7. Sebagian Ingatan

18 2 0
                                    

Ketika rasa ini tumbuh. Tapi kau mempunyai hati yang lain. Apa aku bisa bertahan, berhenti, atau memiliki untuk memperjuangkan?
-Alea

Davin dan Glen masih dirumah Alfan. Mereka bercanda gurau. Menghabiskan waktu seharian yang rencananya akan menginap di rumah itu. 

"Om, tan, kami boleh nginap kan ya?" Tanya Glen yang saat itu sedang memakan kacang di depannya.

"Ndaa bolehh," larang Aira.

Aira Pranaja Xendrick. Gadis kecil meresahkan. Ngomongnya yang masih cadel, cerewet, gak bisa diam, dan pemarah. Masih 7 tahun sudah bisa melawan Glen. Lah kalo Glen mah bisanya ngalah Mulu. Kalo gak? Bisa nangis gadis kecil itu.

"Ihhh Ai ko jaat sihh sama bang Glen." ujarnya menampakkan wajah pura pura sedih.

"Bialin"

"Nanti bang Glen beliin eskrim mau?" bujuknya.

"Nda mau. Tadi udwah matan esklim buanyakk." tuturnya.

"Yaudah, bang Glen pergi aja"

"Pelgi aja cana" sahutnya tak berperasaan.

"Ya ampun Ai, gitu amat"

"Bialin. Ihh cana pelgii. Ai mau tidul," setelah berucap dia langsung menuju kamarnya.

"Tan, itu si Aira dikasih makan apa? Galak bener." Mereka tertawa mendenger perkataan Glen.

"Ohh tadi Tante kasih makan daging singa."

"Wah Ngerii, pantas aja kek singa," sahutnya.

"Yaudahlah tan. Kami kedalam dulu."

Devi mengangguk membiarkan teman anaknya itu ke kamar Alfan.

Sebelumnya Alfan lebih dulu masuk ke dalam kamar baru di susul temannya. Sampai dikamar ia terus menatap gadis di ruang sebelah. Walau tertutup tirai, apa yang dikerjakan gadis itu masih terlihat karna sinar matahari yang bersinar ke arah kamarnya.

"Oasu." Umpatnya.

Dia melayangkan tatapan permusuhan.

"Fan, itu mata pen gue colok?" sahut Glen.

Dia hanya dihadiahi tatapan membunuh. Saling diam menikmati angin malam. Tumben si bos gini. Biasanya jarang ke balkon. Pikir keduanya.

Ia terdiam, pikirannya lagi dan lagi melayang pada gadisnya. Gimana kabar gadis itu, apa dia baik baik aja? Hatinya kacau selalu kacau tiap malam karna pikirannya tidak bisa tentang.

"Andai lo masih disini," monolognya sendiri.

"Siapa boss?"

"Gak."

Mereka ngangkat bahu acuh. Ngomong ama kulkas bikin capek. Memilih masuk dan tidur di kasur. Merebahkan badannya yang letih. Perbuatan Aira membuat Glen kesel setengah mati. Masih kecil itu mulut pedes bener. Pengen di sumpal pake cabe.

Glen tertidur lebih dulu. Davin masih bermain dengan hp nya. Alfan masih di balkon sendirian. Pikirannya masih kalut. Ia takut mengambil keputusan.

Sekelebat bayangan terlintas di kepalanya.

"Hai" sapa seorang gadis. Ia duduk di kursi taman pagi itu.

"Hai juga," sapanya balik.

"Kamu sendirian aja?" Ia mengangguk. Orangtuanya lagi pergi membeli sesuatu.

Gadis itu ikut duduk disampingnya. Pakaiannya yang terlihat biasa. Tas kecil yang ia sandang dan sepasang sendal jepit kecil.

BEBAN [Slow Up]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang