Bab 4

174 26 8
                                        

Happy Reading!

"Papah! Papah! Cepet bantuin si kembar!"

---

Author POV

Aroma obat-obatan khas Rumah Sakit tercium. Reyna kecil mengerjapkan matanya. Silau terkena lampu Rumah Sakit yang terasa menusuk. Kepalanya masih pusing, juga terasa nyeri.

Reyna berusaha untuk duduk dikasurnya. Tetapi tidak bisa. Tubuhnya terasa sakit semua, akibat jatuh terguling-guling ditangga rumahnya. Akhirnya ia pasrah hanya berbaring seraya menatap langit-langit ruangan.

Reyna menoleh kesamping kanannya, dan melihat Reina yang juga terbaring dikasur. Kondisinya sangat menyedihkan. Kepalanya dipakaikan perban bersih yang sekarang telah dipenuhi darah. Banyak selang yang dipasangkan ke tubuhnya. Hidungnya yang dipakaikan alat pembantu pernapasan. Membuat Reyna merasa ingin menangis melihat kondisi kembarannya.

Semua rasa sakit yang Reina rasakan, juga terasa ditubuh Reyna.

Sakit sekali.

"R-rei... Rei-rei... Reina..." lirih Reyna seraya berusaha duduk kembali dikasurnya.

Cklek!

Suara pintu terbuka terdengar. Reyna menoleh dan netranya menangkap Doyoung yang kini berada diambang pintu.

Tiba-tiba tubuh Reyna gemetar. Dadanya terasa amat sesak. Memori akan Doyoung membenturkan kepala Reina dengan sangat kencang terekam dengan sangat jelas dibenaknya.

Takut.

Reyna sekarang takut sekali dengan abangnya sendiri. Ia takut jika Doyoung akan melakukan hal yang sama.



"Reyna..."

Doyoung berlirih seraya perlahan mendekati Reyna. Reyna benar-benar ketakutan. Ia mencengkram selimut Rumah Sakit seraya menatap takut abangnya. Jantungnya berdetak cepat. Keringat dingin mengucur dari pelipisnya. Oksigen terasa habis, tak bisa bernapas.

Reyna benar-benar ketakutan setengah mati melihat abangnya yang masih berusia 10 tahun. Ia bagaikan melihat malaikat maut berjalan perlahan mendekatinya.

Doyoung terdiam melihat respon Reyna yang begitu takut akan dirinya. Ia menunduk, kemudian tersenyum miris untuk dirinya sendiri. Ini semua salahnya.

Mengapa ia bisa trauma akan berisik hingga seperti ini? Mengapa? Doyoung terkadang merutuki kesalahannya ketika ia melakukan hal buruk kepada adik-adiknya. Ia memang abang yang buruk untuk kedua adik kembarnya.

Doyoung menghela napas, kemudian berbalik dan berniat keluar ruangan. Niat untuk meminta maaf nya tidak jadi. Bahkan adiknya saja sudah ketakutan setengah mati melihatnya.

Memang, seharusnya Doyoung tak pernah ada. Tapi karena ia telah dilahirkan, lebih baik pergi saja dari kehidupan orang yang pernah mengenalinya. Kesunyian lebih baik untuknya.






































Hug!






Doyoung tersentak kaget ketika merasakan tubuhnya dipeluk dari belakang. Walau ia tahu jika pelukan itu juga terasa setengah takut akannya. Ia tercenung, menyadari bahwa sebenarnya ikatan seorang kaka beradik tidak akan pernah putus.

Air mata Doyoung berdesakan keluar. Dadanya mulai terasa sesak. Ia merasa ingin menangis tatkala menyadari bahwa adiknya masih saja menyayanginya, walau sang adik takut setengah mati dengan dirinya.

S I L E N T ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang