Tentang Dia (02)

18 1 0
                                    


"Seandainya...

Ku katakan yang sesungguhnya..

Tentang perasaanku padamu selama ini...

Seandainya...

Ku bisa memutar kembali...

Waktu yang telah pergi dariku..."


Alunan lagu tanda ada panggilan masuk dengan tampilan satu nama di layar membuatku tersenyum. Bayangan wajah gadis berlesung pipi dengan netra coklat terang itu memenuhi pikiran.

"Selamat pagi, Rick." Terdengar suara lembut itu menyapa hangat.

"Bagaimana? Tidak sesuai harapan, ya?!" tanyaku langsung to the point.

"Baru saja selesai dibaca, Rick. Terima kasih atas bantuannya. Aku minta tolong pada orang yang tepat." Suara Rachel terdengar ceria.

"Adakah yang harus dirubah?" tanyaku memastikan.

"Mesti konfirmasi dengan teman-teman terlebih dahulu. Aku kabari nanti."

"Oke. Ditunggu info selanjutnya, ya."

"Nama para tokoh dalam kisah ini aslinya siapa?"

"Itu murni imajinasi saja, Chel. Kamu kan yang paling tahu karakter mereka seperti apa. Semalam memang sempat menyebut Bianca sebagai tokoh antagonis, kesehariannya di sekolah pasti tidak begitu baik sehingga dirinya terlupakan ketika menyebut nama semua anggota kelompok. Tapi belum tentu memang real-nya seperti itu. So, bagilah peran berdasarkan karakter mereka masing-masing," jelasku panjang lebar.

"Sekali lagi, terima kasih, Rick."

"Satu hal yang juga jadi pertimbangan, membagi peran mesti disesuaikan dengan kemampuan menghafal dialog. Ada yang kalimatnya cukup panjang, dan di situlah pesan moral yang ingin disampaikan."

"Ada yang masih kurang, Rick."

"Apa?"

"Tolong buatkan kesimpulannya juga. Quotes yang sesuai dengan isi naskah," pintanya penuh harap.

"Aku sudah menelponmu semalam untuk memastikan sebelum dikirim, tapi tak ada jawaban."

"Saat itu aku sudah tidur, Rick. Maaf." Suara lembut itu terdengar penuh penyesalan.

"Tidak mengapa kok Chel, hanya satu quotes kecil yang tersisa. Jangan lupa info perubahan lain dari teman-temanmu nanti agar dirubah sekaligus."

"Tak ada lagi, Rick. Kata mereka, naskahnya perfect. Singkat tapi berbobot. Kesimpulannya saja yang perlu ditambahkan."

"Oke. Dalam beberapa menit naskahnya akan kamu terima," ucapku memastikan.

"Secepat itu?" Tersirat nada tak percaya.

"Tentu saja." Aku terkekeh pelan.

"Bolos lagi, ya? Harus sampai kapan kamu terus seperti itu?" Aku tahu ia khawatir dengan apa yang sudah sering aku lakukan.

"Bukan masalah besar kok, Chel. Kamu tenang saja, yang penting kan tugas kamu beres," ucapku santai.

"Bagiku itu masalah besar, Rick. Berhentilah menjadi seseorang yang selalu berurusan di ruang BP. Kamu ..." Nada khawatir karena aku sering bolos dan menimbulkan keributan langsung terhenti.

"Aku butuh konsentrasi untuk menyelesaikan tugas kamu, Chel. Nanti saja ceramahnya. Oke?" Tanpa menunggu jawaban, aku langsung memutus sambungan percakapan. Bisa kubayangkan wajah manis itu memberenggut kesal di seberang sana.

Hadiah Ulang TahunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang