— 𝐁𝐢𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐊𝐞𝐜𝐢𝐥 —
.
.
.
Gelap.Sepi.
Sendirian.
Setidaknya ketiga hal itu yang menemani 19 tahun hidupnya di dalam rumah besar bak istana itu.
Semua properti tampak seperti kastil kerajaan, namun tak akan tampak keindahan dari rumah besar itu tanpa lampu yang menerangi.
Kegelapan dimana-mana, bahkan di sekitar rumah pun tak ada satupun penerang, hanya cahaya dari matahari ataupun bulan yang menerangi kawasan rumah itu.
Namun, justru kegelapan itu memang disengaja agar dunia tak melihat hal apa yang ada di dalam sana. Bahkan ketika ada setitik cahaya yang masuk, baik dari jendela maupun pintu yang terbuka, semua akan ditutup dan menghalangi agar tak menodai kegelapan itu sendiri.
Tak ada siapapun disana. Dia hanya seorang diri, hidup bersama benda mati yang ada disana.
Tanpa teman.
Tanpa keluarga.
Tanpa siapapun, seakan dia memang ditakdirkan untuk hidup sendirian semasa hidupnya.
Setidaknya dia masih ingin melihat dunia dari jendela kamarnya yang besar, dengan tirai putih yang berkibar tertiup angin tenang di siang hari itu.
Mata emasnya berkilau tertimpa cahaya matahari, dengan tajam namun binar senang menatap apapun yang bisa dia lihat.
Hanya pepohonan dan bunga-bunga, juga rumah-rumah yang berjarak sedikit jauh satu sama lain. Tapi dia pastinya tau, tak jauh disana ada jejeran rumah yang ditinggali oleh banyak orang.
Matanya menyendu, menutup matanya dan menikmati angin tenang menerpa wajahnya. Bulu matanya yang panjang bak jatuh menyelimuti pipi bagian atas, helaan napas tenang keluar dari birainya.
Setidaknya, ketenangan itu sedikit bertahan lama sampai sebuah suara dari depan mengagetkannya. Tubuhnya menegang dan dengan cepat menutup jendela besar itu, merapatkan tirainya dan menutupnya lagi dengan tirai hitam kelam, lalu dia tertelan kegelapan kembali.
Suara gumaman namun sedikit keras itu menggema di ruangan besar, begitupun langkah sepatunya yang menapak ke lantai keramik.
Dia, seorang pemuda, yang baru saja masuk melalui pintu utama itu bisa melihat dengan cukup jelas karena pintu utama sengaja dia biarkan terbuka. Dia hanya ingin memenuhi tujuan utamanya datang kemari.
"Halo? Apa.. Ada orang disini?"
Siluet gelap bergerak di sudut sana, perlahan namun lincah bergerak dari balik benda ke benda yang lain sambil tetap menaruh atensi pada makhluk tak jauh di depan sana.
"Saya hanya ingin meminta air, bahkan jika itu hanya segelas, saya akan sangat berterima kasih."
Suara pemuda itu terdengar lagi, kakinya menatap sekitar sambil menaruh waspada.
Meskipun sebagian besar masih tertutup kegelapan, tapi dia yakin jikalau yang dilihatnya adalah barang-barang mewah.
"Halo? Apa ada—" suara itu berhenti seiring langkahnya yang berhenti tepat di tengah ruangan besar itu saat mendengar suara kecil, dengan tatapan yang jatuh pada sesuatu di depan sana. Sepertinya sebuah meja, dengan alas yang menutupi sampai ke lantai.
"Halo? Apa ada seseorang disana?"
Masih tidak ada yang merespon, namun pemuda itu kembali bersuara.
"Saya bukan orang jahat, saya datang dengan baik dan hanya ingin meminta sedikit air. Saya adalah seorang pengembara, kebetulan saya kehabisan air dan kota masih cukup jauh di depan sana. Maaf saya lancang masuk tanpa mengetuk, namun tidak ada yang menyahut saat saya mengetuk jadi saya putuskan untuk masuk saja, rumah di sekitar sini tak ada yang mau membukakan pintu, jadi saya berharap banyak pada Anda."
Pemuda itu mendekat perlahan, berusaha mendekat dan melihat apa yang ada di baliknya.
"Hanya air?"
Pemuda itu kembali berhenti, suara yang didengarnya terdengar berat namun pelan dan lirih.
"Ya, hanya air. Bisakah?"
Pelan, sebuah jemari naik ke atas meja, lalu menjadi lengan yang terulur ke samping.
Pemuda itu masih menunggu dengan penasaran, tapi matanya seketika melebar dengan apa yang baru saja muncul di hadapannya.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐀𝐄𝐓𝐈𝐂𝐂-𝐒𝐇𝐎𝐎𝐓 | 𝐊𝐎𝐎𝐊𝐕
Short StoryCerita oneshoot-twoshoot-threeshoot KookV dengan berbagai genre. Per-chapter akan pendek, sedang, atau panjang, sepanjang jalan kenangan kita. | KookV |