'Apa gue kasih tau aja ya ke kak Tristan tujuan gue ke sana?'
Sarah dengan segala pikiran semunya masih bergulat di atas neuron-neuron lunaknya. Berusaha meluncurkan secarik jawaban secepat kilat apakah harus ia lakukan atau membiarkan pikiran itu mengalir begitu saja. Di tengah arunika yang semakin memudar tertelan waktu, mereka memutuskan untuk pulang ke rumah. Membawakan sang ibunda sedikit penunjang rasa lapar di pagi hari yang berperan layaknya sarapan.
"Kak?" panggil Sarah saat telah sejengkal lagi mereka melewati batas pintu rumah mereka.
"Hm?" deham Tristan menghentikan langkahnya untuk masuk demi menatap sang pemanggil.
Sarah tak langsung mengutarakan sebab dirinya memanggil Tristan. Di kepalanya saat ini sangat penuh dengan rangkaian diksi untuk ia tuangkan melalui salivanya dan berharap Tristan akan berlapang dada menerimanya. Namun bisa juga tidak.
Mengingat bahwa Sarah tak kunjung bercakap dan lebih memilih mengelanakan bola matanya sembari memainkan jemarinya, Tristan akhirnya abai. Ia lantas langsung menekan gagang pintu dan mulai memasuki rumah.
"Gue pengen banget ke Grand Canyon!!"
Sontak suara yang tetiba muncul serta menggema di ambang pintu menghentikan langkah kaki Tristan untuk terus melaju. Ia berbalik menatap sang pemilik suara dengan dahi mengernyit dan dengan aura seramnya.
"Ha?"
"I-iya, gue pengen ba-banget pergi ke sana," ulang Sarah gugup terbata.
"Terus?"
"Jadi gue mutusin bakal tetep berangkat ke Amerika."
Tristan terhening sejenak demi mengumpulkan amunisi-amunisinya kala mendengar penuturan tak mengenakan dari Sarah. Saat telah terkumpul ia lekas meledakkannya di saat itu juga.
"Lo tuh nyimak omongan gue tadi gak sih?!!" luapan emosi yang akhirnya tertuangkan oleh Tristan karena tak dapat ia bendung lagi.
Sarah yang terkejut menyaksikan Tristan seperti kerasukan iblis hanya bisa bergeming. Menatap Tristan pun seakan tak berekspresi dan lebih dominan menampilkan ekspresi keseganan.
"Gue nyimak kok," balas Sarah dengan ikut meninggikan nada dan volume bicaranya. "Tapi gue gak bakal nyia-nyiain kesempatan ini gitu aja."
"Trus menurut lo, lo bakalan dapet duit dari mana kalo bukan dari gue HAH?!!" bentak Tristan tak mau kalah sembari sedikit mendekat ke arah tempat berdirinya Sarah—di ambang pintu.
"Oke. Gue gak akan minta duit sepeser pun sama lo. PUAS!!!"
"Astaga SARAH...." keluh Tristan. "Bisa gak sih lo tuh gak bikin ribet keluarga terus?!"
"Ribet dari mananya sih kak?" Sarah masih mempertahankan ambisinya. "Gue kan udah gak minta duit ke lo. Ya udah biarin lah gue pergi."
"Dengan lo berangkat ke Amerika aja itu udah bikin gue sama mama kepikiran, LO PAHAM GAK SIH!!"
"Siapa yang mau ke Amerika? Sarah?"
Terdengar sebuah pertanyaan terlontar tak jauh dari tempat mereka berdebat. Seorang wanita tua dengan raut penuh pengharapan akan jawaban atas pertanyaan yang ia lontarkan seakan hanya bergeming. Wajahnya datar. Ia benar-benar tak mengerti mengapa terlalu banyak pekikan di rumahnya saat masih terlalu pagi untuk bergumul.
"Mama?"
Tristan yang mengetahui pertanyaan tersebut datangnya dari sang ibunda membuatnya panik tak karuan. Ia takut ibunya akan sangat sakit hati oleh keputusan gila dari Sarah. Tristan dengan sigap langsung menghamburkan tubuhnya mendekati bidadari rumah dan merangkul bahu bidadari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arunika Kita
General FictionSemua tentang Sarah dan kecintaannya pada Sunrise sampai-sampai ia membuat kutipannya sendiri yaitu, ❝Let's make an our sunrise together❞ - Karena kecintaannya dengan sunrise ia sangat ingin menikmati matahari terbit di salah satu tempat pencipta su...