Happy Reading<3
"Assalamualaikum, Almeira pulang!" Almeira berlari menuju ruang tamu. Ia mendudukkan tubuhnya di kursi.
"Wa'alaikumsalam." jawab Soraya. Wanita muda itu seketika membulatkan kedua matanya ketika melihat wajah anaknya sudah babak belur. "Almeira! Pipi kamu kenapa memar-memar gitu? Cepet kasih tau Mama siapa yang udah bikin kamu jadi bonyok kayak gitu!"
Almeira tersenyum. Ia berusaha untuk terlihat baik-baik saja meski pipinya terasa sakit. "Aku nggak apa-apa kok, Ma. Tadi nggak sengaja ada yang nonjok aku. Mama nggak usah khawatir."
"Mama nggak bisa lihat kamu kayak gini, Meira. Mama khawatir. Mama takut kamu kenapa-kenapa." Soraya menyentuh pipi Almeira yang terkena tonjokan. Nada suaranya terdengar sangat khawatir.
"Lebay. Gitu doang pake ngadu. Dasar cewek manja," Rafael membanting tas sekolah miliknya di sofa. Cowok itu mendudukkan tubuhnya di kursi sambil menaikkan satu kakinya.
Kedua mata Almeira sudah berkaca-kaca mendengar nada tak suka kakanya. Ia seketika teringat dengan ucapan Rafael di sekolah tadi. Ingin sekali rasanya ia mengadu kepada ibunya.
"Kak Rafael kok ngomongnya gitu?" tanya Soraya heran.
"Ya terserah gue dong mau ngomong apaan. Mama nggak usah ikut campur!" bentak Rafael.
Soraya terkejut. Ia tidak menyangka jika anaknya berbicara seperti itu kepadanya. "Maafkan Mama, Nak." ucapnya menahan tangis.
"Ka Rafael! Kakak keterlaluan!" Almeira seketika berdiri. Ia mengepalkan erat kedua tangannya. "Ma! Mama nggak usah minta maaf! Harusnya Mama marahin Kak Rafael, bukannya minta maaf!" katanya sambil memeluk erat tubuh ibunya.
Hatinya benar-benar terasa sakit saat Rafael membentaknya. Anaknya yang selama ini ia rawat, ia jaga bertahun-tahun, tetapi kini justru anaknya malah membentaknya. Sungguh, Soraya membenci dirinya sendiri. Ia tidak bisa membesarkan Rafael dengan benar. Ia merasa gagal menjadi seorang ibu.
"Maaf, Kak. Maafin Mama. Mama gagal menjadi seorang ibu. Mama tidak bisa membesarkan kamu dengan benar." Soraya menangis. Perasaan merasa bersalah selalu muncul di hatinya setiap kali Rafael bersikap ketus kepadanya.
Rafael sedikit terkejut karena ibunya menangis karenanya. "Ma..." ucapannya terhenti begitu saja. Ia membuang muka ke samping dan malah berjalan menuju ke arah kamarnya. Cowok itu membanting pintu kamar sangat kencang.
Brak!
Perasaan Soraya semakin terasa sakit saat melihat anak pertamanya membanting pintu dengan kencang. Rasa bencinya terhadap dirinya sendiri semakin besar karena ia sudah salah mendidik Rafael.
"Mama jangan nangis..." Almeira semakin memeluk erat tubuh ibunya. Ia paling tidak bisa melihat ibunya menangis. Jika ibunya menangis, ia pasti akan ikut menangis.
"Mama nggak nangis kok. Malah kamu yang nangis, tahu." Soraya terkekeh pelan. Ia menghapus air matanya dengan cepat. "Kamu istirahat gih. Kamu pasti capek kan, abis pulang sekolah?"
Almeira menggeleng pelan. "Jangan dimasukin ke hati ya, Ma. Anggap aja omongan kak Rafael itu cuma angin lalu." mau bagaimana pun, Almeira merasakan bahwa ibunya sangat tersakiti oleh perkataan kakaknya tadi.
![](https://img.wattpad.com/cover/268635423-288-k763653.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Kepergianmu Ibu
Teen FictionKehilangan seorang ibu tentunya membuat semua anak menjadi sangat terpuruk. Almeira Amantha, gadis remaja yang selalu terlihat ceria, kini tidak ada lagi kebahagiaan yang terpancar di wajahnya setelah kepergian ibunya. Kepergian ibunya berhasil memb...