Journal 5: Meet Up

8 1 0
                                    

Jay berjalan bolak-balik sejak sepuluh menit yang lalu di ruang latihan band. Sesekali dia berhenti dan menggaruk kepalanya yang bahkan tidak gatal sama sekali. Tipikal Jay kalau sedang panik. Dia sangat kalut. Masalahnya adalah dia kehilangan dompet yang berisi kartu-kartu penting di dalamnya. Dia sudah berpikir kesekian kali tapi tetap saja hanya satu titik yang diingatnya. Dompet itu tidak sengaja jatuh di dekat perempuan yang tidak sengaja dia tabrak. Dan sialnya dia tidak tahu wajah perempuan itu dan siapa pula namanya. Suaranya saja hanya terdengar samar-samar karena dia sangat terburu-buru mengejar bus.

Suara pintu terbuka membuyarkan rasa kalut Jay sejenak. Orang yang membuka pintu tersebut tampak sedikit terkejut melihat rambut Jay yang seperti orang habis bangun tidur itu. "Kak Jay kenapa? Kok kayak orang bingung gitu?"

"Dompetku hilang, Win."

"Serius? Kok bisa? Ingat nggak hilangnya dimana?" lawan bicaranya pun sontak langsung melepaskan tas selempangnya dan meletakkannya di meja kemudian menghampiri Jay. Dia juga ikut panik.

Jay duduk sembari menghela napas panjang. "Sure but not sure."

"Aduh. Bentar. Coba kak Jay tarik napas dulu pelan-pelan-" Jay lantas begitu saja mengikuti intruksi Winter. Seperti anak anjing yang penurut.

"-hembuskan pelan-pelan. Hembuskannya lewat mulut ya Kak, jangan lewat bawah."

Pletak.

"Aduh.." Winter meringis memegangi salah satu anggota tubuhnya itu. Jay menggeplak kepalanya.

"Aku lagi panik ya. Malas mau bercanda." Jay berdiri dari duduknya mengambil botol air mineral yang memang tersedia banyak di ruangan itu. Dia meminumnya hingga air dalam botol tersebut tersisa setengah.

"Padahal niatku ngurangi paniknya kak Jay. Kronologisnya ingat nggak, Kak?" balas Winter membuat Jay jadi berpikir kembali mengingat-ingat.

"Aku ada jadwal hari ini setor lagu band dan ternyata baru dapat pesan tadi malam. Pesannya baru kubuka tadi pagi. Aku langsung siap-siap dari dorm buat ngejar bus. Nah, waktu di trotoar nggak sengaja nabrak perempuan. Dia jatuh terus kubantu berdiri abis itu balik lari ngejar bus lagi. Aku yakin banget dompetku hilang di sekitaran sana."

"Mungkin perempuan itu yang simpan. Selain kartu, ada uang juga nggak, Kak?"

"Ada. Sekitar dua ratus ribu won."

"Duh..kalau dia baik dompet kakak bisa dia kembalikan. Tapi kalau jahat ya udah nggak ada harapan kayaknya. Mau lapor polisi saja nggak?"

"Jangan dulu. Aku tunggu tiga hari kedepan dulu deh."

Suara bunyi pintu terbuka kembali terdengar. Satu persatu mulai dari Brian, Damian, dan Saddam pun masuk. Mereka meletakkan barang bawaan masing-masing di meja.

"Gimana lagunya, Jay?" tanya Saddam.

"Masih dikoreksi dulu sama produser."

"Eh-bentar. Kok rambutnya kak Jay kayak singa gitu, sih?" tanya Damian menyadari ketidakrapihan rambut abangnya itu. Menurutnya, Jay sangat memperhatikan penampilan saat pergi kemanapun, kecuali kalau sedang berada di dorm saja yang tampak berbeda.

"Dompetnya hilang, Dami." Jawab Winter sembari mengelus-elus punggung Jay. Jay yang merasa agak cringe sedikit menghindari laki-laki itu.

"Gimana ceritanya, kak Jay?" Giliran Brian bertanya. Mendadak semuanya dalam ruangan tersebut, kecuali Winter jadi kepo. Semuanya berkumpul sembari membawa kursi plastik duduk mengelilingi anggota tertua mereka. Jadwal latihan mereka untuk satu jam kedepan tampaknya tergantikan oleh Winter yang mulai menceritakan insiden yang menimpa Jay.

HI HELLO, SEOUL!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang