"Yang pergi seumpama angan dan meretas segala impian membara."
/
/
/"Eh, sudah enam tahun berkecimpung jadi penulis kok enggak terkenal sih?"
Penulis yang mendengarkannya pun seketika tertunduk diam, menyusuri ruang yang pernah ada dan kembali ke masa silam. Bukan karena atas upaya yang telah dilakukan, melainkan perspektif yang mengubah sudut pandang.
Semua itu berawal dari sebuah penilaian yang sebenarnya sederhana. Namun sangat berharga baginya. Pernah bangga ketika berhasil menuliskan sebuah karya yang membuat diri seolah melayang di udara. Bahkan mengatakan pada semesta, "Oh, akulah sang penulis."
Seolah-olah pencapaian penulis merupakan suatu hal yang membanggakan.Hanya saja, ia tidak tahu bahwa selama ini telah dibutakan oleh sesuatu, yaitu sebuah penilaian orang lain atas karya yang telah dibuat. Jika meminta respon orang-orang terdekatnya pun atas perasaan ketika membaca karyanya. Tidak ada yang mau sama sekali.
Setelah mendapatkannya, barulah terasa, semuanya memang patut untuk dipertimbangkan.
Welcome to lapak sesi curhat!
Seberapa penting penilaian karya yang telah kamu buat?
"Sangat penting," jawab saya mantap saat ini. Jujur, kata sederhana ini barulah bisa saya ucapkan ketika sudah selama enam tahun ini.
Pasalnya, pada tahun-tahun sebelumnya saya memang tidak punya keberanian sama sekali untuk menerima penilaian orang terhadap karya saya. Takut mengetahui hal yang buruk. Padahal memang itulah apa adanya.Ketika poin ini sudah ada di dalam benak. Maka puncak tertingginya adalah masuk kepada fase sadar diri. Bukan karena di atas langit ada langit. Sadar diri saja bahwa kualitas tulisan itu belum sepadan dengan penulis tenar lainnya. Begitulah, entar kalau dibilang nyampah malah terkesan sadis sekali rasanya. Padahal memang karya sendiri sih. Hahah ...
Saya bersyukur sekali bisa mengikuti #GMG201 pada tahun ini. Sama seperti tahun sebelumnya dan saya pun mendapatkan rapor atas karya yang telah dibuat.
Sebelum mendapatkan hasil pun memang sudah diwanti-wanti untuk mempersiapkan diri. Jangan terlalu berekspektasi tinggi. Tulisan saya masih remahan rengginang loh. Apalagi saingannya merupakan orang-orang yang sudah tenar. Meskipun setiap naskah itu pasti punya pembacanya masing-masing. Tetap tenang, tarik napas perlahan, dan hempaskan.
Maka jawaban atas prasangka saya kali ini adalah wujud kebenaran yang nyata. Lagi-lagi penekanan sadar diri itu manjadi tamparan keras untuk belajar lagi dan jangan berhenti di sini saja. Sebab petualangan sesungguhnya bukanlah berasal dari hasil akhir. Namun proses yang menyenangkan dan bisa diajak berkelana pada perihal apa saja.
Intinya sih, jangan batasi diri sendiri untuk berhenti pada suatu titik saja. Melainkan ada rasa haus untuk belajar lebih giat, cepat, dan semangat. Lelah saja gitu jika ngakunya belajar. Namun progresnya malah lambat. Bahkan sempat berhenti sejenak.
Rentang waktu enam tahun itu memang bukanlah waktu yang sebentar. Walaupun pada kenyataannya bukan hanya tulisan saja yang saya urusin. Yah, tetap saja status penulis itu masih berlaku.
Pada akhirnya yang orang pandang atas diri kita adalah penilaian dari luar. Pencapaian apa yang telah diperoleh. Bukan pada proses yang telah dilalui. Sama seperti konsep fisika tentang usaha. Apabila tidak ada nilainya. Misalnya bernilai nol. Tetap tidak bisa dianggap sebagai usaha. Ini memang pernyataan menyedihkan bagi saya sendiri.
Namun jangan berlarut pada satu sudut pandang saja. Melainkan sudut padang yang lain, misalnya dari diri sendiri. Sebuah progres yang akan menjadi amunisi ketika berjalan.
Usaha tidak akan menghianati hasil
Jadi, begini. Kalau misalnya kita menemukan sebuah kondisi telah melakukan sesuatu, tetapi hasilnya tidak sesuai dengan perkiraan. Barangkali berhubungan dengan usaha yang selama ini dilakukan. Usaha itu bukan hanya sekadar melakukan usaha yang berhubungan dengan jalannya suatu pencapaian. Melainkan doa juga merupakan sebuah usaha yang menjadi pendukung dalam keberhasilan.
Usaha dan doa ibarat paket lengkap yang mengisi jalannya keberhasilan. Jika hanya dijalankan salah satunya, tentulah tidak sempurna.
Saya pernah mengalami hal ini dan mungkin kalian juga pernah merasakannya. Jika usaha yang selalu kita lakukan. Rasanya akan lelah, seolah dipermainkan dengan kesibukan dunia yang tiada hentinya. Ujung-ujungnya juga kecewa. Sedangkan jika berdoa saja, tetapi usahanya sedikit. Hal yang ada menelan kekecewaan bahwa kapasitas diri belumlah layak.
Namun jika terus berusaha dan berdoa. Maka jawabannya adalah suatu kejutan yang tidak disangka-sangka. Bahkan tidak dapat berkata apa-apa.
Rentang waktu yang tak sebentar, barangkali yang diperlukan bukanlah waktu. Melain seberapa banyak usaha yang telah dilakukan. Terlebih lagi melawan rasa malas dan segala keraguan yang menghadang.
Tetaplah berproses sebagaimana tetesan air dengan gigihnya meneteskan air di atas batu.
Salam Rindu
HarumpuspitaPost on 2/5/2021
Sunday
KAMU SEDANG MEMBACA
Motivasi dan Galau
NonfiksiBagian non fiksi yang berusaha saya buat untuk kepentingan diri sendiri. Eh .... Saling berbagi, barangkali kalian bisa juga menemukan sesuatu di dalamnya. Biasanya sih perkara hati yang tidak tau pengolahannya bagaimana. Yuk, cekidot mampir dan men...