• the Wings •

11 2 0
                                    

Sara Leona Jones, Urennios 2060

Perempuan itu menguncir rambut pirangnya. Langkah enerjiknya bergegas menuju tempat Ayahnya bekerja, markas utama Hetharegenium. Ia sudah memiliki tanda pengenal yang dikalungkan pada lehernya, tapi bukan ID seorang Troops atau kru yang bekerja, melainkan ID tamu.

"Selamat datang, ada yang bisa kami bantu?" Sapa seorang penerima tamu. Sara tersenyum dan menunjukkan ID nya.

"Saya harus ketemu Ayah." Penerima tamu itu mengangguk dan mempersilahkan Sara masuk tanpa mengecek barang bawaan yang ada di tas kecilnya. Ia bergegas naik elevator di depannya menuju lantai 24, kantor ayahnya, Jonathan Adams.

Ting Ting!

Bel elektrik di depan ruangan itu telah ditekan. Jonathan mengalihkan perhatiannya ke pintu besi di seberang ruangannya.

"Siapa itu?" Tanyanya pada robot asisten kecil di mejanya, Puma. Ia mengedipkan lampu biru di matanya itu, menampilkan tangkapan cctv kecil di sudut pintunya. Terlihat gadis berseragam Sekolah dengan kacamata putihnya menunggu. Jonathan tersenyum dan mengangguk kecil.

"Buka pintunya, Puma." Puma memberi sinyal pada sensor di pintunya, yang kemudian terbuka, membiarkan gadis itu masuk dengan senyum di bibirnya.

"Sore, yah. Udah makan, belum?" Sapanya sambil duduk di sofa dekat rak buku.

"Udah, kok. Jangan manggil Ayah terus, Ah. Jonathan, atau Nathan. Kurang cocok," balasnya sambil membereskan kertas-kertas di mejanya. Sara memperlihatkannya sambil tersenyum pahit. Memang Jonathan bukan Ayah kandungnya. Lebih tepatnya sahabat dari mendiang Bryan Trevan Jones. Tapi Sara merasa Jonathanlah yang pantas menggantikan Ayahnya.

"But i feel you suit it," Gumam Sara pelan sambil menatap meja kerjanya. Jonathan menengok seakan mendengar sesuatu.

"Ngomong apa? Kurang kedengeran," Sara melihat kearah Jonathan dengan mata yang cerah, mengembangkan senyum palsunya,

"Hm? Enggak, gak penting kok, hehe..."
Tepat setelahnya, Puma berbunyi, memberi notifikasi pada Jonathan.

"Rumah sakit distrik Geotte menemukan 3 pasien dengan gejala infeksi! Inspektur Ivan mengundang Anda untuk mengecek dan mengamakan tersangka! Apa anda menerimanya?"

Jonathan menghela napasnya. Ia menganggkuk dan menerima tawaran dari Inspektur itu, teman lamanya.

"Saya mau keluar. Mau ikut?" Tawarnya pada Sara. Ia menggeleng pelan,

"Enggak, makasih." Jawabnya sambil ikut berdiri. Jonathan menaikkan alisnya sambil tersenyum tak percaya.

"Biasanya malah suka minta ikut, tumben?" Candanya sambil memakai jaket di dekatnya. Sara hanya tertawa.

"Haha... iya, ya? Masih mau lanjutin penelitian, sih," Jawab Sara, Jonathan memudarkan senyumnya.

"Penelitian apa?"

"Hm? 'Zombie dan alien' ?" Jonathan menghela napas, mengetahui dendam Sara yang masih membara sejak 5 tahun lalu.

"Kan udah dibilang, penelitian kamu itu gak akan punya akhir. Hal yang kamu bahas disitu subjektif, me-"

"Menunjuk ke film dan cerita fiksi? Yah, aku nulis ini gak sembarangan. Kan aku udah bilang berkali-kali kalo aku ngambil dari observasi mandiri?" Bela Sara dengan keras kepala. Jonathan menggeleng pelan sambil memindai sidik jarinya ke sensor pintu untuk membukanya.

"Terserah kamu deh, tapi Saya ingetin, kamu mendingan siap-siap buat ujian besok lusa,"

"Itu sih, sip-sip aja, tapi kan beda lagi sama-"

"Cheese Waffles for dinner?" Tawar Jonathan untuk mengalihkan ocehan putrinya. Sara terhenti dan malah menghela napasnya.

"You got me there, Dad." Jawabnya mengalah sambil tersenyum, mendengar menu favoritnya sebagai tawaran untuk makan malamnya. Ia sudah melalui hari yang melelahkan, dan makanan favorit akan mengisi energinya kembali.

Keduanya menuruni elevator kaca di tengah lobby, berjalan ke pintu utama sambil berbincang ringan. Namun Jonathan menuju mobilnya di area parkir, sementara Sara terhenti di tempat.

"Beneran gak mau ikut?" Tanya Jonathan dari kejauhan.

"Enggak, makasih!" Jawab Sara sambil melihat Jonathan bersama mobil hitamnya pergi, yang melambai kecil padanya.

Sara segera keluar gerbang, menelpon temannya, Maggie.

"Mag, udah disana?"

"Ini masih dijalan, dikit lagi sampe, kok."

"Oh, oke. Gue kayaknya agak telat, deh. Kalian duluan aja,"

"Kita ke Utovella, ya. Kevin udah ada akses, nanti kita ketemu di depan gerbangnya. Gue kirim koordinatnya."

"Sip, sip. Makasih!"

"Bye!"

"Bye!" Maggie menutup panggilannya dan bergegas untuk berangkat ke Utovella untuk observasi selanjutnya, di kota mati tersebut.

.
.
.
.
.

629 words.
-
TBC.
Next, the Eyes.

The Jackals [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang