Clara yang saat itu masih berusia 6 tahun sedang berjalan-jalan di sebuah taman. Entah kenapa, hari itu taman terlihat sangat sepi. Jarang terlihat orang.
Namun Clara tidak takut berada di taman itu seorang diri. Lagi pula taman itu sangat dekat dengan rumahnya, dan Clara sudah berulang kali pergi ke taman seorang diri.
Clara melihat seekor kucing kecil, karena Clara sangat menyukai binatang khususnya kucing, ia pun menghampiri kucing tersebut.
Dibelainya dengan lembut kucing itu. Terlihat sekali bahwa kucing itu juga menikmati perlakuan yang diberikan Clara padanya. Tiba-tiba, pandangan Clara menjadi kabur dan perlahan menjadi gelap. Ia tidak bisa merasakan tubuhnya, bahkan ia mulai merasakan kesadarannya perlahan-lahan hilang.
Clara bingung dan ia juga panik. Ia ingin memanggil kedua orang tuanya. Tangannya yang lemah mencoba meraba, yang ia dapati adalah ia tidak bisa mengangkat tangan kecilnya sedikitpun. Tubuhnya mulai kehilangan tenaga, dan akhirnya Clara kehilangan kesadarannya sepenuhnya. Tanpa tahu tentang keadaannya saat ini.
****
Gelap dan sedikit lembab. Ruangan ini terlihat sangat mengerikan, dengan anak-anak berusia 6 tahun dalam ruangan tersebut. Secara kasar dapat terhitung sekitar 15 orang anak berumur 6 tahun berada di ruangan itu dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Di sudut ruangan yang sedikit berdebu, seorang anak memperlihatkan tanda-tanda bahwa ia akan segera bangun. Dia adalah Clara.
Setelah membuka matanya, apa yang dilihatnya adalah ruangan yang gelap ini. Ketakutan mulai melanda hatinya, ia sangat panik. Ingin rasanya menangis namun ia sadar, jika dia menangis disini ia tidak akan tahu apa yang akak terjadi pada dirinya karena membuat kebisingan.
Mengamati sekitarnya untuk melihat apakah ada seseorang yang bisa ia minta pertolongan darinya. Namun nihil, di ruangan itu hanya ada anak-anak seumurannya.
Saat ini, diruangan yang sepi itu Clara mendengar suara langkah kaki dari luar ruangan. Karena ketakutan yang di rasakannya, secara naluriah ia kembali berbaring dan berpura-pura tidak sadarkan diri dan membuat keadaan seperti tidak terjadi apa-apa. Seolah-olah ia belum bangun sebelumnya.
Langkah kaki itu terdengar semakin mendekat. Rasa takut, gelisah, dan panik menjadi satu dalam hati gadis kecil itu. Ia ingin melarikan diri, ia ingin meminta pertolongan pada orang tuanya. Ia ingin menangis seperti sebelumnya namun tidak bisa.
Perasaan itu semakin kuat seiring dengan langkah kaki yang semakin mendekat dan akhirnya berhenti tepat di depan pintu ruangan ini.
Jantungnya berdegup kencang, dadanya sangat sesak, keringat dingin keluar dengan deras. Bahkan tanpa disadari olehnya, matanya juga mengeluarkan air mata. Clara benar-benar merasa takut.
Pintu ruangan ini perlahan terbuka, pintunya sedikit berkarat menimbulkan bunyi berdecit yang membuat Clara semakin merasa takut. Kemudian langkah kaki itu kembali terdengar, langkah itu memasuki ruangan dengan sangat pelan menambah rasa takut pada diri Clara.
Tubuhnya mulai gemetar, gadis itu mencoba untuk bersikap tenang tapi bagaimana pun juga ia hanya seorang anak berumur 6 tahun. Rasa takut yang semakin besar membuat tubuh kecilnya semakin gemetar. Langkah kaki itu perlahan mendekat ke arah Clara, dan tubuhnya semakin gemetar tak terkendali di ruangan yang sunyi itu hanya ada langkah kaki yang semakin mendekati Clara.
Hingga langkah itu pun berhenti. Belum sempat Clara menghela nafas lega terdengar suara rendah dan dingin tanpa emosi dari seseorang. Suara itu berasal dari pemilik langkah kaki.
"Kau sudah bangun rupanya nak."
Mendengar itu Clara mulai terisak dengan tubuh yang gemetar. Ia tidak bisa lagi berpura-pura tak sadarkan diri, gadis itu mencoba menyusutkan tubuh kecilnya ke sudut ruangan tapi tidak bisa. Ia sudah berada di sudut dan tepat di belakangnya adalah dinding yang menghalanginya untuk mundur lebih jauh.
"Aku tidak menyangka kau jauh lebih kuat ketika menghadapi obat itu. Berapa waktu yang di butuhkan untuk sadar?" suara rendah tanpa emosi itu terdengar kembali. Untuk kalimat pertama Clara tahu itu di tujukan untuknya. Sedangkan kalimat kedua itu untuk orang-orang yang mengikuti pria yang sedang berjongkok di depannya ini.
Clara tidak bisa melihat dengan jelas wajah mereka semua, karena mereka membelakangi cahaya. Hanya terlihat siluet dari masing-masing mereka.
"Tiga hari waktu normal."
"Ini baru satu hari. Kau sangat kuat gadis kecil. Bawa dia."
"Baik tuan."
Dengan itu, Clara pun di bawa dengan tubuh terikat menuju keluar ruangan. Akhirnya ia melihat segala sesuatunya dengan jelas. Mulai dari yang membawanya sampai orang yang berbicara padanya.
Pria itu sangat tampan. Namun tidak ada ekspresi sama sekali di wajahnya, tatapannya sangat tajam dan dingin terlihat sangat kejam. Clara semakin takut pada apa yang akan terjadi kedepannya.
Clara tidak tahu dimana dia berada. Tempat itu benar-benar asing baginya, sepertinya gadis kecil itu berpikir dia ada di sebuah hutan. Di seluruh daerah itu hanya ada satu bangunan dimana Clara keluar tadi, bangunan itu dikelilingi pepohonan tinggi dan cukup rindang menambah kesan seram di sekitarnya.
Clara di masukan kedalam sebuah mobil jeep. Di sampingnya adalah pria yang berbicara dengannya tadi. Ia mengenakan kacamata hitam, mengenakan kemeja putih yang cocok dengan tubuhnya dan celana kain hitam yang terlihat pas di kaki panjangnya. Ia juga mengenakan sepatu kulit yang terlihat mahal.
Walaupun Clara berusia 6 tahun, tapi gadis kecil itu pintar dan cerdas. Clara tahu pria ini bukanlah pria biasa, dan dia merasa aneh karena pria ini mengenakan pakaian seperti itu di tempat yang seperti hutan ini.
"Kenapa kau melihatku seperti itu gadis kecil?"
"A, apa yang akan anda lakukan pada saya?"
"Pertanyaan bagus. Aku tidak akan melakukan apapun padamu. Aku akan membawamu menemui ke enam saudarimu."
"Sa, saya ingin pulang."
"Tidak bisa. Jika kau ingin pulang, jalan satu-satunya adalah kau akan mati. Apa kau ingin mati gadis kecil?"
Mendengar itu, tubuh Clara yang tadinya gemetar semakin bergetar dengan hebat di iringi isak tangisnya. Gadis kecil itu terlihat sangat menyedihkan. Sedangkan pria itu hanya melihatnya dengan tatapan dingin tanpa emosi. Tidak ada simpati sedikitpun di mata hitamnya yang indah.
"Ya, kau pastinya tidak ingin mati. Jadi ikuti saja takdirmu ini."
"Apa sebenarnya yang anda inginkan?"
"Gadis kecil, rasa keingintahuan membunuh kucing. Tidakkah kau pernah mendengar itu? Kau akan tahu seiring berjalannya waktu."
"Apa yang harus saya panggil?"
"Panggil saja Daddy untuk saat ini."
Dengan rasa enggan, Clara mencoba menerima takdirnya ini. Ia masih tidak mengerti, mengapa dia diculik? Untuk apa ia diculik? Apakah mereka akan meminta uang? Tapi itu sepertinya tidak mungkin, atau mereka akan menjualnya? Sepertinya tidak juga. Lagipula mengapa mereka ingin membeli dirinya yang masih kecil? Itu akan sangat merepotkan bukan?
"Pam, Daddy, bagaimana dengan anak-anak yang ada di ruangan tadi?"
Ya, sedari tadi Clara penasaran dengan nasib anak-anak yang berada di ruangan itu. Sejak dia keluar dari ruangan itu, hanya dirinya yang keluar dan tidak ada seorang anakpun yang di bawa pria aneh ini.
"Oh, mereka mati. Mereka dibunuh. Aku sudah bilang, itu satu-satunya takdir mereka karena mereka tidak bangun lebih awal seperti mu."
Tidak ada emosi sama sekali di nada pria itu ketika mengatakan bahwa anak-anak itu mati, Clara sangat terkejut. Ia tidak menyangka pria ini begitu kejam, Clara semakin gemetar ketakutan.
Ia sangat ingin pulang dan tidak ingin bertemu dengan pria ini lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Bunch Of Roses
Fiksi Remajadi culik ketika dia masih kecil. mengikuti pelatihan seperti berada di neraka, di latih untuk memiliki berbagai macam keahlian. berjuang dengan keras hanya untuk hidup. bersama dengan keenam "saudari"nya yang lain, ia menjalani hidup seperti seorang...