17. Insiden Sekolah

252 16 50
                                    

Happy Reading<3


"Azura, cepetan keluar! Sebentar lagi kamu berangkat sekolah!"

"Azura!"

Almeira menolehkan kepalanya ke samping, ia menatap Rafel dengan wajah bingung. "Azura kenapa nggak keluar ya Kak?"

"Tungguin aja,"

Ceklek...

Azura membuka pintu kamarnya dengan perlahan. Anak kecil itu berjalan menuju Almeira dan Rafel dengan tubuh lesu. Matanya yang sembab diduga karena habis menangis.

"Aku nggak mau sekolah,"

Almeira dan Rafael saling pandang, mereka berdua terkejut mendengar ucapan adiknya. "Kenapa nggak mau sekolah?" tanya Almeira dan Rafael berbarengan.

"Temen aku di sekolah jahat! Mereka ngatain aku nggak punya Mama!" Azura menangis kencang. Punggung anak kecil itu bergetar.

"Mereka nggak suka aku ada di sekolah. Kata mereka aku nggak pantes sekolah di sana. Sekolah di sana khusus buat anak-anak yang punya Mama!" katanya lagi semakin menangis.

Almeira yang mendengarnya pun kaget. Sungguh ia tidak menyangka jika anak kecil seusia adiknya tega berbicara dengan sedemikian rupa.

"Azura jangan nangis. Azura nggak usah takut sama mereka. Azura masih punya Mama, kok. Omongan temen Azura nggak usah Azura dengerin." Almeira menghapus air mata adiknya dengan perlahan. Ia memeluk tubuhnya erat.

Rafael mengepalkan tangan. Ia tidak terima jika teman-teman Azura mengatakan seperti itu. Kini mendadak rahangnya mengeras hingga memperlihatkan urat-urat lehernya. "Cepet ganti baju! Kita sekolah!" Rafael menarik lengan adiknya menuju sebuah kamar.

"Pake seragamnya, gak pake lama." kata cowok itu mendorong pelan tubuh adiknya kemudian segera mengunci pintu.

"Kak, jangan terlalu maksa Azura. Kalau dia nggak mau sekolah, biarin aja. Biar dia tenang dulu, Kak." Almeira menatap Rafael tajam. Kakaknya itu terlalu memaksa menurutnya.

Azura membuka pintu dengan perlahan. Kini anak kecil itu sudah memakai seragam sekolah. "Aku takut. Kalo aku ke sekolah, nanti mereka ngatain aku lagi." ucapnya sambil menunduk. Air mata sudah siap keluar membasahi pipinya saat ini.

Rafael menarik lengan Azura dengan perlahan. "Nggak usah takut. Harusnya Azura lebih berani sama mereka. Mereka nggak ada apa-apanya dibanding Azura."

Rafael membuka pintu mobil, kemudian cowok itu segera menaikinya. "Naik," katanya kepada Azura dan Almeira.

Azura dan Almeira sudah menaiki mobil. Tidak ada percakapan diantara mereka saat ini.

"Aku nggak mau sekolah! Aku takut, Kak!" Azura menangis kencang membuat Almeira dan Rafael kaget.

Almeira memajukan badannya. Ia mengusap lembut punggung adiknya. "Jangan nangis. Nggak usah takut."

Rafael memberhentikan mobilnya di depan sekolah SD Negeri 1 Pelangi. Dengan cepat ia membuka pintu mobil kemudian segera berjalan menghampiri Azura. "Turun,"

Azura menunduk. Anak kecil itu tidak berani mendongakkan kepalanya. "Takut..."

Almeira seketika turun dari mobil. Ia menuntun Azura dengan perlahan. "Nggak usah takut. Ada Kak Meira sama Kak Rafael di sini."

"Kenapa kamu masuk ke sekolah? Kamu kan nggak punya Mama. Kamu nggak boleh sekolah di sini," Sesil, teman Azura yang terus menghinanya tiba-tiba ada di depannya bersama teman-temannya.

"Yang seharusnya nggak boleh sekolah di sini itu elo!" Rafael mengepalkan tangan. Jika saja Sesil bukan anak kecil, sudah pasti ia akan menghabisinya.

Setelah Kepergianmu IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang