16 - Keputusan

41 3 0
                                    

Satu bulan kemudian

Orangtua dari kedua anak itu akhirnya bersedia bekerja di rumah Daniel dan Jihyo.

Dan kini, kedua anak itu juga telah bersekolah di tempat yang direkomendasikan oleh Jihyo.

"Rasanya senang sekali bisa membantu orang-orang di sekitar kita." ucap Jihyo sambil berbicara kepada bayinya.

Kini usia kandungan Jihyo sudah menjalani delapan bulan.

Karena sebentar lagi ia akan melahirkan, maka dari itu Ibu Daniel dan Ibu Jihyo sudah bersiaga menjaga Jihyo di rumah.

Meski sudah banyak orang-orang yang bekerja di rumah Daniel, tetapi kedua Ibu itu sangat ingin menjaga Jihyo selama Daniel pergi bekerja.

"Aku ingin tinggal di rumah sakit." ucap Jihyo tiba-tiba.

Semua orang yang ada di rumah langsung kaget.

"Kenapa buru-buru? Bukankah waktunya masih lama?" tanya Ibu Daniel.

Jihyo langsung menggeleng.

"Aku tidak ingin membuat siapa pun merasa khawatir. Maka dari itu aku ingin menjalani pengawasan selama satu bulan di rumah sakit." jawab Jihyo.

"Tidak perlu, Sayang. Tinggal di rumah ini jauh lebih menyenangkan daripada mencium bau obat-obatan di rumah sakit." ucap Ibu Jihyo.

Jihyo lagi-lagi menggeleng.

"Kalian masih khawatir, maka dari itu aku ingin meminimalisir rasa khawatir itu dengan mengikuti pengawasan di rumah sakit." pinta Jihyo.

"Lebih baik bicarakan dulu hal ini dengan Daniel, karena ia yang akan mengambil keputusan." ucap Ayah Daniel yang tiba-tiba datang ke rumah.

***

Ayah Daniel membawa kue ini untuk dibagi-bagikan kepada seluruh orang yang ada di rumah.

"Wah, apa kue ini Ayah membuatnya sendiri? " tanya Jihyo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Wah, apa kue ini Ayah membuatnya sendiri? " tanya Jihyo.

Ayah Daniel pun tertawa.

"Menurutmu bagaimana?"

Jihyo langsung mengangkat bahunya.

"Aku tidak tau karena Ayah belum memberitahu." jawab Jihyo.

"Memangnya Daniel belum pernah cerita?" tanya Ayah.

Jihyo menggeleng.

"Hmmm... Jadi begini, dulu itu Ayah pernah punya toko roti dengan brand produksi sendiri." ucap Ayah.

"Terus... Kenapa sekarang nggak lagi?" tanya Jihyo.

"Udah males aja, kan Ayah udah tua. Jadi nggak pengen lah kerja capek-capek." jawab Ayah.

"Kan bisa sewa karyawan atau pegawai gitu." usul Jihyo.

Ayah pun menggeleng.

"Nggak berani sih, Ayah masih khawatir sama resiko jualan." jawab Ayah.

"Beruntung Daniel dan Ibunya berhasil melewati itu semua, sampai akhirnya mereka bisa mempekerjakan banyak orang melalui usaha roti yang dulu pernah Ayah jalani." lanjut Ayah.

"Jadi ketika kekhawatiran Ayah diserahkan sama orang yang mau menghadapi dan menanggung resiko, itu malah jadi sesuatu yang menguntungkan?" tanya Jihyo.

Ayah langsung mengangguk.

"Benar, karena pada dasarnya setiap hal yang ingin kita lakukan. Pasti akan selalu ada resikonya, dan orang yang berani bertanggung jawab atas resiko yang dia ambil. Itulah orang yang terbaik." jawab Ayah.

Kemudian Ibu Daniel datang dan duduk di samping Jihyo.

"Jadi gimana? Kamu udah mulai berubah pikiran setelah bicara sama Ayah?" tanya Ibu Daniel.

"Iya, Bu. Aku tetap ingin dirawat di rumah sakit." jawab Jihyo.

Lalu Ibu Jihyo datang dan duduk di sebelah Ibu Daniel.

"Terus lahirannya gimana? Mau normal atau caesar?" tanya Ibu Jihyo.

"Keputusan dari kami berdua pengennya normal, sih. Tapi nggak tau nanti dari dokternya." jawab Jihyo.

"Intinya semoga semua lancar. Jadi, doain itu aja buat kita semua." pinta Jihyo.

~

~

~

To Be Continue

Harta Berharga (Daniel♡Jihyo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang