Waktunya Pulang

4.1K 187 0
                                    

"Apa jangan-jangan ... kamu jadi suka lagi sama aku setelah kita ciuman tadi?"

Bluuush ...!

Bagaikan apel yang siap dibidik oleh anak panah, pipi gadis di hadapan Rendra sudah semakin memerah dan terlihat sangat ranum mengalahkan strawberry yang siap dipetik.

"Kenapa kau diam saja?" Rendra tersenyum tipis melihat Mia yang diam tak berkutik. "Jadi itu benar?"

"Tidak!" jawab Mia spontan. "Sama sekali tidak!" ulangnya lagi. Jantung Mia bagai diterjang tsunami, seandainya tak ada rongga dada, sudah dipastikan jantung itu melompat dan tak lagi di tempatnya.

Lagi-lagi Rendra tersenyum miring. Ia mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja membentuk sebuah irama dan tak lama setelah itu ia tenggak kopi dalam cangkir hingga tandas, karena kopi tersebut tanpa ampas, tanpa residu.

Sedikit membetulkan jasnya, lalu pria itu pun berdiri. "Terima kasih atas makanannya! Ayo kita pulang!" ujar Rendra.

Mia masih terdiam sambil duduk dan menatap Rendra yang sedang berdiri.

"Ada yang salah?" Rendra melihat ke arah kedua lengannya. "Atau kau sedang terpesona padaku?"

Mia mengerjap-ngerjapkan matanya. "Ah, tidak! Sama sekali tidak!" ujar gadis itu. "Aku ... aku mengambil tasku dulu!" gadis itu gugup dan langsung berlari ke dapur untuk mengambil barang-barangnya sekaligus berpamitan pada karyawannya.

"Bu Mia, mau pulang?" tanya Vita begitu Mia masuk ke dapur.

"Eh, kamu!" Mia terkejut saat melihat Vita. "Iya, nih saya mau pulang dulu!" jawab Mia.

"Semuanya, saya titip toko, ya! Tolong kalian tutup, kunci seperti biasanya titip ke Nana biar diantar ke rumahku. Ok!" pesan Mia sambil terburu-buru membawa tasnya.

"Iya, bu! Siap!" jawab Nana sambil membentuk sikap hormat. "Serahkan semuanya pada Nana!" jawabnya lagi.

"Makasih, ya. Saya pamit dulu," sahut Mia seraya tersenyum pada seluruh karyawannya.

"Semoga nge-date-nya lancar ya, Bu!"

"Biar cepet ke pelaminan!"

teriakan-teriakan dari para karyawan sudah tak terdengar lagi oleh Mia.

"Bener, kan! Kalian lihat sendiri wajah bu Mia merona-merona gitu!" seru Nana pada karyawan lainnya sambil mengelap meja adonan membantu karyawan bagian dapur.

"Iya, kayak orang lagi kesengsem!" jawab Vita yang sedang berjalan menuju ke ruangan pribadi Mia untuk menyimpan kunci brankas uang di tempat tersembunyi yang hanya diketahui oleh dirinya dan Mia saja.

"Tapi, keliatannya mereka kok kayak nggak terlalu akur. Kurang mesra gitu," sahut karyawan lainnya yang masih memeriksa adonan fermentasi.

"Iya, mungkin karena baru pertama kali jadian."

"Iya kali!"

"Eh ... eh! Bentar!" Vita menyela begitu ia selesai menyimpan kunci dari ruangan Mia. "Tapi kok bisa-bisanya pas pagi tadi kamu nggak nyadar kalau laki-laki itu adalah laki-laki yang ditaksir bu Mia?" tanya Vita.

"Iya bener! Kalau tahu dari awal, kan, bisa kita panggilin bu Mia. Kasian tau tadi pagi kayak orang bingung gitu pas baru datang. Udah gitu, pas mau pulang malah buru-buru sampe ga sempet makan sarapannya." Kali ini Tuti menyahut.

"Emmm, itu ... karena aku ... baru ingetnya tadi." Nana nyengir menunjukkan giginya. "Aku baru inget waktu liat ekspresi salting bu Mia, aku jadi keinget sama kejadian pas kakek neneknya bu Mia datang waktu itu. Di situ aku baru sadar, kalau pria itu sama dengan yang waktu itu!" jelas Nana pada teman-temannya.

"Hmmm, ya udah! Sekarang ayo beresin barang masing-masing!" ujar Tuti karena melihat semua wilayah dapur sudah terlihat rapi kembali.

"Ok!"

Married With My CousinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang