0.5

31 9 2
                                    

"Hai cewek. Kosong gak?"

Aku menengok dan menemukan Darren dengan ransel hitam di pundaknya.

"Duduk gih."

"Asiik."

"Tapi pelataran perpus sepi tuh, Ren?" tanyaku.

"Ini gue diusir maksudnya hah????"

"GAK ASTAGA. Bercanda doang. Tapi serius nanyanya."

"Kalo sendirian gue kayak kelihatan menyedihkan gitu loh, Din."

Aku mengangguk.

"Kelas lo udah kelar semua nih?" tanyaku.

Gantian dia yang ngangguk. "He eh. Nunggu Latihan nanti jam tiga. Males gue kalo balik ke apart. Lo?"

"Masih ngerjain tugas sih, satu nomor lagi kelar. Abis itu pulang."

"Rajin banget."

"Bukan anjir. Gue mau tidur abis ini."

Setelahnya, yang namanya Darren Natapraja cuma ngescroll handphone sambil cekikikan sendiri. Lucu banget, sih.

"Darren."

"Ha?" katanya sambil mengangkat kepalanya, menatapku.

"Lo tuh SMA-nya di mana sih?"

"Oh. Gue pindah ke luar kota, hehe. Di Bandung."

Aku menyipitkan mata.

"Jahat sih lo gak bilang- bilang."

"Sorry sorry. Mendadak. Tapi gue nepatin janji, kok."

"Apaan?"

"Janji kalo nilai UN gue bagus, terus SMA-nya di sekolah negeri juga biar bareng."

"HAH... LO MASIH INGET?"

"Ya masih. That's the least I can do."

"Wow. Gue terharu."

Aku lalu mematikan laptop, dan menutupnya dengan hembusan nafas panjang yang menandakan kelelahan.

"Udah mau pulang nih?"

Aku menggeleng.

"Gak deh. Ngobrol dulu."

"Asal lo tau ya, Ren," ujarku sambil merapihkan kabel charger laptop. Pria di depanku saat itu juga menatapku sedikit lebih tajam. Sepertinya ia penasaran.

"Gue bener- bener merasa kehilangan tau gak ada lo. Kayak, every day I wonder, lo dimana, kenapa, ngapain. Line lo juga tiba- tiba gak aktif. Gue nyari Instagram gak nemu. Gitu lah pokoknya."

"Terus pas gue putus sama Theo, itu sebenernya titik terendah gue kali, ya? And I really wish you were there," ujarku panjang lebar. Ini serius tapi. Kadang aku bertanya- tanya, Darren tuh sebenernya pernah suka sama aku nggak sih? Kalo iya, kenapa dia gak pernah confess? Pasti aku gak bakal ngerasain di treat buruk sama Theo selama satu tahun lebih dulu. I would choose him for sure.

"Nadin... I am really sorry," ujarnya dengan suara parau.

"Already accepted since we met few weeks ago."

"Din, gue janji deh, gue bakal bayar semua kesalahan gue."

"ITS NOT YOUR FAULT STUPID, its just the universe hates me so much."

"Nooo, wtf. Sini coba handphone lo deh."

Aku mengerutkan dahi, lalu dengan heran mengoper handphone ku ke tangan besar Darren. Ia terlihat mengetikkan beberapa hal, dan setelahnya mengembalikannya kepadaku.

"Itu Instagram gue, line, twitter, nomor handphone, anything. We need to catch up for sure, Din."

About DarrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang