Enjoy reading it!
.
.
.
.Matahari sudah menyembunyikan sinarnya digantikan dengan bulan juga bintang-bintang yang menghiasi malam. Seperti sudah menjadi kebiasaan baru,kini Bumi lagi-lagi sedang berada di balkon.
Bumi sedang berpikir bagaimana dia bisa menjalani esok hari,walau dia masih keturunan keluarga Wijaya tapi dia hidup di zaman yang sangat berbeda. Dia bingung bagaimana harus menyikapi semua orang,apakah dia harus menggunakan bahasa formal dan kaku itu atau layaknya sikap yang dia gunakan sehari-hari.
"Mikirin apa?" tanya Lintang yang tiba-tiba berada disamping Bumi.
"Astaga bisakah kau tidak muncul secara tiba-tiba?"
"Pastinya tidak bisa,aku hanya arwah sekarang"
"Yayaya terserahmu"
"Kamu tadi mikirin apa?"
"Mikirin aku harus gimana besok"
"Oh ya biasa aja,kan sudah kubilang sifatku itu sama denganmu hanya otak dan kesukaan kita yang berbeda"
"Hahhh bodo deh,capek lama-lama mikirinnya" ucap Bumi sembari melangkahkan kakinya kedalam kamar meninggalkan Lintang yang sedang mencebikkan bibirnya.
"Cih siapa juga yang suruh mikirin" Lintang sengaja mengucapkan itu dengan keras.
"Cih siipi jigi ying sirih mikirin nyenyenye" julid Bumi yang mendengar itu
Hah sepertinya keturunan keluarga Wijaya memang tidak ada yang waras.
Pagi hari telah datang,matahari mulai menunjukkan keindahan alamnya. Bumi terbangun dari tidur nyenyaknya dan dengan malas berjalan ke arah kamar mandi.
Butuh waktu 15 menit untuk Bumi menyelesaikan mandinya. Kini Bumi sedang berjalan menuruni tangga lalu menyapa ibu juga kakaknya.
"Selamat pagi Ibu" ucap Bumi sambil membungkukkan badannya.
"Selamat pagi juga sayang,hari ini kamu sarapan di Akademi lagi?"
"Iya ibu"
"Ekhem kakak gak mau disapa juga nih?" kakak Lintang tiba-tiba menginterupsi keduanya. Ibu hanya terkekeh pelan dan Bumi berjalan ke arah kakak sementaranya itu.
"Pagi kakakku yang paling nyebelin" sapa Bumi yang berhasil membuat kakak Lintang mendelik.
"Idih sama ibu sopan banget,giliran sama kakak kayak keturunan setan" umpat kakak Lintang secara tidak sadar.
"Nobel,jangan gitu sama adeknya" Ibu memperingati kakak Lintang yang bernama Nobel Wijaya. Nobel pun merengutkan bibirnya mendengar itu sedangkan Bumi menertawakannya.
"Ibu,kakak saya pamit dulu ya" pamit Bumi dengan sopan lalu berjalan menuju mobil kuno yang berada di halaman rumahnya atau mungkin juga bisa disebut kastil.
Setelah bermenit-menit perjalanan akhirnya Bumi sampai di TM Akademi atau Tri Mega Akademi. Bangunan Akademi ini sangat kuno tetapi juga megah,banyak murid-murid yang mempunyai warna seragam berbeda berlalu lalang dihalaman sekolah.
"LINTANG!" teriak seorang pemuda diikuti oleh tiga orang lainnya. Seragam mereka mempunyai warna yang sama seperti Bumi yaitu Orange.
"OYYY" Bumi menyahuti teriakan pemuda itu.
Keempat orang yang tadi berteriak kini sudah berada di depan Bumi. Orang orang itu bernama Daffa Reliu Kaharsa,Arjuna Tri Pranoto,Gurseno Jendara Putra,lalu yang terakhir adalah Mahendra Yonar Prayoga. Bumi mengetahui itu karena ada name tag terpasang diseragam mereka.