Bab 15 : Perkiraan Dokter

60 14 1
                                    

“Chacha, hidung lo mimisan.” Delta segera mengambil tissu untuk mengelap hidung gadis itu. "Jangan hadap atas," perintahnya.

Raut wajah Delta yang semula datar tanpa ekspresi berubah menjadi cemas seketika, ia merasa Chacha tidak baik-baik saja, "Lo sakit?" Setahu Delta, daya tahan tubuh cewek ini lumayan kuat. Dulu saat masih tinggal bersama, Delta, Dinar dan Gibran terserang flu, namun tidak dengan Chacha, gadis itu tidak tertular sedikitpun. Bahkan selama ini, Delta belum pernah melihat Chacha sedang sakit.

Tentu saja, pria itu sangat mencemaskan saudara tirinya.

Chacha memejamkan matanya sejenak. Rasa sakit yang tadinya hanya di punggung kini menjalar ke seluruh tubuh. Ingin berdiri, namun dirinya tidak terlalu kuat.

Berusaha tersenyum menahan sakit yang luar biasa ini, “Nggak.” jawabnya menyunggingkan senyum, “Gue cuma pusing, Delta. Berat banget nih kepala, anterin gue ke kamar, gue mau tidur.”

Delta hanya mengangguk, lalu memegang pundak Chacha dengan perlahan untuk mengantarnya ke kamar.

🌼🌼🌼

Langkah Chacha tergontai, mendengar ucapan sang Dokter beberapa saat yang lalu, dunianya seakan berhenti. Jantungnya berpacu sangat kencang. Ia ingin ambruk seketika, namun dirinya masih sadar karena masih sedang berada di Rumah Sakit.

Perkataan itu terus mendominasi pikiran Chacha. Ingin bercerita kepada Angkasa, namun sayangnya pria itu menghabiskan masa liburan di luar negeri untuk membantu bisnis Papanya. Saat ini, ia sedang bersama Delta untuk menemui Dokter.

Hasil laboratorium memang belum keluar. Tapi gejala-gejala yang kamu alami semakin mendekati penyakit Leukimia.

Ya, perkiraan Dokter adalah Chacha terkena Leukimia. Meskipun belum sepenuhnya benar, Chacha benar-benar khawatir. Bukan hanya dirinya, Delta juga merasakannya.

“Mau makan atau minum apa gitu?” tawar Delta ketika mampir ke kantin yang berada di rumah sakit. “Lo nggak apa-apa, kan?”

Chacha memukul pundak Delta dengan keras, “Setelah diprediksi kemungkinan gue kena Leukimia, lo pikir gue bakal baik-baik aja?” ketus gadis itu kesal.

“Bakal baik-baik aja kalo lo semangat buat bertahan hidup.”

Chacha menghiraukan perkataan Delta. Mentalnya tidak sekuat yang orang-orang lihat.

Di saku celana jeansnya, tiba-tiba ponsel gadis itu bergetar, seseorang menelpon dirinya.

Senyum Chacha mengembang kala melihat bahwa Angkasa lah yang menghubunginya, “Assalamualaikum ya ahli kubur,” ucap pria di seberang sana setelah Chacha mengangkat sambungan telpon.

“Walaikumsalam, bahan bakar neraka.”

“Waduh, dark banget jokes lo sialan,” kekeh Angkasa, “Lagi dimana? Rame amat. Pasti lagi dugem, kan?

Begitu bodohnya Chacha, ia tidak ingin Angkasa mengetahui bahwa dirinya sedang berada di Rumah Sakit. Pasti Angkasa juga akan bertanya alasannya. Saat ini, Chacha tidak ingin Angkasa terbebani oleh pikirannya. Ia akan menyembunyikan ini sampai nanti jika masuk sekolah kembali. “Gue lagi disuruh beli makanan sama Delta,” jawabnya asal membuat pria berwajah dingin di sampingnya itu menautkan kedua alisnya.

Ya nggak apa-apa sih kalo dugem, nanti kalo ada om-om tinggal porotin terus hasilnya bagi dua,

“Apa? Nggak denger! Aduh, duh, baterai gue habis.” Demi menghindari pertanyaan Angkasa lebih lanjut, gadis itu menutup sambungan telepon dengan cepat.

MATCHASA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang