Jangan Terserah!

4K 227 6
                                    

"Ok! Tapi kau ikut aku dinner, gimana?" canda Rendra yang sama sekali tak disambut tawa oleh Mia. Senyum pun tidak.

"Ini bukan kamu!" gerutu Mia.

Rendra mengerutkan dahinya. "Bukan aku bagaimana?"

"Ya, kamu biasanya nggak pernah kayak gini aku!" Mia memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan rona apel pipi yang semakin merah. Tak dapat dipungkiri, hatinya benar-benar berdebar tak karuan mendapat ajakan dinner bersama dengan Rendra.

"Oooh!" Rendra membulatkan bibirnya. Namun pria itu tak memperpanjang lagi, dia mencelupkan satu keping ginger bread dalam kopinya. "Enak juga!" komentar Rendra begitu ia menelan makanan tersebut.

Mia tidak menyahut, mereka berdua larut dalam kesunyian. Hanya ada suara Rendra saat mengunyah makanan atau saat sedang menyeruput kopinya.

Kendaraan banyak yang berlalu lalang di jalan raya depan toko. Suasana perkotaan menjelang tenggelamnya fajar, membuat berbagai ruko mulai menutup usahanya.

Semua itu bergantian dengan para pedagang kaki lima yang sudah mulai membuka usahanya di depan ruko-ruko.

Beruntung mobil Rendra yang terparkir tak kena gusur karena pedagang yang hendak memasang tenda.

"Ndra! Aku mau kita perjelas semuanya!" Mia membuka percakapan mereka kembali.

Kipas angin yang menggantung di tengah ruangan masih senantiasa memutar. Menemani dua sejoli yang sedang duduk berhadap-hadapan, kipas tersebut menyumbangkan sedikit suara berisik untuk mengisi keheningan.

"Hmmm," jawab Rendra begitu saja. "Katakan saja!" Raut wajah Rendra mulai berubah.

"Sebenarnya, kamu mau menerima perjodohan ini atau tidak?" tanya Mia sangat serius.

Rendra mengunyah makanannya dengan cepat dan segera menelannya. "Menurut kamu?" jawabnya dengan pertanyaan balik.

"Aku ... aku ...," timpal Mia terbata-bata. "Aku ...." Mia benar-benar gugup.

"Kamu bilang kamu sudah tidak menyukaiku?" Rendra menatap Mia seakan mengharap sebuah jawaban yang berbeda dari sebelumnya.

"Jika kamu memang tidak menyukaiku lagi ...," jawab Rendra yang terjeda oleh sekian kali embusan napas. "Jika kamu memang tidak menyukaiku lagi, aku akan mencari cara agar perjodohan kita dibatalkan." Rendra melanjutkan kata-katanya.

Mia mendongak, mencari keseriusan pada wajah Rendra. Seakan ia tak terima jika pria itu benar-benar membatalkan perjodohan ini. Beberapa detik ia menatap Rendra dengan mata membulat penuh, lalu setelahnya gadis itu menunduk dengan lesu.

"Seharusnya aku tak boleh berharap terlalu banyak, Rendra tidak akan mempertahankan perjodohan ini. Dia justru senang jika aku menolak dan berkata aku tak menyukainya." Mia bergumam dalam hati.

"Mengapa dia diam saja? Apa yang sedang dia pikirkan sebenarnya?" Rendra menelisik balik pada Mia.

"Aku sih, terserah kamu. Tapi ... kalau kamu nggak mau dengan perjodohan ini, aku fine fine aja, kok!" ujar Rendra kemudian.

"Ya udah kalau gitu!"

"Ya udah gimana maksudnya, Mi?" Rendra tak mengerti.

"Ya udah, persis seperti yang kamu bilang! Gitu maksudku."

"Ya, kan kata aku, keputusanku semua terserah kamu, kalau jawaban kamu cuma ya udah ... ya aku bingung juga!" Rendra menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Mia menggigit bibir bawahnya. Ia ingin marah karena Rendra yang tidak mengerti keinginannya, tapi ia gengsi jika harus mengakui dirinya masih menyukai Rendra. Selain itu, ia juga sangat benci dengan Rendra yang menyerahkan keputusan ada padanya.

"Kenapa nggak kamu aja sih yang mengambil keputusan? Kenapa kamu lempar jawaban ini ke aku?" ungkap Mia benar-benar kesal.

Rendra menghela napas dan mengembuskan lagi pelan-pelan. "Ya ... aku cuma takut kamu nggak nyaman kalau dijodohin sama aku. Kamu kan bilang, kalau kamu udah nggak suka sama aku!" tegas Rendra seakan mengingatkan Mia pada perkataannya tadi pagi. "Apa jangan-jangan ... kamu jadi suka lagi sama aku setelah kita ciuman tadi?"

Married With My CousinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang