4 • Beban Bagi Zara

152 15 0
                                    

"Jangan cuma mikirin diri kamu aja, pikirin juga orang yang kamu bikin susah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan cuma mikirin diri kamu aja, pikirin juga orang yang kamu bikin susah. Kalo mau hidup disukai sama orang banyak, jangan jadi egois."
Zara Adelina Giovany


TETEP VOTE DAN KOMEN SEBANYAK-BANYAKNYA YUK, BIAR SEMANGAT NIH NGERJAIN KARYA SATU INI, KARENA KEMARIN SEMPET TERHALANG, SEKARANG MAU AKU LANJUTIN.🥳

•••

"Kamu?!" ujar Zara berkali-kali mengerjapkan matanya.

Pria itu sedikit menyunggingkan senyumannya, lalu berjalan menuruni tangga. Hembusan angin yang begitu kencang, membuat pria itu semakin tampan. Apalagi hanya menggunakan kemeja hitam dengan celana selututnya, siapapun pasti akan terpicut kepadanya.

Kini Arga telah berdiri dihadapan Zara. Pria itu agak menunduk, menatap wajah cantik Zara. Jarak diantara mereka hanya sisa sejengkal saja, membuat Zara refleks menahan napasnya. "Saya udah bilang kan, kamu gak akan bisa kabur,"

Zara tersentak, lalu menjauhkan dirinya dari Arga, namun tangan pria itu lebih cepat, ia menarik pergelangan tangan Zara hingga tubuh Zara membentur dada bidang milik Arga. "Gak sopan banget kamu?!" bentak Zara tidak terima.

"Kayanya lebih gak sopan kamu, tiba-tiba menghilang gitu aja. Gak mau tanggung jawab sama apa yang udah kamu perbuat kemarin?" tanya Arga mengembalikan ucapan Zara.

Zara mendorong tubuh Arga agar menjauh darinya. "Bb-bukannya gitu, abisnya---,"

"Kenapa? Abisnya gak masuk akal? Coba kamu pikir, saya ini udah baik sama kamu. Kamu bisa bebas dari hukum, asal kamu kerja sama saya. Simpel, gak usah dibikin ribet." ucap Arga panjang lebar. "Atau kamu mau kembalikan uang ganti ruginya?"

Zara melebarkan mulutnya. "Astaga! Enggak gitu, saya gak bisa balikin uang sebanyak itu dan saya gak bisa kerja tanpa digaji sama kamu,"

"Lukai, tolong hubungi polisi." ujar Arga tanpa menoleh sedikitpun, tatapan matanya masih serius menatap sorot wajah Zara yang telah kehabisan kata-kata.

"Tolong, jangan kaya gini. Pasti ada jalan keluar lainnya," lirih Zara.

"Jalan keluar apanya? Saya udah kasih kamu pilihan. Semua tergantung sama kamu maunya gimana," balas Arga. "Kenapa kamu natap saya kaya gitu? Gak suka sama saya?" tanya Arga serius.

Zara terdiam sebentar, sedangkan tangan kanannya mengepal erat, seolah-olah bersiap menghantam wajah Arga. "Iya, saya gak suka sama kamu. Jangan cuma mikirin diri kamu aja, pikirin juga orang yang kamu buat susah. Kalau mau hidup disukai orang banyak, jangan jadi egois." ucapan Zara barusan sukses membuat Arga terdiam.

"Saya mau pulang." baru saja Zara mengembalikan tubuhnya, ucapan Arga sudah menghentikan langkah kakinya.

"Semua orang pengen kenal saya. Semua orang suka sama saya. Semua orang pengen deket sama saya. Seenaknya kamu ngomong gitu? Kamu ini siapa?" tegas Arga.

"Semua orang deket sama kamu itu gak tulus. Mereka cuma liat uang kamu aja. Lagian siapa juga yang betah sama laki-laki nyebelin kaya kamu ini? Maaf saya lancang, kekayaan kamu ini gak bisa bikin saya tunduk sama kamu. Ini bukan persoalan uang, tapi persoalan kemanusiaan. Dua bulan itu bukan waktu yang singkat bagi saya, dua bulan itu sangat berarti. Gak mungkin saya ada disini, tersiksa disini cuma buat gantiin baju kamu yang kotor dan yang gak mau dicuci itu." ujar Zara menceramahi Arga.

Sungguh, Arga sangat tak habis pikir dengan wanita yang ada dihadapannya. Pria itu menyunggingkan senyumannya. "Lukai, kamu urus wanita ini. Jangan sampai dia melangkahkan kaki keluar gerbang. ujar Arga tegas.

Pria itu meninggalkan Zara, berbalik badan lalu masuk ke dalam rumah yang sangat besar itu. Membuat Zara berteriak lumayan kencang kepadanya. "SAYA MAU PULANG!" teriak Zara, namun tidak dihiraukan sama sekali oleh Arga.

"Maaf, kamu harus disini dulu untuk beberapa waktu. Kalau saya boleh kasih saran, sepertinya kamu turuti saja permintaan Arga. Dia hanya terlihat keras di luarnya saja," ujar Lukai memberi saran.

"Tetep aja gak bisa seenaknya begini dong? Saya juga manusia, kejadian kaya gini nih bisa saya laporin loh. Penculikan orang, penyekapan orang. Gak bisa main-main kaya gini," omel Zara tidak terima.

"Lebih baik kamu pikirkan terlebih dahulu gimana kedepannya. Saya gak bisa berbuat apa-apa, Arga kalau sudah mengambil keputusan pasti tidak bisa dilawan. Kalaupun kamu mau kabur dari sini, gak akan pernah bisa. Penjagaan di rumah ini sangatlah ketat." ujar Lukai, lalu pergi meninggalkan Zara juga.

Kini, Zara hanya sendirian di depan rumah yang sangat megah. Pikirannya berantakan, ia tidak tahu harus berbuat apa. "Sekarang harus gimana?" lirih Zara di dalam hatinya.

***

Arga sedikit mengintip dari jendela kamarnya, pria itu menatap datar Zara yang masih kekeh berdiri di depan rumahnya. "Mau sampai kapan kamu disana, pendiriannya kuat juga." ujar Arga menyunggingkan senyumannya, lalu beralih ke ruangan kerja miliknya.

TOK TOK TOK

"Masuk," ujar Arga singkat.

Pintu terbuka cukup lebar, memunculkan sosok Bi Popi yang membungkukkan tubuhnya sekilas. "Maaf, Pak. Sebentar lagi akan turun hujan, kalau wanita yang di luar itu gak masuk nanti kasihan kehujanan takut masuk angin," ujar Bi Popi.

"Biarin aja, Bi. Saya gak peduli," jawab Arga yang masih fokus pada berkas-berkas kantor yang ada di tangannya. "Kalau dia nyadar sebentar lagi mau hujan, dia pasti masuk, tenang aja."tambahnya.

Bi Popi mengangguk, lalu menutup kembali ruangan Arga. Sedangkan Arga, kembali menoleh sekilas ke arah jendela. "Itupun kalau dia gak keras kepala." tambahnya pelan.

***

Suara gemuruh telah bersahutan, membuat Zara merinding seketika. Apalagi suasana kali ini makin dingin dan berangin. "Astaga petir nya," ujar Zara memeluk dirinya sendiri.

Satu per satu air hujan telah turun, gerimis telah tiba. "Dia emang gak punya hati," umpat Zara pelan. "Sampai kapan pun aku gak akan mau masuk ke dalam rumah itu."

Pintu rumah tersebut terbuka kembali, Arga memasukkan kedua tangannya di saku celana. "Masuk," suruh Arga singkat.

"Saya mau pulang." tolak Zara mentah-mentah.

"Kamu bakal kehujanan,"

"Lebih baik saya kehujanan daripada masuk ke rumah itu." balas Zara teguh pada pendiriannya.

Arga kembali masuk ke dalam rumahnya, sekarang ini hujan semakin deras, membuat tubuh Zara makin kedinginan.

Sangking gemasnya, Arga kembali ke luar rumah, menggenggam tangan Zara, ia tidak memperdulikan perempuan itu yang sudah berontak tak karuan. Arga tidak sejahat itu, membiarkan seseorang kehujanan di depan rumahnya, apalagi ia perempuan.

 Arga tidak sejahat itu, membiarkan seseorang kehujanan di depan rumahnya, apalagi ia perempuan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RAGA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang