— 𝐀𝐧𝐠𝐞𝐥 𝐨𝐟 𝐃𝐞𝐚𝐭𝐡 𝐚𝐧𝐝 𝐚 𝐒𝐩𝐢𝐫𝐢𝐭 —
.
.
.
Malam itu, angin berhembus pelan. Menyejukkan malam di kota metropolitan yang jalanannya masih dipenuhi oleh sinar beratusan kendaraan, mereka semua hendak kembali ke rumah dan beristirahat setelah bekerja. Atau mungkin, ke tempat mereka yang lain.
Tetapi, tidak untuk orang itu. Bahkan saat malam pun, saat dimana semua orang tertidur dan beristirahat setelah beraktivitas hari ini, dirinya masih bergelut dengan pekerjaannya.
Ya, mencabut nyawa.
Bukan hal yang tabu lagi di era modern ini mengenai sosok tersebut.
Kebanyakan dia mengambil nyawa manusia ketimbang hewan ataupun makhluk lain, katanya —rekan-rekan kerja dan atasannya— karena dia lebih terampil dan kerja cepat dalam hal mencabut atau lebih halusnya membawa nyawa manusia ke alam baka.
Berdiri di pinggir atap gedung tertinggi, menatap kerlap-kerlip lampu kendaraan dan bangunan di sekitarnya, pemuda serba hitam itu bergeming, sesaat sebelum sebuah dentingan kecil membuatnya mengalihkan atensinya ke saku jaketnya, jubah lebih tepatnya. Dia mengambil sesuatu dari kantongnya, kantong dalam jubahnya. Terlihat sebuah buku usang bersampul hitam ada di genggamannya sekarang.
Pemuda itu membuka bukunya dalam sekali sentakan, di kedua lembarannya itu muncul tulisan-tulisan yang hanya dimengerti oleh dirinya dan rekan-rekannya, tulisan berbentuk acak yang tertulis dengan sendirinya oleh tinta hitam pekat.
Pemuda itu tampak memasukkan kembali buku itu ke tempatnya semula. Pemuda itu menghilang, dibalik asap hitam, bersamaan dengan berhembusnya angin malam pengantar tidur.
.
.
.
Riuh pikuk kembali terdengar setelah beberapa jam ternetralisir bunyinya. Semua orang sudah memulai aktivitas mereka masing-masing.
Saat itu, jalanan kota Seoul padat keadaannya. Zebra cross yang terlukis dari satu sisi jalan ke sisi jalan raya di seberangnya kembali ditapaki oleh para perjalan kaki yang menyeberang, menjalani aktivitas meskipun musim sedang sedikit dingin, membuat semua orang memakai baju hangat mereka, seperti jaket, syal, hoodie, atau apapun yang menghangatkan. Alih-alih seperti menyeruput cokelat panas di depan perapian rumah, mereka semua tetap mengesampingkan hal itu demi tercukupi kebutuhan hidup.
Ditengah-tengah kerumunan manusia itu, tak ada satupun yang tahu pemuda yang tengah berjalan berlawanan dari arah jalannya pejalan kaki. Entah disengaja atau tidak, entah kebetulan atau takdir, bahwa setiap dia berjalan, jalannya tak ada yang menghalangi. Seperti semuanya, dia seperti biasa, jalannya tak terhalang oleh apapun, tanpa ada yang menembus tubuh tak terlihatnya oleh mata telanjang manusia.
"Hei."
Hingga dia berhenti melangkahkan kaki, setengah berbalik untuk melihat siapa si pemanggil. Disana, beberapa meter dihadapannya, seorang pemuda yang tampak lebih pendek dari dirinya tengah berdiri menghadapnya sepenuhnya.
"Apa?" katanya to the point, dia tak suka jikalau waktunya terbuang sia-sia hanya untuk meladeni orang ini yang tampak akan mengajaknya berbicara untuk hal yang tak berguna.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐀𝐄𝐓𝐈𝐂𝐂-𝐒𝐇𝐎𝐎𝐓 | 𝐊𝐎𝐎𝐊𝐕
Short StoryCerita oneshoot-twoshoot-threeshoot KookV dengan berbagai genre. Per-chapter akan pendek, sedang, atau panjang, sepanjang jalan kenangan kita. | KookV |