Kangen (02)

7 2 0
                                        


Keduanya menikmati makanan yang terhidang dalam diam. Erick memang sengaja mengajak Rachel menemaninya sore ini karena terlihat jelas kalau sosok cantik berlesung pipi itu sedang mengalami masalah. Ingin bertanya sekarang, tapi ia khawatir jika nanti malah menghilangkan nafsu makan gadis itu.

"Tak ingin cerita kenapa kamu bad mood hari ini?" tanya Erick setelah keduanya selesai makan. Rachel hanya tersenyum kecut, tak menjawab pertanyaan Erick.

"Tak masalah kalau tak mau berbagi. Apapun itu, be strong, ya. Semoga segala sesuatunya kembali normal dalam waktu yang tidak terlalu lama." Erick mengusap bahu Rachel pelan.

"Ceritanya panjang, Rick. Aku masih tidak percaya dia tega berbuat begitu." Wajah Rachel berubah murung.

"Siapa?" tanya Erick ingin tahu.

"Teman masa kecil, satu angkatan."

"Masing-masing tenangkan diri selama beberapa waktu lamanya dulu. Setelah itu, barulah saling bicara sehingga ada solusi bagaimana mengakhiri konflik," ucap Erick memberi saran.

"Kami sudah sempat berdamai, Rick. Tapi apa? Aku difitnah sehingga tadi pada jam istirahat dihakimi teman-teman. Aku benar-benar kecewa." Satu bulir air mata lolos dari sudut mata Rachel.

"Masih butuh waktu yang cukup lama untuk saling bicara dari hati ke hati, termasuk menghilangkan ego dan emosi yang terlanjur besar dan tinggi. Sayangnya mereka yang tidak tahu masalah malah berdiri paling depan untuk menghakimi. Fitnah memang kejam." Telapak tangan Rachel terasa hangat dalam genggaman.

"Besok ulangan, tapi aku tidak bisa konsentrasi belajar," keluh Rachel.

"Kita ke mana lagi setelah dari sini?"

"Entah." Rachel menjawab tanpa semangat.

"Atau jalan-jalan sebentar di sekitar rumah kamu, tanah kosong di dekat sana cukup terbuka untuk sekedar melihat bintang dalam ketenangan."

"Ini bukan masalah sepele, Rick. Aku merasa tidak nyaman berada di dalam kelas. Pressure-nya begitu terasa karena hampir semua teman sekelas berbalik memusuhi." Erick mengelus pelan bahu Rachel, mengerti bagaimana rasanya. Sebagaimana dirinya yang dibenci oleh banyak orang karena sering menimbulkan masalah.

"Izin tidak masuk sekolah saja jika memang ulangan yang akan dijalani besok tidak terlalu berpengaruh."

"Tidak bisa, Rick. Itu adalah ulangan harian terakhir semester ini."

"Jika demikian, maka kamu harus lebih sabar dan tabah dalam menghadapi berbagai kemungkinan."

"Aku tidak bersalah tapi malah disudutkan. Itu kan aneh."

"Ya, begitulah. Kebenaran tidak selalu benar ketika disampaikan secara vulgar."

"Itulah yang aku sesalkan. Ini pertama kalinya aku benar-benar down karena bermasalah dengan teman," keluh Rachel dengan tatapan menerawang.

"Didoakan saja, biar kuat dan tegar menghadapi segala sesuatunya. Aku pun hanya bisa bantu mendoakan, semoga masalahmu cepat clear." Erick tersenyum sambil mengusap puncak kepala Rachel.

Hadiah Ulang TahunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang