Melissa Amberton, Keltroid 2060
"Totalnya jadi 32 dolar. Ada tambahan?" Tanya penjaga minimarket itu ramah.
"Gak ada, ini aja,"
"Ada kartu member?" Gadis kuncir tinggi itu terdiam sejenak.
"Harus member toko ini?"
"Member lain juga bisa, tapi lebih baik pakai ka-"
Ia terdiam melihat kartu hologram emas yang disodorkan oleh pelanggannya. Melihat dan menyentuh kartu Ambertonex secara langsung bukanlah hal yang wajar jika dipikir-pikir. Matanya menatap kaget gadis itu dan kartunya bergantian.
"Lagi gak bawa uang lebih, sisanya buat ongkos," Manik hijau kebiruannya memindai TV di sudut kasir sambil menyerahkan kartunya pada kasir. Selagi dia menyelesaikan transaksi, Melissa menonton peragaan busana di TV itu, terlihat dari corak di sudut busananya, itu adalah rancangan dari Christyn Amberton, Putri ketiga dari Hank Chris Amberton. Dan benar saja, wanita itu muncul dari belakang panggung setelah model terakhirnya berlenggok di catwalk.
Melisaa berdecak lidah saat pujian dan sinar kamera paparazi menghujani kakaknya. Melissa selalu membenci semua hal itu, dadanya terasa berat saat ia melihatnya. Ia memutar bola matanya. Tangannya merampas kantong plastik dan kartunya yang diberikan kasir tadi. Ia memasang senyum palsu,
"Makasih," Ulasnya sambil meninggalkan mini market itu, dan juga para karyawan didalamnya yang tak percaya atas kehadiran salah satu anggota keluarga terkaya di Keltroid, Amberton.
Ia berjalan cepat menelusuri trotoar yang ramai. Suasana kota ini di sore hari memanglah pemandangan yang khas. Melissa menunggu di halte dekat lingkungan apartemen terbesar di Keltroid, Emraldio Park. Gavin Amberton adalah pemiliknya. Melissa juga membenci kakak sulungnya, tapi ia menghela napas panjang untuk membuang pikirannya jauh-jauh dan memutuskan untuk mendengarkan musik lewat headsetnya. Lalu masuk ke salah satu bis yang berhenti dihadapannya, bertujuan Avesaint.
.
"Selamat datang kembali, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" Sambut salah satu pelayan humanoid yang mengikuti Melissa dari gerbang. Ia menghela napas berat.
"Alice, udah Mellie bilang, yang santai aja. Lagian Mellie gak mau ngebiasain dilayanin gini. Mellie udah mau tamat sekolah, buka anak TK lagi," Alice tersenyum merespon ucapan majikannya, lalu Alice mengangguk.
"Baik kalau itu yang Nona inginkan. kalau Nona mengizinkan, saya pamit ke kebun. Panggil saya jika Nona membu-"
"Ya, ya, terserah," jawab Melissa dengan sedikit menertawakan betapa kakunya kecerdasan buatan sebuah humanoid walau dibuat semirip mungkin dengan manusia.
Melissa membuka pintu kayu besar itu perlahan, takut mengganggu Ibunya yang biasa lebih dulu pulang lebih awal, karena pekerjaanya cukup diurus dari rumah.
"Kok cepet,sih?? Biasanya malem," Ucap Melissa kaget melihat adiknya, Jean sedang bersantai di sofa utama. Jean hanya menoleh lalu menjulurkan ujung lidahnya.
"Terserah gue, lah. Gue yang rekaman," jawabnya lalu kembali menatap layar laptopnya. Melissa memutar matanya kembali, bosan dengan keluarganya.
"Punya karir mah bebas, ya?" Ia langsung berjalan menuju elevator kecil disamping ruang tamu dan menekan lantai 3, menuju kamarnya.
Ia melemparkan dirinya ke kasur setelah membersihkan diri. Pandangannya tak sengaja mengarah pada foto keluarga di dinding kamarnya.
"...Papa jadi CEO pertambangan minyak, Mama punya restoran CrystalDelight, Gavin nerusin kawasan tanah dari kakek, Christyn punya merk busana sendiri, Howard jadi dokter dan Direktur rumah sakit, Jean mulai debut single. Terus, aku bisa apa?" Ucapnya frustasi sambil menatap potret wajah mereka secara bergantian, yang memang terilhat berwibawa. Ia mengacak rambutnya, mencari alternatif yang terlihat buntu.
Ting ting!!
Setelah culup lama, bel elektrik di sisi pintu kamar Melissa berdering. Ia menghela napas,"Siapa?" Sahutnya, humanoid pribadinya menjawab dibalik pintu,
"Saya Alice. Nyonya Adelline memanggil Nona untuk makan malam di ruang makan," Melissa menghela napas.
"Iya, bilang nanti Mellie kesana."
"Baik, Nona." Jawabnya disusul dengan derap langkah sepatu Alice yang lama kemudian menghilang.
.
"Gimana Ekskul? Masih lancar?" Tanya Adelline pada putrinya untuk sedikit mencerahkan wajahmya yang muram.
"...Ya, gitu-gitu aja, sih. Gara-gara paling cepet nangkep materi jadi lebih sering disuruh nonton daripada latihan."
"Masih ekskul senam gimnastik itu? Yang locat-salto-loncat-salto pake baju renang?" Sahut Jean. Melissa mematap adiknya seakan tersinggung. Tentu gimnastik lebih dari sekedar melompat dengan pakaian ketat, Ia percaya itu pasti akan membantunya kelak, walau mimpi dan tujuannya belum jelas.
"Udah deh, gue ngerti gue gak kayak Jay Jacob yang sibuk sama karir rekamannya. Seenggaknya gue gak bakal jadi orang pemales yang selalu nyari alesan bolos buat diskusi editing, ya,"
"Ya, tapi kan gue punya karir dan bisa naikin nama keluarga,"
Oke, kalimat singkat itu berhasil membungkam Melissa dan menancap tepat di hatinya. Adelline yang membaca situasi berdehem, untuk memperjelas situasi.
"Kalo boleh tau, mimpi Mellie apa? Kok pilih jadi gimnastik?" Tanya Adelline lembut. Melissa memainkan makananya sambil membungkam. Ia melirik kearah ponselnya, yang menampilkan halaman berita. Melissa kemudian membuka mulut ragu,
"Troops. Mellie mau daftar besok, bareng sama rekrutan yang dikumpulin minggu ini. Mellie percaya gimnastik suatu saat pasti bantu Mellie."
.
.
.
.
.767 words
-
TBC.
Next, the Muscle
KAMU SEDANG MEMBACA
The Jackals [HIATUS]
Science FictionTahun 2060, dimana virus sejenis Zombie merebak secara kolosal dibanding 5 tahun sebelumnya dimana Zombie pertama ditemukan. Ini adalah kisah lima tentara yang terus berusaha mengungkap kebenaran dibalik wabah tiga jenis Zombie yang mewabah di Petra...