih memilih untuk menaiki kereta bandara. Tidak hanya memiliki suasana yang berbeda, biaya yang dikeluarkannya pun juga berbeda. Jika kau hanya mengelurakan kocek sebesar 70.000 untuk melakukan satu kali perjalanan kereta bandara, mungkin kau akan mengeluarkan dua kali lipatnya untuk menyewa sebuah mobil menuju ke sana.
Tentunya Sarah tidak seboros itu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.