Sunrise Di Tanah Kelahiran

49 4 0
                                    

Apa yang lebih nikmat dari sebuah terbitnya mentari dengan semburan udara pagi yang dingin dan menusuk?

Terlebih lagi semburan dan cahyanya itu menampilkan kemegahan tubuhnya pada sebuah negeri yang kaya akan alamiah dan rimbunnnya pesona warna dominasi kehijauan. Sungguh takkan teralihkan oleh apa pun sebuah arunika Indonesia dengan seluruh titik-titik mahakarya natural dari sang pencipta.

Ada seseorang yang sangat bersyukur akan keindahan mentari terbit di tanah kelahirannya. Menjadikannya sebuah rutinitas wajib untuk sekadar memandangi warna kuning keemasan yang senantiasa membagikan warna mewahnya itu ke seluruh penjuru dunia. Bahkan hanya dengan bermodalkan sebuah kursi rotan, seseorang tersebut sudah dapat merasakan hangatnya sentuhan lembut dari sang mentari secara keseluruhan.

No matter what some people say
No matter what some people hate
No matter what the things that make you sick
Just keep it up

Bersama alunan musik yang seseorang itu putar berulang kali, ia meresapi setiap sorotan cahaya langit yang menusuk sanubarinya hingga tak terlihat kesan bosan hinggap pada pendengarannya.

Song of the day

Ya, lagu itu merupakan lagu andalannya kala menikmati sunrise yang hadir di atap rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ya, lagu itu merupakan lagu andalannya kala menikmati sunrise yang hadir di atap rumahnya.

Tidak hanya nadanya saja yang menenangkan, namun setiap lirik yang disajikan penuh dengan makna hidup. Setidaknya makna hidup yang ada di lirik tersebut lumayan sejalan dengan alur kehidupannya jua.

Seperti, kau akan sakit sendiri jika terlalu memikirkan ucapan orang lain yang memojokkanmu untuk menjadi apa yang seharusnya kebanyakan orang menjadi.

Ada juga lirik yang berbunyi :

Why is my life so dark?
Why always makes me hard?

Sepertinya lirik ini merupakan dirinya. Dia begitu lama menjalani gelapnya kehidupan dan kerasnya takdir yang mengiris tipis setiap tarikan serta hembusan napasnya. Namun lagi-lagi lagu itu mengingatkannya untuk terus mempertahankan dirinya serta ciri khasnya.

Tidak peduli seberapa keras takdir membenturkan palunya terhadap tulang punggungmu dan seberapa gelap hidup menghalangi pandanganmu. Tetap pertahankan dirimu dan lakukan yang terbaik versimu. Jangan dengarkan olokan orang lain karena setiap orang memiliki waktunya sendiri untuk bergerak.

Bersama hangatnya cerutu dengan merek kesukaannya, ia menyesapi sedikit demi sedikit aroma khas tembakau dari benda mini itu. Melewati celah lubang di hidung serta mulutnya dan diakhiri dengan hembusan yang tekanannya membuat asapnya terbang beraturan. Ada pula sedikit asap yang berbalik arah menuju tenggorokan tapi tak membuatnya terbatuk akan kepulannya.

Sungguh perokok sejati.

Sebentar lagi sunrise kesukaannya itu akan muncul. Dari balik balkon rumah susunnya dan dari atas kursi rotan yang ia duduki itu dengan sabarnya ia menunggu seraya menggocek batang cerutunya yang seakan tak habis-habis.

Baru nampak warna kuning keemasannya saja sudah membuat hatinya terguncang ingin merasakan yang lebih. Tidak perlu waktu lama akhirnya kemuning itu berubah menjadi arunika yang cantik dan menghangatkan. Perlahan namun pasti ia mengambil ponsel untuk menangkap gambar dari sang arunika tersebut.

Menurutnya fenomena arunika yang ia lihat setiap harinya sangat berbeda-beda. Entah itu terlihat dari bentuk mentarinya, letak terbitnya hingga pancaran sinar yang menembak lurus ke arah rumahnya juga memiliki perbedaan setiap hari. Oleh karenanya ia ingin mengabadikan setiap perbedaan itu. Dan kau tau apa yang ia lakukan dengan gambar-gambar itu?

Ia akan mencetaknya menjadi ukuran sedang dan menempelkan setiap cetakan gambarnya pada dinding kamarnya dengan sebuah tanggal kecil yang tersemat di pojok kiri bawah sang gambar.

Tak terhitung berapa banyak gambar yang telah memenuhi dinding kamarnya. Walau saling tumpang tindih pun rasanya ia takkan berhenti melakukan addicted thing tersebut. Memang ide untuk memajang kenangan mentari terbit di tanah kelahirannya itu terbilang masih baru. Namun tak pernah sehari pun terlewatkan olehnya untuk tidak melakukan itu.

Hingga gambarnya saling memperebutkan hak asuh tempat pajang.

Seperti itu lah kira-kira gambar sunrise yang ditangkap oleh ponselnya dari balkon rumah susunnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seperti itu lah kira-kira gambar sunrise yang ditangkap oleh ponselnya dari balkon rumah susunnya. 

Meskipun nampak jauh dan hampir terhalang oleh julangan gedung bertingkat, dirinya sudah cukup merasa puas. Ia mulai melihat kembali hasil dari jepretan amatirnya itu.

Masih dengan cerutunya yang terselip rapi di antara jari telunjuk dan tengah hingga bergesekan langsung dengan ponsel yang saat ini ia pegang dengan kedua tangannya.

Pranggg!!!

Sedang khidmatnya ia memanjakan mata dengan gambar hasil karyanya sendiri, kegiatan itu harus terhenti oleh seseorang yang dengan kasar menendang asbak rokoknya dari meja kecil di sampingnya hingga membentur balkon besi di depannya.

.
.
.
.
.




To be continued....


© ARUNIKA KITA - 2021

Arunika KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang